Kapolda: Dari sisi suplai, kita kendalikan pemain-pemainnya, kita tahu, tapi silakan bapak–ibu cek nanti, apakah ada uang yang masuk ke kantong pribadi kapolda?
Manokwari, TP – Salah satu tokoh masyarakat yang juga Ketua Persatuan Ojek Bintang Nusantara (Binus) Manokwari, Anton Worabay menyoroti peredaran dan penjualan minuman keras (miras) di Kabupaten Manokwari, ibu kota Provinsi Papua Barat.
Dikatakan Worabay, peredaran dan penjualan miras harus menjadi perhatian, apalagi Manokwari dikenal sebagai Kota Injil.
“Ada hal yang menjadi sorotan saya, Manokwari, Kota Injil, tetapi penjualan alkohol bertebaran di mana-mana. Pertanyaan saya, dimana pihak keamanan,” tanya Worabay, dalam acara buka puasa bersama yang diadakan Polda Papua Barat, di Aston Niu Hotel, Manokwari, Sabtu (7/4).
Diceritakannya, dirinya pernah didatangi oknum dalam keadaan dipengaruhi minuman beralkohol atau mabuk, dengan tujuan mengamankan situasi.
Namun, kata dia, lantaran dalam kondisi mabuk, bukan menyelesaikan masalah, tetapi menambah masalah baru. “Keamanan di Papua Barat masih sangat lemah, khususnya di Manokwari. Ini jadi catatan besar,” ujar Worabay.
Menanggapi hal tersebut, Kapolda Papua Barat, Irjen Pol. Johnny E. Isir mengatakan, terkait miras harus melihat dari semua sisi. Dikatakannya, sewaktu dirinya menjabat Kapolres Manokwari, memang masih ada Perda di Manokwari, tetapi kebijakan berikutnya, Perda tersebut sudah tidak bisa diberlakukan lagi.
“Waktu itu di tanah Papua yang punya perda hanya Jayawijaya dan Manokwari. Dua wilayah ini saya sudah pernah bertugas sebagai kapolres, sekitar tahun 2013, 2014 sampai 2016. Ketika itu, Perda masih kita berlakukan, kemudian ada perubahan-perubahan mengenai tata niaga, mengenai minuman beralkohol itu sudah tidak diberlakukan lagi,” kata dia.
Meski demikian, lanjut Isir, Polda Papua Barat tidak membiarkan begitu saja, tetapi melakukan pengendalian dari sisi suplai. Pada Februari 2024, pihaknya sudah meminta agar miras tidak masuk melalui pelabuhan kontainer.
“Dari sisi suplai, kita kendalikan pemain-pemainnya, kita tahu, tapi silakan bapak-ibu cek nanti, apakah ada uang yang masuk ke kantong pribadi kapolda? Kita coba kendalikan jumlah yang beredar ke masyarakat,” jelas Kapolda.
Ia menambahkan, mengenai miras dari sisi rantai rantai pasok, harus menjadi perhatian, dimana masih banyak masyarakat yang mengonsumsi miras.
“Ini susah, bapak-ibu kasih tahu saudara-saudaranya, jangan minum, jangan mabuk. Kita baku tahu, jangan kita baku tipu. Kita harap semua tokoh berperan aktif soal miras ini,” katanya.
Perda Larangan Miras Tetap Berlaku
Berdasarkan catatan Tabura Pos, sejumlah pihak maupun para pejabat di daerah ini merasa bahwa Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten Manokwari Nomor 5 Tahun 2006 sudah tidak berlaku lagi setelah adanya surat keputusan (SK) pencabutan oleh Gubernur Papua Barat pada 2016 silam.
Namun, pihak Pengadilan Negeri (PN) Manokwari menyatakan bahwa Perda Kabupaten Manokwari Nomor 5 Tahun 2006 tentang Larangan Minuman Beralkohol atau Minuman Keras (Miras) masih tetap berlaku.
Humas PN Manokwari, Dr. Markham Faried, SH, MH menerangkan, sepanjang Perda itu belum dicabut dan tidak ada yang mengubahnya, maka Perda itu tetap berlaku di wilayah Kabupaten Manokwari, Provinsi Papua Barat.
“Ini selaras dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor: 137/PUU-XIII/2015 yang menyatakan bahwa pembatalan perda kabupaten atau kota oleh gubernur atau menteri, bertentangan dengan Undang-undang Dasar (UUD),” tegas Markham Faried yang dikonfirmasi Tabura Pos di PN Manokwari, Kamis, 21 September 2023 silam.
Dengan demikian, tandasnya, SK Gubernur Papua Barat yang mencabut Perda Nomor 5 Tahun 2006, dinyatakan bertentangan dengan UUD.
Sebab, lanjut Humas PN, dasar dari gubernur melakukan pencabutan suatu perda, sudah diatur di dalam Pasal 251 Ayat 2, Ayat 3, Ayat 8 serta Ayat 4, UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
“Sementara Undang-undang dan pasal-pasal itu sudah diujikan ke MK dan dinyatakan bertentangan, sehingga kewenangan gubernur untuk melakukan pencabutan suatu perda dinyatakan bertentangan dengan UUD,” sebut Markham Faried.
Dengan demikian, Humas PN mengutarakan, Perda Nomor 5 Tahun 2006 tentang Larangan Miras, masih berlaku di wilayah Kabupaten Manokwari, sepanjang belum ada perda yang mencabutnya.
Sekaitan dengan persoalan tersebut, rinci Markham Faried, ada 2 putusan MK yang secara tegas menyatakan bahwa kewenangan gubernur sebagai kepanjangan tangan Pemerintah Pusat atau Mendagri, untuk menyatakan suatu perda tidak berlaku atau bertentangan, sudah dinyatakan tidak sah oleh MK.
Putusan pertama, kata dia, yakni putusan MK Nomor: 137/PUU-XIII/2015 dan putusan Nomor 56/PUU-XIV/2016.
“Jadi kedua putusan tersebut menegaskan bahwa kewenangan untuk menyatakan suatu perda bertentangan dengan undang-undang adalah kewenangan Mahkamah Agung (MA) dengan mekanisme hak uji materiil ke MA, sehingga kewenangan gubernur untuk mencabut suatu perda itu dinyatakan tidak berlaku dan bertentangan dengan UUD,” urai Humas PN.
Ditanya apakah PN Manokwari sudah mengantongi salinan putusan SK Gubernur Papua Barat tentang pencabutan Perda Nomor 5 Tahun 2006, kata Markham Faried, PN Manokwari sudah mengantongi salinan pencabutan tersebut dan mempelajarinya.
“Pembatalan tersebut tertuang dalam SK Gubernur Nomor: 188.3-6/113/5/2016 tentang Pembatalan Peraturan Daerah Kabupaten Manokwari Nomor 5 Tahun 2006 tentang Larangan Pemasukkan, Penyimpanan, Pengedaran, Penjualan serta Memproduksi Minuman Beralkohol,” rinci Humas PN.
Ditambahkan Humas PN, SK pencabutan tersebut dikeluarkan pada 25 Mei 2016, sedangkan putusan MK pada 2015 itu baru diputuskan pada 2017.
Artinya, terang lulusan program doktor Universitas Hasanuddin ini, SK Gubernur ini keluar sebelum MK menjatuhkan putusan pada 2015 dan 2016.
“Walaupun perkara putusan MK teregister di tahun 2015 dan 2016, tetapi baru diputuskan di tahun 2017. Jadi, keduanya baru diputuskan pada tahun 2017,” jelasnya.
Ditegaskan Markham Faried, SK Gubernur Papua Barat memang diterbitkan lebih dulu daripada putusan MK, sehingga perlu dilakukan telaah tentang pemberlakuan SK Gubernur, diselaraskan dengan putusan MK.
Menurut Humas PN, apabila ada pihak yang mau melakukan pencabutan atas pemberlakuan Perda Nomor 5 Tahun 2006, harus disesuaikan dengan aturan perundang-undangan, yakni UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
“Mekanisme suatu peraturan perundang-undangan itu dinyatakan tidak berlaku, dicabut atau diubah, harus mengacu kepada pembentukan peraturan perundang-undangan, Nomor 12 Tahun 2011,” tutup Markham Faried. [AND-R1]