Manokwari, TP – Tim Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (JPU-KPK), Eko Wahyu Prayitno, Tonny F. Pangaribuan dan rekan, menghadirkan 6 saksi dari BPK Perwakilan Provinsi Papua Barat, dalam sidang di Pengadilan Tipikor Papua Barat, di Manokwari, Selasa, 30 April 2024 siang hingga malam.
Keenam saksi yang dihadirkan dalam sidang yang dipimpin ketua majelis hakim, Helmin Somalay, SH, MH didampingi hakim anggota, Pitayartanto, SH dan Hermawanto, SH, yaitu: Faradillah Sudirman, Ardiansyah, Nurul A. Rahman, Arlina Jacob Musu, Reschie Pratama Batti, dan Kasman Alwi (Kepala Kesekretariatan BPK Perwakilan Papua Barat).
Kelima saksi, terkecuali Kasman Alwi, merupakan anggota tim pemeriksa Kepatuhan Atas Belanja Daerah Tahun Anggaran 2022 dan 2023 pada Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sorong dan instansi terkait lainnya di Aimas.
Sementara itu, ketiga terdakwa dalam perkara ini, yaitu: Patrice L. Sihombing selaku penanggung jawab, Abu Hanifa Siata selaku pengendali teknis, dan David Pata Saung selaku ketua tim pemeriksa di Kabupaten Sorong.
Menurut saksi Faradillah, ia melakukan pemeriksaan belanja modal di sejumlah dinas, diantaranya Dinas Pendidikan, Dinas Kesehatan, dan Dinas PUPR. Diakuinya, dalam pemeriksaan fisik, ada temuan. Dari 49 pekerjaan, ditemukan 21 temuan.
Ia mengakui bahwa proses pemeriksaan di Kabupaten Sorong berlangsung selama 53 hari, dimana tim pemeriksa disiapkan 2 unit mobil, diberikan makan siang, dan adanya pemberian uang di akhir pemeriksaan.
Selama proses pemeriksaan, ada pemberian uang sebesar Rp. 20 juta, Rp. 40 juta, dan Rp. 80 juta yang diberikan ketua tim, David Pata Saung di Hotel Royal Mamberamo, Sorong. “Uang diberikan ketua tim, tapi tidak tahu dari mana,” kata Faradillah.
Saksi Ardiansyah membenarkan ada fasilitas yang diberikan entitas selama melakukan pemeriksaan di Kabupaten Sorong. Padahal, para pemeriksa ini sudah ditanggung pemerintah melalui kantornya, BPK Perwakilan Papua Barat, berupa biaya transportasi, uang harian, uang makan, dan sebagainya.
“Saat tiba sudah ada 2 mobil untuk transportasi dari hotel ke Kantor BPKAD. Kalau makanan, kami diberikan makan. Kalau makan bersama, kita dibayarkan kontraktor,” ungkap Ardiansyah.
Dicecar JPU-KPK, apakah dalam pemeriksaan ini, saksi menerima sesuatu? Saksi mengatakan setelah exit meeting, saksi dipanggil bersama Faradillah, dan diberikan uang Rp. 75 juta di kamar hotel oleh ketua tim, David Pata Saung. “Seingat saya, bilangnya untuk pengganti uang hotel,” kata Ardiansyah.
Ditanya soal koper berwarna hitam yang diduga berisi uang ratusan juta, Ardiansyah mengatakan pernah dititipkan koper. Koper itu dititipkan saat di bandara sebelum naik ke pesawat di Sorong, tetapi saksi tidak tahu apa isi koper tersebut.
Dirinya mengaku pernah bertemu almarhum Herizet, mantan Kepala Dinas PUPR Kabupaten Sorong. Dalam pertemuan itu, ada juga ketua tim dan Faradillah. Bahkan, ungkap dia, Herizet pun pernah datang ke Kantor BPKAD, kantor sementara selama tim melakukan pemeriksaan.
Dicecar lagi soal koper yang dititipkan itu, saksi mengaku, koper itu dititipkan lagi ke Nurul. Dari keterangan, koper dibawa Reschie dan diberikan ke terdakwa, Abu Hanifa, sebelum keberangkatan dari Sorong ke Manokwari.
Saksi Nurul lebih banyak menjelaskan tentang mekanisme dan prosedur dana hibah, yang menjadi bagiannya untuk diperiksa. Nurul tidak menampik jika dirinya juga menerima uang dari ketua tim, David Pata Saung, tetapi tidak menghitung jumlah uang tersebut.
Dikatakan Nurul, berdasarkan press release yang disampaikan KPK, uang yang diterimanya sebesar Rp. 75 juta. Dirinya juga mengaku menerima uang Rp. 20 juta dari ketua tim pemeriksa Kabupaten Raja Ampat, Novita Sinaga. “Uang dikasih ke Inspektorat kami untuk dikasih ke KPK,” katanya.
Nurul juga dicecar JPU-KPK perihal dana operasional atau dana taktis di BPK Perwakilan Papua Barat. Menurutnya, yang bisa memerintahkan pengeluaran dana taktis adalah Kasman Alwi, Kepala Kesekretariatan. Namun, saksi Nurul mengaku tidak pernah menanyakan dari mana asal dana taktis tersebut.
Untuk saksi Arlina, menjelaskan tentang proses pemeriksaan bantuan sosial di Dinas Sosial dan Dinas Pendidikan. Dikatakannya, bantuan sosial berupa uang dan kebanyakan berupa beasiswa dan bantuan rumah. Dalam proses pemeriksaan, saksi menyebut tidak melakukan pemeriksaan fisik, tetapi lebih banyak administrasi.
Saksi Arlina mengaku menerima uang sebesar Rp. 75 juta dari ketua tim, terdakwa David Pata Saung. Namun, uang yang diterimanya ini sudah disetorkan ke RKUD Kabupaten Sorong.
Saksi Reschie yang melakukan pemeriksaan perencanaan belanja modal, mengaku menerima uang dari ketua tim sebesar Rp. 80 juta di kamar Hotel Royal Mamberamo, Sorong. Uang diberikan sehari setelah pelaksanaan exit meeting di Kabupaten Sorong.
“Saya ditelpon ketua tim, disampaikan untuk bawa tas. Lalu saya datang dan diserahkan uang Rp. 80 juta,” katanya seraya menyebut uang tersebut sudah diambil penyidik KPK sewaktu sudah di Manokwari.
Lagi-lagi, JPU-KPK mencecar saksi Reschie soal koper berwarna hitam. Ia mengaku membawa koper milik Abu Hanifa, yang diambilnya di kabin pesawat dan dibawa ke ruang pelayanan bagasi, lalu diserahkan ke Abu Hanifa.
Ditanya berapa jumlah uang dalam koper tersebut, saksi Reschie mengaku tidak tahu. Ketua majelis hakim, Helmin Somalay pun penasaran dan menanyakan apa isi koper warna hitam yang menjadi perhatian JPU-KPK tersebut.
Akhir JPU-KPK membeberkan bahwa di dalam koper tersebut berisi uang, bernilai cukup fantastis. Koper berisi uang ratusan juta itu dibawa dalam penerbangan dari Sorong ke Manokwari. Dikatakan JPU-KPK, setelah dihitung, uang dalam koper tersebut sebanyak 6.400 lembar pecahan Rp. 100.000 atau Rp. 640 juta.
Pemeriksaan di Kabupaten Pegaf
Saksi Reschie juga mengaku terlibat dalam pemeriksaan di Kabupaten Pegunungan Arfak (Pegaf). Pemeriksaan di Kabupaten Pegaf, diketuai Nirwan Hamid dengan pengendali teknis, Abu Hanifa.
Dalam pemeriksaan di Kabupaten Pegaf ini, saksi juga mengaku menerima uang puluhan juta. Uang tersebut diberikan dan diterima saksi, di Swissbell Hotel, Manokwari.
Menurut Reschie, sebagai anggota tim pemeriksa, dalam pemeriksaan di Kabupaten Pegaf, ada beberapa temuan, diantaranya belanja jasa, perjalanan dinas, dan lain-lain. Temuan-temuan itu akhirnya tercantum dalam laporan hasil pemeriksaan (LHP).
Keterangan para saksi yang mengaku tidak tahu dari mana uang yang diberikan dan bingung setelah diberikan uang dengan nilai cukup fantastis setiap kali melakukan pemeriksaan terhadap entitas, tampaknya diragukan hakim anggota, Hermawanto.
Dirinya memaklumi yang bingung menerima uang atau sesuatu, setelah pemeriksaan adalah pegawai baru, seperti Ardiansyah dan Arlina, bukan pegawai lama, seperti ketiga saksi lainnya.
Apalagi, ketiga saksi lain sudah sering melakukan pemeriksaan, setidaknya 3 kali, dimana setiap kali selesai melakukan pemeriksaan menerima sesuatu, tetapi mengaku bingung.
Lanjut Hermawanto menyelidiki, ketika saksi menerima sesuatu selama melakukan pemeriksaan 53 hari di Sorong, baik BPKAD dan dinas-dinas, apakah ada pertemuan khusus atau di tempat lain dengan ketua tim, pengendali teknis dan penanggung jawab? Saksi menjawab tidak tahu. “Ini bukan pertama kali kan, kok bingung,” timpal hakim anggota. [HEN-R1]