Manokwari, TP – Organisasi Struktural Majelis Permusyawaratan Mahasiswa dan Solidaritas Mahasiswa, Universitas Papua (Unipa) Manokwari menggelar unjuk rasa menolak kenaikan biaya SPP di pintu gerbang utama Kampus Unipa Manokwari, Jl. Gunung Salju, Amban, Manokwari, Selasa (14/5).
Aksi yang diikuti ratusan mahasiswa itu, menyampaikan aspirasi dengan berorasi secara bergantian sambil membawa spanduk dan selebaran berisi aspirasinya.
Menurut Wakil Rektor III Unipa Manokwari, Keliopas Krey, terkait biaya kuliah secara nasional sudah diputuskan melalui peraturan Menteri dan rektor seluruh Indonesia.
Sekaitan dengan peraturan rektor ini, tentu tidak lahir begitu saja, tetapi sudah melalui tahapan di universitas, mulai pembentukan tim, rapat pimpinan, dan itu pembahasan cukup alot untuk mendapatkan tarif UKT.
Dikatakannya, sesuai pesan dari pihak kementerian bahwa tarif UKT harus bermasyarakat, berkeadilan, sehingga parameter berkeadilan itu diinformasikan dalam pengelompokkan.
“Di Unipa sendiri ada klaster 1 sampai 6 dan setiap program studi memiliki UKT yang berbeda, tetapi untuk klaster 1 dan 2 yang Rp. 500.000 sampai Rp. 1 juta, itu untuk semua mahasiswa. Artinya, akan diberlakukan untuk mahasiswa baru tahun 2024 dan selanjutnya,” jelas Krey kepada para wartawan di Unipa Manokwari.
Sebelumnya, koordinator lapangan, Imanuel O. Yogobi menjelaskan, aksi ini melibatkan solidaritas mahasiswa bersama tenaga kependidikan dan stakeholder terkait, termasuk dosen ikut menyampaikan aspirasi, karena mereka merasakan hal yang sama, sebagai korban dalam hal kebijakan yang ada di Unipa.
Menurut dia, kebijakan yang dikeluarkan pihak kementerian dan Rektor Unipa dinilai tidak sesuai keinginan dari mahasiswa pada umumnya.
“Kami melihat keputusan yang dikeluarkan Rektor terkait Uang Kuliah Tunggal (UKT) terjadi kekeliruan, tidak ada transparansi ruang yang mana membuat informasi ini simpang siur,” terang Yogobi kepada para wartawan di sela-sela aksi unjuk rasa.
Di samping itu, kata dia, dengan kebijakan ini menunjukkan bahwa selama ini, mahasiswa tidak diindahkan, karena informasi itu tidak disampaikan dan mahasiswa justru mendapatkan informasi dari pihak ketiga atau dari luar.
Oleh karena itu, tegas Yogobi, mahasiswa melakukan aksi ini sebagai bentuk kekesalannya, sebagai anak yang tidak dianggap dalam rumah Unipa.
“Aksi spontanitas tadi sebagai bentuk kekesalan kepada Rektor yang tidak bijak menangani situasi atau bisa mengatasi konflik situasi di Unipa,” tukasnya.
Sejumlah aspirasi yang disampaikan para mahasiswa, yakni: mahasiswa solidaritas peduli kampus seluruh mahasiswa Unipa, tenaga kependidikan dan dosen yang prihatin, dengan ini menyatakan menolak tegas semua kebijakan Rektor Unipa.
Selanjutnya, menolak kepentingan politik praktis yang memalukan nama Unipa, menolak SK Rektor untuk biaya SPP, karena sangat memberatkan anak-anak Papua dan suku lain untuk berkuliah.
Bukan itu saja, para mahasiswa juga mendesak Menteri Pendidikan untuk memberhentikan Rektor Unipa, karena dianggap terlibat politik praktis di kampus dan dugaan permainan kotor dalam pemilihan rektor yang merusak marwah Unipa. [AND-R1]