Manokwari, TP – Sejumlah akademisi di lingkungan Universitas Papua mengusulkan adanya pemisahan antara jabatan rektor dan jabatan ketua senat.
Pasalnya, jika rektor masih menjabat sebagai ketua senat, maka dinilai tidak netral dalam hal pengawasan, baik pengawasan kebijakan akademik, norma dan etika akademi, mutu pendidikan tinggi dan pengawasan kebijakan lainnya.
Menanggapi hal itu, Rektor Universitas Papua (Unipa) terpilih periode 2024-2028, Doktor Hugo Warami mengatakan, pemisahan jabatan antara ketua senat dan jabatan rektor, sebenarnya merupakan persoalan organisasi dan tata kerja.
Dikatakan Warami, masih ada perguruan tinggi yang tetap menggunakan organisasi perguruan tinggi, dimana rektornya masih menjabat sebagai ketua senat.
“Kalau kita bisa memposisikan diri kita, kapan saya sebagai rektor dan kapan saya sebagai ketua senat, mungkin organisasi ini dapat berjalan lancar-lancar saja,” kata Warami kepada wartawan di kediamannya belum lama ini.
Tetapi, lanjut Warami, jika tidak memahami posisi antara jabatan rektor dan jabatan ketua senat, maka akan terjadi tumpang tindih dualisme disitu.
“Yang seharusnya itu rektor, menganggap sebagai ketua senat,” ujar Warami seraya menambahkan, organisasi senat tidak memandang jabatan, karena yang ada hanyalah ketua dan anggota senat.
Anggota senat, sambung dia, bisa terdiri dari wakil rektor, karena jabatan atau persyaratan senat, bisa wakil dosen atau guru besar.
“Jadi dalam organisasi senat tidak mengenal jabatan rektor, wakil rektor atau dekan. Selama kita tidak memahami organisasinya, maka kacau balau-nya disitu,” kata Warami.
Pada hal, terang Warami, senat merupakan badan normatif tertinggi di universitas yang selalu bertugas memberikan pertimbangan-pertimbangan.
“Kalau kita pemahami posisi itu, maka jabatan rektornya ditinggalkan dulu, karena posisinya sebagai anggota senat, tugasnya ini. Nah, belum ada pemilahan, makanya ada yang usulkan pemisahan jabatan rektor dan ketua senat, itu sah-sah saja,” terang Warami.
Disinggung jika jabatan rektor dan ketua senat belum dipisahkan, apakah perlu adanya dewan pengawasan, jelas Warami, sebenarnya ada syarat-syarat untuk organisasi perguruan tinggi.
Misalnya, kata Warami, Perguruan Tinggi Negeri ber-Badan hukum (PTN-BH), pastinya memiliki dewan penasehat yang namanya wali amanah yang dibentuk untuk mengontrol.
Kalau statusnya masih PTN Satker seperti Unipa, tidak bisa bermimpi lebih, karena statusnya belum PTN-BH. Sehingga, belum bisa bermimpi untuk memiliki majelis syuro atau, dewan pertimbangan atau wali amanah, karena hirarkinya berbeda-beda.
“Saat ini, mungkin kita lebih fokus bekerja untuk mengubah status Unipa dari PTN-Satker menjadi PTN-BLU dan PTN-BH, terlebih dulu,” tandas Warami. [FSM-R5]