Manokwari, TP – MI, seorang nasabah BRI Cabang Manokwari membuat laporan polisi ke Polda Papua Barat atas dugaan kejahatan perbankan dan Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Kuasa hukum korban MI, Yan C. Warinussy, SH menjelaskan, kliennya mengaku kehilangan uang sebesar Rp. 174 juta lebih dari rekening sejak Mei 2024.
Diungkapkannya, uang yang hilang tersebut berasal dari 2 rekening, dimana 1 rekening atas nama kliennya MI sebesar Rp. 61 juta lebih dan tersisa Rp. 54.000, sedangkan pada rekening atas nama anaknya sebesar Rp. 110 juta yang kini tersisa Rp. 53.000.
Menurut Warinussy, pihaknya mengonfirmasi pihak bank dan disampaikan bahwa kejadian yang dialami kliennya itu karena handphone kliennya di-hack.
Ia mengatakan, dengan kejadian itu, kliennya merasa dirugikan, sehingga pada 13 Juni 2024, kliennya bersama suaminya telah membuat laporan polisi (LP) di Subdit Cyber Crime.
“Laporan polisi ditujukan kepada pihak bank. Adapun isi laporannya terkait dengan dugaan kasus kejahatan perbankan dan Undang-undang ITE,” ungkap Warinussy kepada Tabura Pos di salah satu resto di Manokwari, Sabtu (19/10).
Dijelaskan Warinussy, pihaknya membuat LP karena melihat ada kejanggalan dalam kejadian tersebut dan diduga sengaja dilakukan dengan melibatkan oknum bank.

Ditambahkannya, rekening atas nama anaknya pun tidak pernah memakai aplikasi Briva atau Brimo. “Artinya tidak ada transaksi melalui handphone di rekening anaknya. Aplikasi mobile banking dipakai di handphone klien saya,” kata Warinussy.
Untuk itulah, pihaknya meyakini bahwa kejadian yang dialami bukan dilakukan hacker, tetapi dilakukan secara sistematis dan mempunyai kemampuan terhadap sistem perbankan. Dikatakan Warinussy, sebenarnya sempat dilakukan pertemuan antara kliennya dan pihak bank, tetapi pihak bank tetap menyampaikan bahwa kejadian tersebut karena ulah hacker.
MI, sambung dia, tidak pernah bertransaksi melalui transaksi online pada kedua rekening ini, terutama lagi rekening anaknya, karena itu rekening pasif.
“Artinya tinggal saja, tidak pernah diambil. Pada rekening itu selalu dimasukkan uang ke sana sampai sejumlah yang hilang,” katanya.
Oleh sebab itu, tegas Warinussy, pihaknya akan terus mempertanyakan, jika korban mengaku tidak pernah melakukan transaksi, bagaimana mungkin bisa ada transaksi online sampai kliennya kehilangan uang.
Terkait laporan polisi yang dilayangkan kliennya, Warinussy menjelaskan, laporan ini sudah dilakukan penyelidikan dan dinaikkan statusnya ke tahap penyidikan.
Namun yang sangat disayangkan, ujar Warinussy, karena sampai sekarang, meski sudah ada SPDP ke Kejati Papua Barat, tetapi dalam SPDP tidak ada nama tersangkanya.
Dirinya mengutarakan, sebenarnya ada seseorang yang diduga terlibat dalam kasus ini berinisial JPP yang diketahui berada di Madiun, Jawa Timur. Bahkan, kata dia, polisi sudah melakukan pemeriksaan terhadap JPP, tetapi masih berstatus saksi, bukan tersangka.
“Alasannya karena JPP juga disebut sebagai korban di mana rekeningnya terjadi transaksi-transaksi seperti yang dialami klien saya. Namun anehnya, meski mengaku sebagai korban, JPP tidak membuat laporan polisi,” papar Warinussy.
“Kenapa polisi tidak menetapkan dia sebagai tersangka, karena ada indikasi kuat? Kemudian, muncul juga nama FH yang diketahui tinggal di Denpasar, Bali. Ini menimbulkan tanda tanya besar,” katanya.
Sedangkan suami dari MI, mengungkapkan kekesalannya kepada pihak bank yang terkesan tidak transparan memberi penjelasan terhadap mereka sebagai korban.
Terkait kejadian tersebut, kata dia, pihak keluarga akan terus menuntut sampai kasus ini terungkap dengan terang dan terduga pelaku ditangkap dan diproses hukum.
Mereka berharap pihak kepolisian juga bekerja professional untuk mengungkap pelaku dan segera ditangkap agar ada efek jera dan tidak menimbulkan korban lainnya. [AND-R1]