Manokwari, TP – Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (JAMPIDSUS) Kejaksaan Agung (Kejagung) RI, Dr. Febrie Adriansyah mengungkapkan, dengan masifnya kegiatan pembangunan di daerah sehingga efisiensi, transparansi dan akuntabilitas dalam pengadaan barang dan jasa serta pengelolaan anggaran daerah menjadi salah satu tolak ukur keberhasilan tercapainya pembangunan yang inklusif dan berkelanjutan. Namun disisi lain sektor ini sangat rawan terjadinya korupsi.
Hal ini diungkapkan JAMPIDSUS saat memberikan pengarahan secara Daring yang diikuti oleh Kajati P{apua Barat, para Asisten, pajabat daerah Pemprov Papua Barat, serta stekholder terkait di Swisbelhotel Manokwari, Senin (09/12).
Pada hakikatnya korupsi merupakan masalah serius yang membahayakan stabilitas pembangunan, social, ekonomi dan juga politik negara dengan kata lain korupsi merupakan ancaman terhadap cita-cita bangsa menuju masyarakat adil dan makmur.
Tantangan tindak pidana korupsi ini semakin berat belum lagi dengan ada pengaruh globalisasi yang membuat perkembangan kejahatan ini semakin kompleks, sehingga diperlukan komitmen bersama untuk membuat suatu langkah yang taktis dan strategis dalam rangka mencegah sekaligus melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi.
Pembangunan yang berkelanjutan dan pemerintahan yang bersih merupakan pilar utama. Salah satu sektor yang sangat berpengaruh terhadap keberhasilan pembangunan ini adalah pengadaan barang dan jasa pemerintah. Disisi lain sektor ini sangat rawan terjadinya korupsi.
Hal ini tentunya didasari dengan adanya beberapa faktor pemicu antara lain, jumlah anggaran yang dikelola, prosedurnya kompleks dan cenderung kurang transparan. Penyalahgunaan kewenangan birokrasi juga menjadi masalah sehingga tidak optimalnya pengawasan internal.
Menurutnya, yang perlu menjadi perhatian semua secara normatif pengaturan kegiatan pengadaan barang dan jasa pemerintah telah diatur dalam Peraturan Presiden nomor 16 Tahun 2018 sebagaimana telah diubah lewat Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2021 tentang pengadaan barang dan jasa.
Pemerintah sudah menegaskan bahwa pengadaan barang jasa pemerintah mempunyai peran penting dalam pelaksanaan pembangunan nasional untuk peningkatan pelayanan publik dan pengembangan perekonomian nasional dan daerah.

Dengan demikian maka sudah seharusnya tujuan dari pengadaan barang dan jasa selaras dengan pengembangan perekonomian nasional dan daerah.
“Saya kira ini menjadi perhatian bersama apabila terdapat daerah yang begitu banyak pengadaan barang dan jasa namun tidak diiringi dengan pertumbuhan ekonomi di daerah tersebut,” ungkapnya.
Menurut JAMPIDSUS, sebagai bagian integral dari pembangunan infrastruktur dan pelayanan public, sektor pengadaan barang dan jasa memiliki peran strategis dalam mewujudkan tujuan jangka panjang negara. Namun prakteknya pengadaan barang yang tidak transparan dan tidak akuntabel rawan terjadi korupsi sehingga dapat menjadi penghambat terbesar dalam mencapai tujuan tersebut.
Kemudian sektor pengelolaan keuangan daerah juga merupakan sektor yang rentan terjadinya korupsi. Ini biasa dilakukan dengan memanipulasi pertanggungjawaban keuangan, penyalahgunaan wewenang oleh pejabat pengelola keuangan yang merujuk pada penyusunan laporan keuangan yang tidak akurat, tidak sesuai. Jika demikian maka patut diragukan standar akuntansi yang berlaku serta timbulnya kerugian keuangan negara.
Regulasi pengaturan pengelolaan keuangan negara telah diatur dalam Undang-undang nomor 17 Tahun 2003 tentang keuangan negara dan Undang-undang nomor 1 Tahun 2004 tentang bendaharaan negara.
Pengaturan tersebut bertujuan untuk mewujudkan sistem pengelolaan keuangan negara yang professional, transparan dan bertanggung jawab untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Sektor pengadaan barang dan jasa serta pengelolaan keuangan daerah ini saling berkaitan satu sama lain. Pengelolaan keuangan negara dan daerah yang baik akan mendukung keberhasilan pengadaan barang dan jasa yang efisien. Begitupun sebaliknya pengadaan barang dan jasa yang dilaksanakan secara transparan dan akuntabel ini juga memastikan bahwa dana APBN, APBD digunakan telah sesuai dengan peruntukannya.
Oleh karena itu kedua sektor ini perlu dikelola dengan prinsip tata kelola yang baik, pengawasannya juga harus ketat dan perlu aktivitas sumber daya manusia yang memadai berdasarkan rencana pembangunan jangka panjang nasional yang ditargetkan Indonesia pada tahun 2045 menjadi negara maju dengan ekonomi yang inklusif dan berdaya sain tinggi.
Namun pencapaian tersebut tergantung dengan keberhasilan reformasi tata kelola pengadaan barang dan jasa, harus transparan, efisien dan dijamin bebas dari praktik korupsi, dengan demikian perbaikan tata kelola dalam sistem pengadaan barang dan jasa ini tidak hanya penting tapi mendesak juga agar Indonesia dapat mewujudkan cita-cita Indonesia emas di tahun 2045.
“Untuk itu perlu dibahas bersama transformasi sistem pengadaan barang dan jasa melalui persepsi hukum progresif dengan penegakan analisis ekologi terhadap hukum sebagai langkah strategis sesuai dengan agenda LPJPN 2025-2045 selaras dengan arah kebijakan transformasi menuju Indonesia emas 2045,” jelasnya.
Lebih jauh JAMPIDSUS menjelaskan bahwa, dalam rangka mewujudkan wilayah Papua yang sehat, cerdas dan produktif maka dibutuhkan upaya transformasi tata kelola melalui kebijakan yaitu optimalisasi dan harmonisasi regulasi dalam proses perencanaan regulasi yang memadai di daerah.
Kemudian meningkatkan partisipasi masyarakat sipil yang bermakna termasuk pelibatan masyarakat ketika peningkatan respon terhadap laporan pelayanan publik, pengembangan serta penguatan kapasitas aparatur daerah dan lembaga dalam hal manajemen data dan pengelolaan informasi kapasitas SDM dan pengelolaan aset daerah.
Selain itu, percepatan digitalisasi pelayanan publik. Penguatan aspek pemerintah dengan mengedepankan digitalisasi juga perlu dilakukan untuk meningkatkan pencegahan dan pemberantasan korupsi melalui pendidikan anti korupsi.
Termasuk juga transparansi proses perencanaan penganggaran dan pengadaan barang dan jasa serta transparansi pelayanan perizinan berbasis digital harus ditingkatkan kualitas dan jangkauan pelayanan publik terhadap orang asli Papua hingga ke tingkat kampung.
Begitupula dengan pengawasan proses pengembangan karir promosi, mutasi ASN, manajemen kerja dengan memanfaatkan teknologi informasi, meningkatkan pengelolaan dan pemanfaatan dana Otonomi Khusus (Otsus) yang berbasis kinerja yang akuntabel transparan dan tepat sasaran.
“Parameter tersebut menjadi bahan perhatian bersama untuk dapat menemukan titik yang rawan dari proses pengadaan barang dan jasa serta pengelolaan keuangan daerah agar dapat dirumuskan rekomendasi atau saran perbaikan tata kelola yang lebih baik,” ungkapnya lagi.
Menurut JAMPIDSUS, upaya penindakan terhadap perilaku korupsi tidak cukup efektif dalam memberantas tindak pidana korupsi yang telah menyebar dan merambah ke dalam semua sendi-sendi kehidupan Masyarakat, sehingga diperlukan keterpaduan antara upaya pencegahan dan penindakan.
Idealnya apabila keterpaduan antara upaya pencegahan dan upaya penindakan tindak pidana korupsi telah berhasil menekan terjadinya tindak pidana korupsi, maka ini akan menempatkan upaya penindakan melalui instrumen hukum pidana sebagai upaya terakhir dalam pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana arah kebijakan pemerintah.
Dalam pencegahan tindak pidana korupsi sudah jelas dengan diterbitkannya Peraturan Presiden nomor 54 Tahun 2018 tentang strategi nasional pencegahan korupsi, di mana masih terdapat tantangan dan sasaran pengelolaan keuangan daerah yang belum mendapatkan perhatian dan diperbaiki diantaranya, belum terintegrasinya kebijakan proses perencanaan penganggaran dan realisasi belanja negara dan daerah.
Kemudian pengadaan barang dan jasa ini belum didukung sumber daya manusia yang professional dan masih terbatas melibatkan masyarakat dalam pengawasan pengelolaan keuangan negara atau daerah.
Berkenaan dengan hal tersebut maka integrasi kebijakan mulai dari perencanaan sampai dengan realisasi belanja negara daerah menjadi aspek yang sangat fundamental untuk segera diperbaiki. Disamping itu perlu juga dipikirkan bagaimana proses pengadaan barang dan jasa dapat berjalan terbuka, transparan, akuntabel tanpa ada intervensi atau dipengaruhi oleh pihak-pihak tertentu.
Selanjutnya dalam hal pengelolaan keuangan negara pada prinsipnya menyangkut dua sisi utama yakni, penerimaan dan belanja. Korupsi pada sisi penerimaan negara menjadi fokus karena terdapat pada tidak tercapainya target penerimaan negara serta pelayaran pablik dan pembangunan tentunya menjadi tidak optimal dan tidak tepat sasaran.
Korupsi pada sisi belanja terutama pada proses perencanaan, penganggaran, pengadaan barang dan jasa pemerintah berdampak pada tidak tercapainya target pembangunan nasional.
Perbaikan sistem tata kelola tidak terlepas dari penegakan hukum progresif, ini mengharuskan sistem hukum untuk tidak hanya memberikan sanksi terhadap pelaku tindak pidana korupsi tetapi juga memberikan ruang bagi perubahan yang lebih baik dalam sistem pengadaan barang dan jasa.
Penerapan prinsip-prinsip keadilan, keterbukaan dan akuntabilitas dalam setiap tahapan pengadaan harus menjadi prioritas utama. Selain itu sistem pengadaan harus memberikan ruang bagi peningkatan kapasitas dan integritas aparatur yang melaksanakan pengadaan barang dan jasa serta mendorong kolaborasi antara pemerintah, masyarakat dan sektor swasta dalam menciptakan ekosistem pengadaan yang lebih transparan dan akuntabel.
Dengan demikian perbaikan tata kelola yang lebih manis dan berorientasi pada keadilan sosial harus menjadi bagian integral dan setiap kebijakan dalam pengadaan barang dan jasa termasuk dalam hal pengelolaan keuangan negara atau daerah.
Diera globalisasi ini, pendekatan aspek ekonomi terhadap hukum mengajarkan bahwa hukum tidak hanya dilihat dari sisi normatifnya, tetapi juga dari perspektif ekonomi.
Dalam konteks pengadaan barang dan jasa serta pengelolaan keuangan negara atau daerah, analisis ekonomi terhadap hukum menetapkan pentingnya efesiensi dalam pengelolaan sumber daya negara. Sektor pengadaan barang dan jasa serta pengelolaan keuangan negara atau daerah yang tidak efisien akan menambah biaya sosial yang tinggi, baik dalam bentuk pemborosan anggaran maupun dampak negatif terhadap pembangunan ekonomi.
Berdasarkan prinsip efisiensi ilmu ekonomi, pengadaan barang dan jasa harus dilakukan dengan prosedur yang sederhana dan transparan. Teknologi dapat dimanfaatkan untuk meminimalkan biaya transaksi dan transparansi yang pada gilirannya akan mengurangi peluang terjadinya korupsi.
Dengan perkembangan teknologi pengadaan barang dan jasa serta pengelolaan keuangan daerah, tentunya dapat lebih efisien mengurangi peluang manipulasi dan ini akan dapat meningkatkan kepercayaan publik dan ada rasa optimisme masyarakat terhadap pemerintah.
“Ini menjadi penting bagi kita semua,” ucapnya.
JAMPIDSUS meanjutkan, selain itu perlu juga dikaji dan diberikan reward kepada aparatur dalam pengadaan kegiatan barang dan jasa serta pengelola keuangan negara atau daerah yang telah menjalankan tugas dan tanggung jawabnya dalam menyelenggarakan setiap tahapan pengadaan secara transparan dan akuntabel.
Disis lain, juga harus ada perlakuan minimal sanksi yang tegas dan tidak diskriminatif terhadap pelanggaran, tetapi harus diberlakukan untuk menjaga integritas sistem barang dan jasa serta pengelolaan keuangan negara atau daerah.
Dengan berlakunya Undang-undang nomor 30 Tahun 2014 tentang administrasi pemerintah, maka sudah seharusnya peranan Aparat Pengawasan Internal Pemerintah (APIP) dalam upaya pemberantasan korupsi sangat dibutuhkan sebagai lembaga pengawas internal dapat menjalankan lebih dahulu dari penegak hukum dia bisa menjadi media konsultasi, penjamin mutu pembinaan, sistem pengendalian tentang pemerintah dan mendorong peningkatan efektivitas manajemen risiko atau mis manajemen.
Oleh karena itu, sinergitas dan kerjasama yang baik antara Aparat penegak Hukum (APH) dengan APIP dalam melakukan pencegahan maupun penindakan terhadap korupsi di sektor pengadaan barang dan jasa serta pengelolaan keuangan negara atau daerah harus dilakukan oleh seluruh stakeholder secara gotong royong dengan sungguh-sungguh menciptakan sistem tata kelola yang lebih baik dan semuanya harus mendahulukan kepentingan pembangunan nasional.
Penguatan regulasi terkait pengadaan barang dan jasa serta pengelolaan keuangan negara daerah, perbaikan sistem pengawasan dan upaya mendorong penerapan teknologi yang dapat meningkatkan transparansi dan efisiensi ini perlu menjadi landasan untuk didiskusikan secara Bersama. Disamping itu penguatan kapasitas aparatur SDM yang memadai dan penegakan hukum juga harus lebih humanis sehingga menjadi bagian penting dalam perbaikan sistem pengadaan barang dan jasa tersebut.
“Dengan upaya strategi tersebut kita semua berharap semua yang kita lakukan ini dapat mempercepat untuk mencapai tujuan Indonesia emas 2045. Negara ini harus lebih maju, adil, berkelanjutan dan memiliki pemerintahan yang bersih serta bebas dan korupsi,” pungkasnya. [AND-R6]