Manokwari, TP – Plt. Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Provinsi Papua Barat, Kundrat Pattipi mengatakan, hingga sekarang provinsi Papua Barat belum memiliki Rumah Potong Hewan (RPH).
Dikatakan Pattipi, Disperindag Papua Barat memiliki beberapa sektor yang perlu didorong dan dikembangkan dalam rangka memberikan kontribusi Pendapatan Asli Daerah (PAD) bagi Provinsi Papua Barat.
Salah satunya, kata Pattipi, industri kecil menengah (IKM) rumahan. Dimana, ketika pelaku usaha IKM mengurus izin-izin usaha ke pemerintah daerah, otomatis mereka akan membayar ke kas daerah.
Diakui Pattipi, sejuah ini IKM rumahan di Papua Barat belum maksimal memberikan sumbangan PAD bagi Papua Barat khusus yang bergerak dibidang pangan.
Sebab, lanjut dia, ada sejumlah kendala yang dihadapi para pelaku IKM rumahan di Papua Barat yakni, belum adanya izin sertifikat halal dari produk makanan yang dihasilkan.
“Kita di Papua Barat belum memiliki rumah potong hewan (RPH). Ini juga menjadi kendala bagi para IKM rumahan di Papua Barat,” kata Pattipi kepada Tabura Pos di ruang kerjanya, belum lama ini.
Menurutnya, jika pelaku usaha IKM rumahan ini melakukan pembelian dapangi pada RPH, otomatis daging yang dibeli sudah memenuhi standar halal.
Sehingga, tambah dia, meskipun IKM rumahan ini belum memiliki izin sertifikat halal, tapi daging yang diolah jika dibeli pada RPH tentunya telah memenuhi standar halal, maka hal inilah yang perlu didorong kedepannya.
“Nah, Kita di Papua Barat banyak industri, tapi terkenala dengan izin sertifikat halal. Salah satunya harus ada RPH. Sejauh ini, daging yang dijual di pasar hanya dipotong begitu saja, tanpa melalui proses pemeriksaan kesehatna hewan,” ujarnya.
Ditambahkan Pattipi, dalam beberapa pertemuan dirinya juga sudah menyampaikan hal tersebut kepada Dinas Kesehatan Hewan Provinsi Papua Barat.
“Tentunya di Papua Barat lebih khusus ibu kota provinsi harus memiliki RPH, sehingga ketika orang konsumsi daging tidak ragu lagi,” saran Pattipi.
Disinggung terkait alokasi anggaran Disperindag Papua Barat tahun 2025, terang Pattipi, tahun ini anggaran yang dikelola pihaknya mengalami penurunan. Dimana, di tahun 2024 pihaknya mendapatkan pagu anggaran sebesar Rp. 24 miliar.
Namun, lanjut dia, di tahun anggaran 2025 mengalami penurunan dan hanya menerima pagu anggaran sebesar Rp. 22 miliar.
Dirincikan Pattipi, anggaran senilai Rp. 13 miliar diperuntukan untuk gaji dan tambahan penghasilan pegawai (TPP), sisa anggarannya dibagikan ke 5 bidang dan 1 sekretariat.
“Dengan pegu anggaran yang kita alokasikan ke 5 bidang, tentunya ada program kegiatan yang harus kita jalankan. Meskipun anggaran kami mengalami penurunan, tapi kami akan tetap maksimalkan,” kata Pattipi.
Ia mengklaim, daya serap anggaran dan program di akhir tahun 2024 tercapai. Namun, anggarannya menurun, penurunan anggaran ini semenjak adanya pemekaran provinsi Papua Barat Daya.
Selama ini, kata Pattipi, masih banyak potensi di Papua Barat yang harus digali untuk mendorongkrat Pendapatan Asli Daerah (PAD) di Papua Barat.
“Sayang sekali, kalau tidak ada potensi yang didorong tentunya PAD Papua Barat, akan begitu-begitu saja,” tandas Pattipi. [FSM-R5]


















