Sorong, TP – Seorang warga sipil berinisial AK (39 tahun) tewas setelah menjadi korban kebrutalan dan pengeroyokan sejumlah oknum diduga prajurit TNI-AD dari Yonzipur 20 PPA.
Tidak terima dengan ulah makin hakim sendiri dari oknum aparat negara ini, keluarga dan kerabat korban sempat memblokade ruas jalan Sorong-Aimas, tepatnya di Km. 17, Minggu (16/2/2025).
Akibatnya, arus lalu lintas dari Kota Sorong atau sebaliknya dari Aimas, Kabupaten Sorong, lumpuh total.
Informasi yang diterima Tabura Pos dari sejumlah warga di sekitar lokasi pemblokadean, AK menjadi korban salah sasaran, diduga dikeroyok puluhan oknum TNI-AD.
Menurut seorang warga yang mengetahui kejadian tersebut, peristiwa ini bermula ketika seorang oknum Yonzipur 20 PPA yang belum diketahui identitasnya, sedang berpacaran di salah satu warung di dekat lokasi kejadian, Sabtu (15/2/2025) malam.
Kala itu, ada seorang warga berinisial FK mengganggu kekasih dari oknum ini, sehingga keduanya terlibat adu mulut. Bahkan, oknum TNI-AD ini sempat melayangkan bogem mentah kepada FK.
Tidak terima dengan ulah FK ini, oknum ini pun menghubungi rekannya untuk datang ke lokasi. Tidak berselang lama, puluhan oknum TNI-AD mendatangi lokasi. Ironisnya, saat itu korban AK ada di sekitar lokasi kejadian bersama FK dan rekan-rekannya.
Melihat kedatangan puluhan oknum dari Yonzipur, AK berniat meninggalkan lokasi, tetapi AK justru dikira ikut terlibat, sehingga dikeroyok dan mengakibatkan korban meninggal dunia.
Yance, paman dari korban AK, mengatakan, keponakannya ini tidak bersalah, tetapi ikut menjadi korban dan sasaran pengeroyokan.
“Tidak, saya punya anak ini tidak bersalah. Ini orang lain punya masalah, tapi dia ikut kena juga. Ini yang kami rasa kecewa dan kami tidak terima baik. Kami palang ini karena mereka berani menghilangkan nyawa anak kami,” kata Yance dengan nada kesal.

Leonardo Idjie, kerabat korban mengaku sangat menyesalkan kasus pengeroyokan terhadap warga sipil oleh puluhan oknum TNI. Padahal, kata dia, semestinya TNI menjadi pengayom dan pelindung masyarakat.
“Seharusnya TNI jadi pelindung masyarakat. Mereka tidak boleh terlalu gampang menangkap, apalagi sampai menghakimi. Dengan adanya kejadian ini, para pejabat TNI dan aparat penegak hukum duduk bersama keluarga untuk menuntaskan masalah supaya tidak menjadi blunder. Oknum TNI pelaku pengeroyokan harus ditindak secara transparan,” tegasnya.
Sekaitan dengan peristiwa mengenaskan tersebut, Kepala Penerangan Korem (Kapenrem) 181 PVT, Mayor Inf. Bambang Triyono mengatakan, serangkaian proses penyelidikan masih dilakukan Pomad untuk memastikan kebenaran dari dugaan masyarakat tersebut.
Ia menegaskan bahwa permasalahan ini akan diungkap secara transparan. “Kami masih melakukan pendalaman terkait kasus ini. Kalau nanti terbukti ada anggota kami yang terlibat tentu akan ditindak tegas sesuai aturan dan hukum yang berlaku,” ujar Kapenrem.
Namun, dirinya meminta masyarakat menghormati azas praduga tidak bersalah dan menunggu hasil penyelidikan.
Dari pantauan Tabura Pos, pemblokadean ruas jalan akhirnya dibuka pada pukul 20.15 WIT setelah ada sejumlah kesepakatan dalam proses mediasi antara keluarga korban dan pihak Yonzipur yang diwakili Lettu Czi Doni Panji.
Berdasarkan dokumen tertulis yang dibacakan perwakilan keluarga besar Kareth, pihak pertama (keluarga korban) menuntut pihak kedua (pelaku) membayar denda adat sebesar Rp. 2 miliar dan biaya kedukaan sebesar Rp. 150 juta.
Selain itu, pihak keluarga korban juga menuntut pelaku tetap diproses hukum. “Biaya kedukaan akan diserahkan pada hari Senin 17 Februari 2025 sebesar Rp. 50 juta. Sisanya Rp. 100 juta akan dibayarkan 2 hari kemudian. Sementara untuk pembayaran denda adat senilai Rp. 2 miliar akan dibicarakan kembali pada mediasi kedua yang direncanakan tanggal 25 Februari mendatang,” kata perwakilan keluarga Kareth saat membacakan kesepakatan tertulis. [CR24-R1]