Manokwari, TP – Perkumpulan Asosiasi Lokal Kontraktor Orang Asli Papua (PAL-KOAP) Papua Barat berunjuk rasa di Sekretariat Badan Pengarah Percepatan Pembangunan Otonomi Khusus Papua (BP3OKP) Papua Barat di lantai 3 Gedung Keuangan Perwakilan Papua Barat dan DPR Papua Barat, Senin (24/2/2025).
Unjuk rasa damai ini menyikapi Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025 tentang efisiensi anggaran secara nasional. Terdapat 3 poin tuntutan yang dituliskan pada spanduk yang dibawa dalam aksi tersebut.
Pertama, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 29 Tahun 2025 tentang Penyesuaian Rincian Alokasi Transfer ke Daerah menurut Provinsi, Kabupaten, Kota Tahun Anggaran 2025 efisiensi belanja dalam pelaksanaan APBN dan APBD Tahun Anggaran 2025 Provinsi di Tanah Papua untuk ditinjau ulang. Sebab, Papua merupakan daerah khusus yang membutuhkan pembangunan, khususnya di bidang infrastruktur.
Kedua, Instruksi Presiden RI Nomor 1 Tahun 2025 tentang Efisiensi Anggaran dalam pelaksanaan APBD maupun APBN tahun 2025, pada diktum kelima khusus kepada Menkeu untuk dana alokasi khusus fisik dan Otsus khususnya di enam provinsi di tanah Papua dapat ditinjau kembali, karena tidak sesuai RIPPP 2022-2042 yang diamanatkan negara dalam Perpres 24 Tahun 2023 sebagai pelaksanaan Otsus Jilid 2.
Ketiga, tanah Papua adalah wilayah Otonomi Khusus dan membutuhkan percepatan pembangunan sesuai Perpres Nomor 24 Tahun 2023 sebagai amanat dari pelaksanaan UU Nomor 2 Tahun 2021 sebagai pengganti UU Nomor 1 Tahun 2001. Oleh katena itu, Pemerintah Pusat tidak boleh melakukan efisiensi anggaran untuk pembangunan di tanah Papua.
Kedatangan pengunjuk rasa diterima Ketua Kelompok Kerja (Pokja) Papua Cerdas, BP3OKP Papua Barat, Arius Mofu dan Kepala Sekretaris BP3OKP Papua Barat, Purwadhi Adhiputranto di ruang rapat BP3OKP Papua Barat.
Dalam pertemuan yang berlangsung sekitar 2 jam, perwakilan PAL-KOAP menyampaikan maksud dan tujuan aksi unjuk rasa kepada Pokja Papua Cerdas BP3OKP.
Menanggapi hal ini, Arius Mofu menjelaskan, aspirasi para asosiasi kontroktor se-Papua Barat karena sesuai kondisi efisiensi anggaran dari kebijakan negara, dimana Papua Barat mendapat imbas dengan nilai persentase 7,65 persen dari efisiensi total 16 persen secara nasional, tapi di daerah berbeda-beda dan yang paling besar adalah infrastruktur di PUPR sekitar 81 persen.
“Tapi kalau dilihat dari sektor pendidikan dan kesehatan tidak terlalu besar dan cenderung stabil. Artinya, yang paling besar di bidang infrastruktur,” kata Mofu kepada para wartawan usai pertemuan dengan PAL-KOAP, di Sekretariat BP3OKP, kemarin.
Dikatakannya, mewakili BP3OKP, dirinya menjelaskan bahwa pihaknya bertugas memastikan semua proyeksi program pembangunan se-tanah Papua, tidak lagi salah sasaran, tetapi harus tepat sasaran.
Untuk itu, kata Mofu, kehadiran BP3OKP untuk mengawal semua program di Papua Barat dengan Rencana Induk Percepatan Pembangunan Papua yang sudah diimplementasikan dalam rencana aksi percepatan pembangunan Papua.

“Nah, kehadiran mereka wujud dari kebijakan efisiensi yang dilakukan negara. Kebijakan khusus untuk pembangunan Papua yang sudah diimplementasi melalui UU Otsus Jilid 2,” jelas Mofu.
Ia mengaku, pihaknya akan berupaya agar dana Otsus tidak terlalu banyak terkena efisiensi, maka BP3OK bertugas tetap membantu mengawal aspirasi dan harapan PAL-KOAP Papua Barat.
“Permintaan asosiasi Papua terkait efisiensi anggaran khusus untuk Papua harus dipertimbangkan kembali, karena adanya Otsus lahir dari suatu kebijakan keberpihakan politik yang harus ditinjau kembali. Jangan sampai menyebabkan kondisi tidak stabil di daerah,” katanya.
Sementara Ketua PAL-KOAP Papua Barat, Alex Wonggor mengatakan, sesuai Inpres Nomor 1 Tahun 2025, efisiensi anggaran ini salah satu sektor yang terkena dampak adalah infrastruktur.
Dikatakannya, jika pihaknya hanya diam dan mengikuti kebijakan itu, maka kontraktor Papua tidak akan mendapatkan pekerjaan tahun ini, maka pihaknya melakukan aksi unjuk rasa menyikapi kebijakan efisiensi anggaran.
“Tadi kami sudah lakukan aksi damai di BP3OKP dan di DPR Papua Barat untuk menyampaikan aspirasi kami. DPR Papua Barat dan BP3OKP akan koordinasi untuk menindaklanjuti aspirasi kita kepada Pemerintah Pusat,” kata Wonggir kepada para wartawan di Kantor DPR Papua Barat, kemarin.
Wonggor menambahkan, DAU yang ditetapkan dalam APBD Provinsi Papua Barat senilai Rp. 50 miliar lebih, tetapi dengan adanya kebijakan pemangkasan anggaran, maka anggaran itu menurun hingga Rp. 2 miliar lebih.
“Kebijakan efisiensi anggaran yang sangat berdampak buruk bagi kami kontraktor asli Papua. maka harapan kami, DPR Papua Barat dan BP3OKP bisa berkoordinasi untuk menyampaikan aspirasi kami ke Pemerintah Pusat untuk segara meninjau kembali Inpres Nomor 1 Tahun 2025,” harap Wonggor.
Sementara itu, Ketua Komisi II DPR Papua Barat, Ahmad Kuddus mengatakan, tuntutan dari pengunjuk rasa bahwa adanya Inpres tersebut sangat berpengaruh terhadap kestabilan pembangunan di Papua Barat secara umum.
“Teman-teman kita asosiasi asli Papua, selama ini bergantung terhadap DAU, DAK, dan lainnya. Adanya kebijakan efisiensi, sangat berdampak pada kehidupan mereka dan perputaran ekonomi di daerah,” katanya kepada para wartawan di DPR Papua Barat, kemarin.
Dikatakannya, memang itu persoalan infrastruktur, tetapi sangat mengganggu terhadap penghasilan dari para kontraktor Papua.
“Tentunya di DPR akan menjadi persoalan bersama dan kami akan segera menindaklanjuti dalam waktu singkat dan berkoordinasi dengan BP3OKP untuk bersama-sama melanjutkan ini ke Pemerintah Pusat,” tandas Ahmad Kuddus. [FSM-R1]