Manokwari, TP – Harapan masyarakat adat sebagai pemilik hak ulayat supaya tambang emas ilegal di Wasirawi, Distrik Masni, Kabupaten Manokwari bisa dijadikan tambang rakyat, masih harus menunggu waktu.
Kepala Dinas Kehutanan (Dishut) Provinsi Papua Barat, Jimmy W. Susanto menjelaskan, butuh proses dan tahapan panjang supaya lokasi tersebut bisa menjadi pertambangan rakyat, karena status hutan lokasi tambang ilegal tersebut adalah hutan lindung.
“Sebenarnya, untuk masalah tambang yang ada, sudah berapa kali kita rapat termasuk juga dengan Polda, karena yang menjadi masalah kawasan yang dijadikan tambang berada di dalam kawasan hutan lindung,” ujar Susanto kepada para wartawan di salah satu hotel di Manokwari, Kamis (27/2/2025).
Dirinya menjelaskan, kawasan yang dijadikan pertambangan sekarang, secara aturan kehutanan, tidak bisa diberi persetujuan untuk penggunaan kawasan hutan, karena kegiatan-kegiatan non kehutanan hanya bisa melalui persetujuan penggunaan kawasan hutan.
“Salah satu persyaratan penggunaan kawasan hutan ini hanya bisa di hutan produksi, sedangkan hutan lindung tidak bisa,” tukasnya.
Menurut Susanto, untuk mengakomodir pertambangan ilegal Wasirawi dan beberapa kawasan yang ada indikasi pertambangan ilegal, perlu diubah status dan fungsi kawasan hutannya, dari kawasan hutan lindung menjadi hutan produksi.
Lanjut dia, perubahan status dan fungsi kawasan hutan bisa dilakukan melalui dua tahapan, yakni melalui cara parsial atau yang diusulkan oleh pemda, perorangan atau badan usaha, dan melalui review tata ruang wilayah provinsi.
“Kalau itu sudah diubah baik melalui tahapan parsial maupun RTRW, setelah ubah status dari hutan lindung, baru bisa kita beri izin persetujuan penggunaan kawasan hutan untuk kegiatan pertambangan. Namun sejauh ini ijin itu belum ada,” katanya.
Ia menambahkan, langkah mengubah status kawasan hutan lindung menjadi kawasan tambang, sudah ada yang mengusulkan secara parsial maupun melalui review RTRW wilayah provinsi.
“Sudah bergerak ke arah sana. Ada beberapa usulan yang disampaikan dari pemerintah kabupaten dan beberapa kawasan yang indikasi ada kegiatan pertambangan itu sudah kita masukkan ke dalam review RTRW,” ungkap Susanto.
Dijelaskannya, sesuai kewenangan, Dinas Kehutanan Provinsi Papua Barat hanya berwenang memberikan rekomendasi, sedangkan perizinan dan lainnya menjadi kewenangan Pemerintah Pusat.
Kepala Dishut menambahkan, sebelum mengeluarkan rekomendasi, harus ada pemeriksaan lapangan dan beberapa tahap lainnya terlebih dahulu.
Setelah ada pengajuan secara parsial maupun RTRW ke Pemerintah Pusat, jelas Susanto, nanti dari kementerian terkait membentuk tim terpadu yang menilai kawasan yang diusulkan, apakah layak atau tidak untuk diubah status dan fungsi kawasan hutannya.
“Masih ada beberapa penilaian lagi. Jadi, tidak bisa kita usulkan ke pusat langsung statusnya berubah. Prosesnya masih panjang, ini belum apa-apa,” tandas Susanto. [SDR-R1]