Manokwari, TP – Ombudsman RI Perwakilan Papua Barat membuka pos pengaduan di Kantor Pos Manokwari dan menerima 56 pengaduan masyarakat terkait penyaluran bantuan sosial (bansos) tahap I dari Kementerian Sosial (Kemensos) 2025, Kamis (27/2/2025).
Kepala Perwakilan Ombudsman RI Papua Barat, Amos Atkana mengatakan ketika mendapat informasi terkait penyaluran bansos dari Kemensos, pihaknya langsung melakukan sidak untuk memantau penyaluran bansos di Kantor Pos Manowkari, Rabu (26/2/2025).
Dari sidak tersebut, kata Atkana, ada warga yang menyampaikan protes dan kecewa karena tidak menerima bansos, baik Program Keluarga Harapan (PKH) maupun Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) 2025.
“Data masyarakat yang protes dan kecewa dengan alasan mereka tinggal lama, tapi tidak mendapatkan bansos. Ada warga yang baru datang, tapi sudah terima dan ada warga yang meninggal, tapi masih terima bansos,” ungkap Atkana kepada Tabura Pos di ruang kerjanya, Kamis (27/2/2025).
Ia mengatakan, ini fakta yang ditemukan dan pihaknya melakukan pendalaman dengan pihak Kantor Pos, tetapi Kantor Pos hanya dipercaya negara untuk menyalurkan bansos.
Selanjutnya, kata dia, Ombudsman melakukan pendalaman terhadap para pendamping dari setiap kelurahan dan kampung. Sayangnya, kata dia, para pendamping menyampaikan tidak tahu dan hanya melakukan validasi terhadap data-data yang turun dari Kemensos.
“Nah yang menjadi pertanyaan kami, data ini datang dari Manokwari. Secara logika alur data itu pasti ada, paling tidak melalui RT, RW naik ke kampung, kelurahan, distrik, kabupaten hingga pusat,” jelas Atkana seraya menilai ada proses data yang tidak benar, sehingga perlu diluruskan.
Untuk itu, kata Atkana, pihaknya langsung membuka pos pengaduan di Kantor Posko Manokwari, Kamis (27/2/2025). Sehari membuka pos pengaduan, Ombudsman menerima puluhan pengaduan dari masyarakat.
“Baru satu hari saja kita buka posko pengaduan, tapi kami terima 56 laporan pengaduan dari masyarakat. Kita tidak tahu besok lusa dan seterusnya, karena penyaluran tahap I dijadwalkan hingga 6 Maret,” ungkap Atkana.
Menurut dia, zaman sudah maju, tetapi masih ada warga yang belum memiliki surat-surat identitas, baik KTP, KK dan sebagainya, karena orang per orang datang menunjukkan KTP dan KK, langsung uang diberikan.
“Ada yang lama tinggal, tapi tidak dapat undang. Lalu, ada juga yang dapat undang, tapi identitasnya tidak terdaftar. Pertanyaannya undangan datang atas dasar apa? Bahkan, ada yang undangannya lain, identitasnya berbeda, seperti NIK yang tertera di undangan berbeda dengan NIK di KTP,” tandas Atkana.
Menurut Kepala Ombudsman ada kerancuan data kependudukan dan perlu dilakukan proses pelurusan dan sentralisasi data yang benar. Untuk itu, ia berharap Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil) harus proaktif memberi layanan pendataan kependudukan, karena identitas ini penting untuk pelayanan publik.
Di samping itu, kata dia, proses pendataan dan validasi harus dilakukan dengan benar, paling tidak, masyarakat yang tinggal di situ mendapat bansos, kalau pun tidak, harus dijelaskan para pendamping.

Ditanya tentang tindak lanjut dari 56 pengaduan ini, Atkana menegaskan, Ombudsman sudah melakukan rapat pleno dan segera menindaklanjuti 56 pengaduan masyarakat ke tingkat pemeriksaan.
“Sebanyak 56 pengaduan ini sudah dilakukan verifikasi dan memenuhi syarat materiil dan formil, maka akan kami tindak lanjut laporan masyarakat ke Dinas Sosial. Kami akan pertanyakan data-data penerima,” jelas Atkana.
Dikatakan Atkana, kasihan dengan mama-mama Papua yang merasa mempunyai sumber daya di sini, tetapi jika mereka tidak mendapat bansos, ini kan kasihan.
“Disdukcapil dan Dinsos diharapkan, ini warga Papua, warga Indonesia, pastikan mereka memiliki identitas, sehingga mereka mendapat haknya sebagai wujud kepedulian negara kepada warga negara,” tandas Atkana. [FSM-R1]



















