Manokwari, TP – Warga Kampung Mitiede, Distrik Minyambouw, Kabupaten Pegunungan Arfak (Pegaf) mempertanyakan realisasi bantuan yang sebelumnya dijanjikan oleh Pemerintah Provinsi (Pemprov) Papua Barat.
Hal ini dipertanyakan salah seorang warga korban longsor, Sepina Ayok saat Ketua DPR Papua Barat, Orgenes Wonggor melakukan kunjungan kerja (kunker) di Distrik Minyambouw, Selasa (18/3/2025).
Diungkapkan Ayok, sampai saat ini bantuan yang dijanjikan Pemprov Papua Barat bagi korban longsor senilai Rp. 1 miliar dan dari Ketua DPR Papua Barat senilai Rp. 100 juta tidak kunjung direalisasikan.
“Kalau ada perwakilan pemerintah yang datang di tempat longsor, kami pasti marah dan palang jalan, karena mereka buta dan tidak lihat kami masyarakat kecil,” sesal Ayok dalam pers release Rabu (19/3/2025).

Sejak musibah longsor terjadi 26 Maret 2024, lalu, ungkap Ayok belum ada perhatian pemerintah, tidak ada bantuan pakaian dan rumah yang layak, tidak ada peningkatakan jalan, dan juga pembangunan talud pengaman. Kondisi tersebut membuat warga khawatir jika sewaktu-waktu terjadi longsor lagi.
Hal senada juga diungkapkan Edi Dowansiba, terkait komitmen Pemprov Papua Barat yang tidak kunjung merealisasikan bantuan. “Warga minta supaya pemerintah bantu memperbaiki ruas jalan, bangun talud pengamanan di kali (sungai) dan gunung sebagai pengamanan supaya bisa kita kembali ke kampung dan bangun rumah kembali,” tutur Edi.
Menurut Edi, hingga kini, sebagian warga yang menjadi korban longsor masih menumpang di rumah milik keluarga. “Anak-anak yang bersekolah, juga harus jalan kaki cukup jauh. Jalan yang rusak ini juga sudah bikin orang jatuh dari motor,” imbuhnya.
Untuk itu, korban longsor mengharapkan perhatian serius dari Pemprov Papua Barat dan Pemkab Pegaf guna merealisasikan kegiatan normalisasi sungai maupun membangun talud di lokasi longsor.
Merespon hal itu, Ketua DPR Papua Barat, Orgenes Wonggor mengatakan, usulan program dan kegiatan normalisasi di lokasi longsor kampung Mitiede sudah terakomodir di dalam APBD tahun anggaran 2025.
Akan tetapi program dan kegiatan tersebut dipangkas. “Tahun anggaran 2025, kita masukkan lewat DAK. Tapi, itu salah satu program dan kegiatan yang terkena dampak dari kebijakan efisiensi anggaran. Saya dapat informasi itu, dan saya marah kepada Dinas PUPR,” ungkap Wonggor dalam pers release.
Ia mengklaim, terkait pemangkasan anggaran tersebut telah dikonfirmasi langsung ke Kepala Dinas PUPR Papua Barat. Sebab, kegiatan ini mestinya masuk dalam skala prioritas sesuai tingkat kebutuhan mendesak. “Tempat ini adalah tempat bencana. Kenapa kena efisiensi anggaran menurut Inpres 1 tahun 2025. Ini bencana, pemerintah harusnya melihat soal mana yang digeser dan tidak. Kita sudah perjuangkan diprogramkan, tapi kena pergeseran juga,” tuturnya.
Politisi Golkar ini, menyayangkan kegiatan yang mestinya menjadi prioritas justru dipangkas oleh pemerintah daerah. Selain itu, pergeseran ini, tentunya menjadi beban politik bagi setiap anggota dewan yang menghadapi hal serupa terkait aspirasi masyarakat.
“Pergeseran itu harus dilihat sesuai dengan skala prioritasnya. Ini masuk kategori darurat yang seharusnya tidak boleh digeser, tidak hanya di Pegaf di tempat lain yang kondisinya sama, tidak boleh digeser,” tandas Wonggor. [**FSM]