Manokwari, TP – Yayasan Bingkai Cerita Rakyat (BICARA) menggelar pemutaran film dan diskusi pengelolaan sumber daya alam (SDA) masyarakat adat Papua, di Aston Niu Hotel Manokwari, Kamis (27/3/2025).
Menurut Direktur Eksekutif Yayasan BICARA, Andi S.B. Saragih menjelaskan, tujuan kegiatan untuk memperkuat pemahaman peserta tentang isu-isu pengelolaan sumber daya alam oleh masyarakat adat Papua.
Selain itu, kata dia, juga mendorong diskusi yang produktif terkait solusi dan tantangan dalam pengelolaan SDA.
“Terakhir adalah membangun kesadaran kolektif mengenai pentingnya keberlanjutan dalam pengelolaan lingkungan,” kata Saragih kepada Tabura Pos di sela-sela kegiatan, Kamis (27/3/2025).
Dirincikannya, kegiatan ini dilakukan dalam bentuk nonton bareng pemutaran film dokumenter atau video edukasi yang relevan dengan pengelolaan SDA dan diskusi panel. “Setelah pemutaran dilanjutkan dengan diskusi yang dipandu moderator. Narasumber terdiri dari akademisi, aktivis lingkungan dan praktisi di bidang pengelolaan SDA,” katanya.
Ia menambahkan, narasumber atau moderator dalam kegiatan ini adalah Prof. Dr. Agustinus Murdjoko, S.Hut dan Dr. Antony Ungirwalu, S.Hut, M.Si. “Peserta dari Bicara Foundation, LSM, aktivis difabel dan BEM dari 3 perguruan tinggi di Manokwari,” kata Saragih.
Dikatakannya, pengelolaan SDA oleh masyarakat adat merupakan praktek yang berkelanjutan yang berlangsung berabad-abad. Masyarakat adat memiliki hubungan yang erat dan unik dengan lingkungan.
“Hubungan ini bukan hanya bersifat ekonomis, juga mencakup nilai-nilai budaya, spiritual dan sosial yang mendalam. Kearifan lokal yang diwariskan secara turun temurun, maka masyarakat adat memiliki cara inovatif untuk menjaga keseimbangan ekosistem, sekaligus memenuhi kebutuhan hidup,” katanya.
Lanjut dia, pengelolaan oleh masyarakat adat terbukti efektif, tetapi sering menghadapi tantangan dalam mempertahankan hak atas tanah dan SDA. Kebijakan dan tekanan dari industri seringkali mengancam keberlanjutan praktek tradisional ini.
“Konflik lahan, eksploitasi SDA dan pengakuan hukum menjadi tantangan utama yang dihadapi komunitas adat. Oleh karena itu, penguatan hak masyarakat adat menjadi sangat penting untuk melindungi ekosistem, sekaligus mendukung mereka dalam menjalankan program pengelolaan SDA,” pungkas Saragih.
Dalam diskusi ini mengemuka beberapa usulan dan saran, diantaranya perihal traumatis penyandang disabilitas, persampahan, pelibatan pelaku usaha untuk mengakomodir kaum difabel serta pengembangan komoditas kakao dan kopi. [HEN-R1]