Manokwari, TP – Sekolah mulai tingkat SD, SMP, SMA dan SMK di Provinsi Papua Barat atau Papua Barat Daya diingatkan tidak menahan ijazah siswa dengan berbagai alasan.
Kepala Perwakilan Ombudsman Republik Indonesia (ORI) Papua Barat, Amut Atkana mengatakan, berdasarkan monitoring di Papua Barat dan Papua Barat Daya, ada sejumlah sekolah yang menahan ijazah siswa, baik di jenjang pendidikan SD, SMP, SMA dan SMK dengan berbagai alasan.
Dikatakan Atkana, berdasarkan laporan yang diterima, penahanan ijazah karena ada tunggapan SPP, sehingga ijazah siswa ditahan agar bisa melunasi tunggakan tersebut.
“Pertanyaannya, itu tunggakan apa? Tidak boleh ada penahanan ijazah dalam bentuk apa pun. Biaya sekolah atau operasional tanggung jawab negara sebagaimana amanat Pasal 31 Undang-undang Dasar 1945,” tegas Atkana kepada Tabura Pos di ruang kerjanya, Selasa (6/5/2025).
Ia menjelaskan, pemerintah sudah bertanggung jawab dengan memberikan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS), sehingga tidak perlu lagi ada penahanan ijazah.
“Kami minta kepada para orang tua yang anak-anaknya diperhambat dengan penahanan ijazah oleh pihak sekolah dan menghambat anaknya untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang di atasnya, dapat segera melaporkan kepada kami,” kata Atkana.
Ia merincikan, pihaknya sudah menerima kurang lebih 7 pengaduan tentang penahanan ijazah sejak 3-4 tahun lalu di tingkat SMA.
Di samping itu, ia menambahkan, Ombudsman juga menerima laporan masih ada SD yang menahan ijazah dari peserta didik sebelumnya dengan alasan menunggak uang komite.
“Tidak perlu lagi ada pungutan dalam bentuk uang komite. Harus jelas dan transparan. Semua biaya pendidikan menjadi tanggung jawab pemerintah, tidak boleh ada pungutan lagi yang dikelola komite yang diminta oleh siswa-siswa yang berujung penahanan ijazah. Itu tidak boleh,” ujar Atkana.
Dirinya menyebutkan, masa ujian dan sebentar lagi ada penamatan, maka sekolah tidak boleh menahan ijazah dari para siswa.
“Pertanyaan saja, ketika pihak sekolah menahan dan gedung sekolah tiba-tiba terjadi hal-hal yang tidak diduga, seperti gedung sekolah runtuh atau terbakar, siapa yang bertanggung jawab,” katanya dengan nada tanya.
Untuk itu, ungkap Atkana, berikan saja ijazah karena dana BOS sudah meng-cover hal yang terkait operasional sekolah, apalagi di wilayah Otonomi Khusus (Otsus).
Ditambahkannya, sejumlah kepala daerah menggembar-gemborkan bahwa pendidikan gratis, maka implementasi Undang-undang Otsus untuk mewujudkan Papua cerdas dengan membebaskan biaya pendidikan.
Sebab, tegasnya, jika pihak sekolah menahan ijazah, maka tentu saja menghambat orang Papua untuk bersekolah, yang artinya bukan lagi Papua cerdas, tetapi menjadi Papua cemas.
“Sekali lagi, memasuki tahun ajaran 2024-2025, tidak boleh ada penahanan ijazah dalam bentuk apapun terhadap peserta didik di Papua Barat dan Papua Barat Daya,” tukasnya.
Disinggung tentang tindak lanjut dari 7 pengaduan penahanan ijazah, Atkana menjelaskan, pihaknya sudah menindaklanjuti dengan melakukan pembahasan terbatas di tahap pleno Ombudsman dan akan ditindaklanjuti.
“Kami sudah daftar dan bukti-buktinya terpenuhi untuk dinaikkan menjadi pemeriksaan. Tujuh pengaduan penahanan ijazah terjadi di wilayah Papua Barat,” pungkas Atkana. [FSM-R1]