Manokwari, TP – Komisi II DPRK Manokwari, yang diketuai Yusak Sayori, memanggil jajaran PDAM Manokwari, melakukan dengar pendapat (RDP), Selasa (20/5/2025).
RDP berlangsung di ruang rapat DPRK Manokwari, Komisi II ingin mengetahui sekaligus mendorong PDAM Manokwari yang sudah berganti menjadi Perusda Air Minum Minyei Arfak, dapat meningkatkan pendapatan asli daerahnya (PAD).
“Hearing ini kita dari Komisi II ingin mengetahui PAD di PDAM Manokwari. Kita ingin mendorong instansi pemungut pajak dan retribusi dapat meningkatkan PAD, tidak hanya PDAM, tetapi instansi lain yang ada di Manokwari,” ujar Wakil Ketua I DPRK Manokwari, Johani B. Makatita.
Diikuti Tabura Pos, alih-alih ingin mendorong peningkatan PAD, Komisi II justru mendapatkan fakta bahwa Perusda Air Minum Minyei Arfak itu, sedang dalam kesulitan dan minus pendapatan.
Plt Direktur Perusda Air Minum Minyei Arfak, Onisimus Sesa menerangkan, pelayanan air bersih kepada warga Manokwari sampai saat ini tidak maksimal, karena berbagai kendala yang dihadapi.
Mulai dari tuntutan ganti rugi tanah pada dua sumber mata air, yaitu di Warmare dan Maruni, serta kondisi pipa utama yang kebanyakan sudah bocor-bocor karena usia pipa sudah sekitar 25 tahun lebih.
“Sumber utama dari Sungai Maruni itu hanya bisa melayani wilayah rendah, karena terjadi kebocoran makanya tidak bisa melayani daerah ketinggian. Sumber air dari Warmare juga begitu ditambah permasalahan tuntutan hak ulayat, sehingga kadang mengalir kadang tidak,” jelas Sesa.
Lanjut Sesa, akibat kendala-kendala itu, jumlah pelanggan PDAM semakin banyak yang tidak membayar, dengan alasan karena air jarang mengalir.
Sesa menyebutkan, laporan terakhir tahun 2024 jumlah pelanggan sebanyak 7.742 pelanggan, dan yang tidak aktif kurang lebih 4.000-an. Sementara, sekitar 3.000 sekian pelanggan yang menggunakan air dari PDAM juga tidak rutin membayar dengan alasan air tidak mengalir.
Menurutnya, di tahun 2024 saja, jika semua pelanggan membayar maka pendapatan setahun mencapai sekitar Rp3,9 miliar lebih. Namun, realisasinya justru tunggakan pelanggan lebih besar mencapai Rp 3,6 miliar daripada pendapatan real yang masuk setiap bulannya.
Dikatakannya, setiap bulannya pendapatan PDAM sekitar Rp300 juta. Tetapi, pendapatan itu tidak sebanding dengan operasional sebulan yang dibutuhkan mencapai Rp300 juta lebih. Salah satunya untuk memperbaiki pipa yang bocor.
“Kalau dihitung-hitung tahun 2024 kita kehilangan banyak pendapatan sekitar Rp7 miliar lebih, karena banyak yang menunggak. Termasuk Kantor DPR dan Kantor Bupati sudah 3 tahun menunggak. Kas kita saat ini ada di bawah Rp50 juta,” bebernya.
Sesa juga mangatakan, Perusda Air Minum Minyei Arfak tidak mendapatkan modal dari pemerintah daerah. Hanya sekali di tahun 2019 saat masih berstatus PDAM Manokwari.
Mengenai tuntutan ganti rugi hak ulayat, Sesa menambahkan, tuntutan hak ulayat sumber di Maruni senilai Rp3 miliar dan sudah dibayar Rp1,5 miliar tahun 2023. Sementara, sumber air yang di Warmare dituntut Rp7 miliar, namun sampai saat ini belum dibayar.
Menyikapi itu, pimpinan dan anggota Komisi II DPRK Manokwari akan berusaha berkomunikasi dengan pemilik hak ulayat.
Selain itu, Komisi II juga meminta Perusda Air Minum Minyei Arfak membuat rencana anggaran biaya (RAB) yang dibutuhkan dan akan didorong kepada pimpinan.
“Dari hearing ini kita butuh langkah konkrit selanjutnya dari Perusda ini supaya bisa didorong untuk dicarikan solusi, karena air bersih ini kebutuhan dasar masyarakat dan masyarakat sudah banyak yang kecewa dengan pelayanan PDAM,” ujar anggota Komisi II, Masrawi Ariyanto.
Komisi II meminta Peruda membuat perencanannya sebaik mungkin dan akan dorong kepada bupati, Komisi II DPR Provinsi Papua Barat, bahkan sampai ke kementerian terakait.
“Habis hearing ini nanti kita akan ketemu lagi, kita dorong sama-sama, sehingga hearing ini tidak hanya seremoni melainkan ada output yang kita peroleh,” imbuh Sayori. [SDR-R4]