Manokwari, TP – Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) RI Perwakilan Papua gelar diskusi buku berjudul ‘Polisi OAP Sebuah Jembatan Baru Merebut Kepercayaan Orang Papua dan Mitigasi Konflik’ yang berlangsung di Kantor Perwakilan YLBH Sisar Matiti, Kabupaten Manokwari,
Sabtu (24/5/2025).
Tujuan penulisan dan penerbitan buku ini guna memperkuat institusi kepolisian dalam rangka memperdayakan anak-anak Papua. Sebab, termuat berbagai perspektif antropologi, sosiologi, maupun hukum adat.
“Kalau kita ingin merubah kultur polisi maka kita harus masuk menolog mereka. Kita gunakan istilah mitigasi, Polri di Papua merupakan satu satunya institusi di Papua yang setiap tahun menyiapkan formasi 70 persen bagi anak-anak Papua,” ujar Kepala Perwakilan Komnas HAM RI Papua, Frits B. Ramandey dalam kegiatan diskusi buku, pekan lalu.
Dalam konteks Papua, menurutnya, konflik mulai meluas kemana-mana, baik konflik sipil politik, ekonomi, sosial maupun budaya hingga Pemerintah Pusat maupun daerah seakan kehilangan energi guna selesaikan konflik yang semakin massif di Tanah Papua.
Sebelum ada kebijakan Otonomi Khusus (Otsus), konfliknya tidak terlalu banyak walaupun represi negara sangatlah tinggi. Namun, setelah 25 tahun ada Otsus konfliknya terjadi diberbagai dimensi yang menembus lapisan sosial.
“Dulu, OPM tidak banyak melakukan kegiatan criminal, dia menghormati guru, perawat dan mereka tidak bakar sekolah, rumah sakit kendati ditempati oleh mereka,” kisahnya.
Sekarang, kata Ramandey, struktur OPM berubah dalam struktur baru. Dimana, mereka punya banyak senjata, banyak Kodap, banyak personel yang kemudian menggunakan senjata dalam mengepresikan protes-protes mereka.
Begitu banyak orang yang menjadi korban, baik TNI, Polri, kelompok sipil bersenjata korban, masyarakat sipil apa lagi, mereka bisa menjadi korban langsung atau memilih mengungsi.
“Kita tidak punya cara lagi, maka Komnas Ham mendorong dialog kemanusiaan. Dimana, kita ingin menarik para aktor dan para pihak untuk berdialog,” ujarnya.
Lebih lanjut, kata dia, Papua memiliki potensi anak muda Papua yang mengabdi di institusi kepolisian, sehingga mereka dihadapkan berperan sebagai polisi plus.
Dimana, polisi plus bekerja tanpa membawa senjata tetapi menjadi agen perubahan atau dapat memitigasi persoalan di kampung-kampung tempat mereka mengabdi.
Menurutnya, dalam masyarakat modern konflik sangatlah dibutuhkan. Karena itu, konflik harus dapat dikelola supaya menggerakan partisipasi masyarakat.
“Nah, buku ini diarahkan kesana dalam rangka polisi-polisi anak Papua bisa menjadi agen perubahan, agenda perdamaian, maka kita sebutkan jembatan baru mitigasi konflik,” ujarnya.
Disamping itu, tambah dia, anak-anak Papua diharapkan dapat dihormati oleh masyarakat non Papua. Jadi kesempatan-kesempatan ini harus diharmati, dibutuhkan dukungan masyarakat luar untuk memberikan dukungan terhadap anak-anak Papua.
Sehingga, sambung dia, mereka mendapatkan kesempatan untuk berkarir, meningkatkan kapasitas maupun diberikan kesempatan untuk menduduki jabatan-jabatan stategis di struktur kepolisian.
“Kita berharap polisi Otsus kedepan tidak lagi bertugas membawa senjata, terkecuali dalam operasi penegakan hukum atau operasi penertiban wilayah-wilayah tertentu. Tapi, dalam operasi kamtipmas sebaiknya jangan,” sarannya.
Disinggung terkait dengan penerbitan buku saku bagi para anggota kepolirian, klaim Ramandey, pihaknya sudah menerbitkan buku saku, baik buku saku bagi serse, untuk samapta maupun intelejen dan lainnya.
“Jadi ketika polisi bertugas mereka sudah pegang buku saku dalam perspektif HAM,” ujarnya seraya menambahkan, pihaknya sedang mendorong agar materi HAM diajarkan oleh Komnas HAM tetapi juga materi terkait sosiologi, antropoligi dan materi-materi umum itu jangan seorang polisi yang mengajar tetapi harus orang yang memiliki kepakaran.
“Kami juga ingin mendorong reformasi kurikulum pendidikan polisi dalam konteks Papua. Sehingga, semua orang yang bertugas termasuk non Papua yang direkrut di Papua dapat memahami karakteristik budaya, maka kami mendorong tambahan muatan lokal dalam kurikulum pendidikan polisi,” tandas Ramandey. [FSM-R5]


















