Manokwari, TP – Sejak diresmikan pada 20 Juli 2023, Pusat Terapi Jiwa dan Rehabilitasi Narkotika dan Zat Adiktif (Napza) RSUP Papua Barat lebih banyak menangani pasien sakit jiwa murni dibandingkan pasien yang direhabilitasi napza.
Direktur RSUP Papua Barat, dr. Arnoldus Tiniap menjelaskan, ada orang tertentu karena gangguan atau stress dengan jiwanya, akhirnya memakai napza.
Selain itu, lanjut dia, ada juga yang memakai napza dengan terus-menerus, sehingga mempengaruhi psikis-nya dan mengalami gangguan jiwa.
Diakuinya, beberapa pasien dirujuk ke RSUP berasal dari beberapa daerah, seperti Kaimana, Teluk Bintuni, Teluk Wondama, dan lain sebagainya, tetapi harus diakui, untuk perawatan jangka panjang membutuhkan kerja sama dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes).
“Perawatan jiwa itu bukan cuma satu atau dua minggu, tetapi bisa berbulan-bulan. Itu yang perlu kita tingkatkan dari Kemenkes. Itu kan ada programnya, jadi kita bisa rawat sampai sekian bulan, harus ada biaya operasional,” jelas Tiniap kepada para wartawan di RSUP Papua Barat, beberapa waktu lalu.
Ia mengakui, untuk memberikan pelayanan yang optimal, tentu membutuhkan fasilitas pendukung, seperti tempat olahraga, ruang seni, ruang karaoke, dan lain sebagainya.
“Itu yang belum ada. Saya harap itu bisa juga dianggarkan, karena terapi jiwa itu kompleks, bukan cuma kita kasih obat, tetapi butuh waktu mengalihkan mereka punya pikiran. Jadi, itu kekurangan yang perlu kita lengkapi,” tukasnya. [AND-R1]




















