Manokwari, TP – Kepala Perwakilan Ombudsman Republik Indonesia (ORI) Papua Barat, Amus Atkana mengatakan, spirit pendidikan gratis saat ini lagi semarak digaungkan oleh pimpinan daerah, baik ditingkat provinsi maupun kabupaten.
Tetapi, kata Atkana, hingga sekarang belum ada cantolan hukum yang tepat dimunculkan sebagai dasar penerapan kebijakan pendidikan gratis terutama di provinsi-provinsi yang memiliki kebijakan kekhususan.
Dikatakan Atkana, secara kenegaraan Mahkamah Konstitusi (MK) baru saja mengabulkan sebagian gugatan uji materil Pasal 34 Ayat 2 Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas), Selasa (27/5/2025).
Dimana, lanjut dia, dalam putusan MK tersebut mengamanatkanm, pemerintah pusat dan daerah wajib memberikan pendidikan gratis bagi seluruh anak Indonesia, dari tingkat SD hingga SMP di sekolah negeri maupun sekolah madrasah swasta.
Tentunya harus ada penyesuaian klausul-klausul sesuai dengan putusan MK. Kemudian, aturan ini akan menjadi panyung hukum bagi daerah-daerah yang menerapkan kebijakan pendidikan gratis. Misalnya, seperti di Papua Barat yang lagi semarak menerapkan pendidikan gratis, baik ditingkat provinsi maupun kabupaten se-Papua Barat.
“Pertanyaan saya, kebijakan pendidikan gratis ini untuk jenjang pendidikan mana saja? Berapa lama gratis? Apa yang digratiskan? Sekolah mana saja yang gratis? Orang-orang yang mana yang harus digratisnya? Nah, perlu dijelaskan atau diatur dalam peraturan gubernur (Pergub) atau peraturan bupati (perbup),” terang Atkana kepada Tabura Pos di ruang kerjanya belum lama ini.
Menurutnya, putusan MK yang akan disesuaikan dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentunya dapat menjadi panyung hukum bagi daerah-daerah yang saat ini tengah mengaungkan kebijakan pendidikan gratis.
“Ini perlu diatur supaya jangan kita hanya ngomong gratis, gratis dan gratis. Tapi, ujung-ujungnya kita ketemu sapi punya susu, kerbau punya nama,” ujarnya seraya menambahkan, daerah ini memiliki kebijakan otonomi khusus, apakah gratis ini untuk ruang-ruang kekhususan, anggarannya dari anggaran kekhususan atau bagaimana.
Lebih lanjut, kata dia, bukan dibeda-bedakan tetapi Papua Barat memiliki kebijakan Otonomi Khusus, maka perlu perhatikan dengan baik termasuk di sektor lainnya yang menjadi amanat dari UU Otsus.
Untuk itu, Atkana menyarankan, DPR Papua Barat maupun MRPB dapat mengawal kebijakan pendidikan gratis ini. Karena DPR memiliki fungsi pengawasan terutama yang diangkat melalui mekanisme pengangkatan di tingkat kabupaten dan provinsi.
“Marilah kita bersinergris untuk mengawal kebijakan pendidikan gratis ini,” tandas Atkana. [FSM-R5]