Manokwari, TP – Ketua Kelompok Kerja (Pokja) Adat, Majelis Rakyat Papua Barat (MRPB), Musa Mandacan mendesak Komisi II DPR-RI untuk segera turun menyelesaikan persoalan pemekaran Daerah Otonomi Baru (DOB) Manokwari Barat yang berada di antara Kabupaten Manokwari dan Kabupaten Tambrauw.
Menurutnya, Komisi II DPR-RI harus turun dan melihat kondisi yang ada di Manokwari Barat. Sehingga, tidak mendengar informasi dari oknum-oknum tertentu.
Dikatakan Mandacan, sampai saat ini masyarakat adat yang berada di wilayah Manokwari Barat di Kampung Janderauw dan Pertigaan Sarai, Distrik Sidey telah melakukan aksi blockade jalan kurang lebih selama 1 minggu terakhir ini.
Aksi pemalangan ini dalam rangka menuntut tindaklanjut dari proses pemekaran DOB Manokwari Barat. Karena selama ini masyarakat sudah menunggu proses tersebut, kata Mandacan kepada wartawan di Kantor Gubernur Papua Barat, Senin (30/6/2025).
Diungkapkan Mandacan, sebelumnya ada 4 distrik yang masuk di Manokwari Barat. Tetapi, dipinjam pakaikan ke Kabupaten Tambrauw sebagai syarat untuk pemekaran DOB Kabupaten Tambrauw.
Untuk itu, kata dia, Bupati Tambrauw harus memahami sejarah ini dan harus segara menerbitkan surat perihal pengembalian 5 distrik tersebut ke wilayah Manokwari Barat.
Disebutkan Mandacan, ke-4 Distrik yang dimaksud diantaranya, Distrik Mubrani, Distrik Saukorem, Distrik Kebar, Distrik Kebar Timur dan Distrik Senopi.
“Sebelum adanya Kabuapten Tambrauw, Distrik-Distrik ini berada di wilayah administrasi Manokwari. Karena lebih dekat ke Manokwari, sehingga aktivitas masyarakat lebih banyak di Manokwari,” terang Mandacan.
Dijelaskan Mandacan, Kamis (19/6/2025) pihaknya telah turun melakukan mediasi penyelesaian persoalan blockade jalan. Kemudian, meminta Bupati Tambrauw dapat segara menyelesaikan persoalan ini. Sayangnya, hingga sekarang belum ada respon positif dari Pemkab Tambrauw.
“Sebelumnya, sudah ada rekonsiliasi antara Gubernur Papua Barat dan Papua Barat Daya yang berlangsung di Fanindi ST, Manokwari dan sudah ada sumpah bambu sesuai adat. Tetapi, kami tidak tahu apa maksud dan tujuan dari bupati Tambrauw ini,” terang Mandacan.
Disinggung terkait tindaklanjut aspirasi masyarakat untuk pertemuan antara Gubernur Papua Barat dan Papua Barat Daya, kata Mandacan, pihaknya telah menindaklanjuti aspirasi tersebut tetapi belum ada respon.
Untuk itu, dirinya menyarankan, perlu ada gelar tikar adat antara Pemprov Papua Barat dan Papua Barat Daya, sehingga dapat menghadirkan para pihak, baik bupati Manokwari maupun Bupati Tambrauw di Kebar.
Dalam gelar tikar adat, lanjutn dia, harus dilaksanakan di Kebar dan Gubernur Papua Barat, Gubernur Papua Barat Daya, Bupati Tambrauw, Bupati Manokwari harus duduk bersama.
Sehingga, sambung dia, ada komitmen bersama, tetapi kalau prosesnya dilakukan di masing-masing kabupaten, maka akan terjadi tarik menarik, jadi saran disarankan harus ada gelar tikar adat.
“Kalau tidak ada langkah-langkah kontrik yang diambil oleh Pemprov Papua Barat dan Papua Barat Daya tentunya, akan terjadi konflik berkepanjangan dan masyarakat adatlah yang terkena dampak dari persoalan ini, ini adalah kepentingan elit politik di daerah,” tandas Mandacan. [FSM-R5]