Manokwari, TP – Ketua Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Papua Barat, Ferry Auparay menyambut baik program Koperasi Kampung dan Kelurahan (Kopkamkel) Merah Putih yang diluncurkan Presiden Prabowo Subianto.
Menurut Auparay, program Kopkamkel Merah Putih merupakan strategis yang dapat memutuskan rantai distribusi ekonomi yang selama ini menyulitkan masyarakat kampung yang sulit mengakses pasar.
Dijelaskan Auparay, kesenjangan antara kota dan kampung selama ini sangat jauh, Dimana, sambung dia, masyarakat kampung kesulitan memasarkan hasil panen maupun tangkapan hasil laut secara langsung.
Auparay menilai, dengan kebijakan program Kopkamkel Merah Putih dapat membawa solusi dengan menempatkan modal dan pasar langsung di desa.
“Tentunya, program ini memberikan konsep yang baik dan peluang putuskan rantai ekonomi yang yang panjang. Sehingga, uang tetap berputar di kampung, ini akan mendorong kemandirian masyarakat kampung,” kata Auparay kepada wartawan di salah satu hotel di Manokwari, kemarin.
Menurutnya, keberhasilan program Kopkamkel Merah Putih tergantung pada kesiapan infrastruktur dan keterlibatan aktif pemerintah daerah terutama dinas teknis.
“Kalau kita lihat, desa-desa di Pulau Jawa relatif mandiri, sebab didukung oleh infrastruktur dasar yang memadai. Sedangkan, kita di Papua masih minim sarana dan prasarana penunjang, baik jalan, transportasi, hingga akses pasar,” kata Auparay.
Untuk itu, dirinya berharap, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Papua Barat maupun pemerintah kabupaten (Pemkab) se Papua Barat tidak hanya menyambut program ini secara administrasi, melainkan dapat menghyadirkan secara nyata dan dapat mengawal implementasinya.
Misalnya, kata dia, di Kabupaten Kaimana mempunyai ikan lema dan tuna yang melimpah, dan Teluk Wondama memiliki potensi rumput laut luar biasa.
Sayangnya, sampai sekarang, koperasi sudah dibentuk, namun di mana investor atau pembeli tetapnya? Tidak ada. Pemerintah harus menjembatani ini.
Auparay yang juga Anggota DPR Papua Barat menyarankan, perlu adanya pendampingan masyarakat dalam mengelola koperasi, terutama dalam hal pengelolaan keuangan.
Sebab, ungkap dia, besarnya anggaran yang dikucurkan dalam program ini mencapai Rp. 3 miliar perkoperasi, yang menurutnya memerlukan sistem pengawasan dan tata kelola dari hulu ke hilir agar tidak menimbulkan masalah di kemudian hari.
“Dengan SDM yang belum siap, dana sebesar itu bisa jadi masalah. Pemda harus siapkan perangkat dan SDM yang benar-benar siap sebelum dana ini diturunkan,” pungkasnya. [FSM-R5]