Manokwari, TP – Perwakilan mahasiswa dan mahasiswi Fakfak di Kabupaten Manokwari, Provinsi Papua Barat, kembali berunjuk rasa di Kantor Kejati Papua Barat, Arfai, Manokwari, Senin (21/7/2025).
Dalam aksinya, para pengunjuk rasa meminta kejaksaan memanggil pihak Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Fakfak dan PT Fulica untuk dimintai klarifikasi terkait masalah sengketa tanah asrama mahasiswa dan mahasiswi Fakfak di Manokwari.
Terdapat 7 poin aspirasi yang disampaikan, diantaranya menindaklanjuti aksi pertama di Kejati Papua Barat terkait proses pembelian tanah asrama mahasiswa Fakfak, yang diduga tidak sesuai mekanisme dan procedural dan mengarah ke kasus pidana.
Kedua, meminta kembali tuntutan kepada Kejati Papua Barat sesegera mungkin, bisa memanggil dan memeriksa kembali Pemkab Fakfak terkait persoalan sengketa tanah asrama mahasiswa dan mahasiswi Fakfak di Manokwari.
Ketiga, meminta Kejati Papua Barat segera mengkoordinasikan masalah ini dengan Kejari Fakfak terkait persoalan tersebut. keempat, meminta Kejati Papua Barat menindak Pemkab Fakfak dalam penyelesaian persoalan asrama maupun kontrakan Fakfak yang berada di seluruh kota studi yang sedang bermasalah.
Kelima, meminta Kejati Papua Barat agar bisa menyelesaikan masalah ini secepatnya dan keenam, meminta Kejati Papua Barat mengambil langkah secepatnya.
Jika belum ada tindakan, maka massa aksi akan hadir kembali untuk ketiga kalinya dalam jangka waktu satu minggu dengan massa aksi yang berbeda.
Ketujuh, meminta Bupati Fakfak agar sesegera mungkin mengambil tindakan atas permasalahan asrama mahasiswa dan mahasiswi Fakfak di setiap kota studi yang belum terealisasi hingga saat ini.
Menurut salah satu peserta aksi, Rusman, aksi ini dilakukan di kejaksaan, bukan ke Pemkab Fakfak, karena penyelesaian asrama Fakfak dalam proses administrasi, diduga ada unsur pidana.
Dikatakannya, Pemkab Fakfak sebagai pihak pertama mempunyai tanah dari PT Fulica sebagai pihak kedua. Lanjut Rusman, dalam proses pembelian tanah yang dinyatakan lunas, tetapi dalam sertifikat tanah yang ditemukan statusnya bukan hak milik, tetapi hak pakai.
“Kami berharap kejaksaan bisa memanggil para pihak terkait untuk dimintai klarifikasi agar masalah ini menemui titik terang. Kalau kejaksaan tidak mampu, nanti kami adukan ke Polda Papua Barat saja biar ditangani,” jelas Rusman.
Menanggapi tuntutan para pengunjuk rasa, Asisten Intelijen (Asintel) Kejati Papua Barat, Muhammad Bardan yang menerima aspirasi, mengatakan, terkait hal ini, pihaknya sudah berkoordinasi dengan Bidang Pidana Khusus (Pidsus).
“Nanti kami koordinasi lagi. Aspirasinya kami terima. Kami koordinasikan secara internal seperti apa langkah-langkah selanjutnya. Data yang disampaikan akan divalidasi terlebih dahulu. Yang jelas, kami terbuka dan menerima mahasiswa sekalian,” kata Bardan. [AND-R1]