Manokwari, TP – Keputusan Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto yang memberikan Amnesti dan Abolisi kepada Hasto Kristiyanto dan Thomas Lembong, menuai sorotan tajam dari kalangan mahasiswa dan pemuda.
Salah satunya datang dari Tokoh Pemuda Manokwari, Herson Korwa, SH. Ia menyatakan, meski prosedur hukum telah dijalankan sesuai konstitusi, keputusan tersebut tetap menimbulkan kekhawatiran akan lemahnya integritas sistem hukum Indonesia.
Menurut Herson, proses formil telah ditempuh dengan benar. Presiden telah mengajukan permohonan amnesti dan abolisi kepada DPR pada 30 Juli 2025, dan mendapat persetujuan DPR keesokan harinya, 31 Juli 2025.
Secara konstitusional, ini mengacu pada Pasal 14 Ayat 2 UUD 1945, yang mengatur bahwa pemberian Amnesti dan Abolisi oleh Presiden harus mendapat persetujuan dari Dewan Perwakilan Rakyat.
Namun, menurut Herson, masalah utama bukan pada proses, melainkan substansi kebijakan tersebut.
Ia mempertanyakan urgensi dan alasan yang mendasari pemberian Amnesti dan Abolisi kepada Hasto dan Tom Lembong yang sebelumnya telah divonis bersalah oleh pengadilan dalam kasus pidana korupsi.
Hasto Kristiyanto, sebelumnya dijatuhi hukuman 6 bulan penjara dan denda Rp250 juta atas keterlibatannya dalam kasus suap yang melibatkan Harun Masiku. Sedangkan Thomas Lembong divonis 4 tahun 5 bulan penjara atas dugaan korupsi dalam kebijakan impor saat menjabat sebagai Menteri Perdagangan.
“Ini berpotensi menjadi preseden buruk bagi penegakan hukum. Seolah-olah hukum bisa dinegosiasikan jika menyangkut tokoh penting atau elite politik,” kata Herson kepada wartawan di Jl. Trikora Wosi, Rabu (6/8/2025).
Lebih lanjut, Ia menyoroti klaim pemerintah bahwa pemberian Amnesti dan Abolisi tersebut merupakan bagian dari rekonsiliasi nasional pascapemilu 2024 dan sebagai langkah menyambut Hari Kemerdekaan ke-80 RI.
“Benar, Presiden memiliki hak prerogatif, namun dalam kasus tindak pidana korupsi yang mengancam kedaulatan dan integritas bangsa, apakah ini langkah yang tepat?” tanyanya.
Herson juga menilai bahwa keputusan ini menciptakan persepsi impunitas politik, di mana pelaku korupsi yang memiliki pengaruh politik kuat dapat lolos dari jerat hukum.
Ia menyatakan hal ini melemahkan independensi lembaga peradilan dan mencederai prinsip equality before the law.
“Kalau ini terus dibiarkan, kita khawatir akan masa depan hukum Indonesia. Apakah Indonesia akan menuju masa keemasan atau kecemasan justru kemunduran hukum yang besar?” katanya.
Herson menyerukan agar semua pihak eksekutif, legislatif, dan yudikatif mengambil langkah bijak dan bertanggung jawab dalam menetapkan kebijakan hukum.
“Pentingnya menjaga kepercayaan publik terhadap sistem peradilan demi masa depan bangsa yang lebih baik,” tukasnya.
Pandangan berbeda disampaikan, Ketua Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Manokwari, Herdin.
Ia menilai langkah Presiden Prabowo sebagai bentuk respons cepat terhadap dinamika penegakan hukum di tanah air.
“Terkait Amnesti dan Abolisi yang dikeluarkan oleh Presiden Prabowo dengan catatan memperhatikan pertimbangan DPR, ini bukan tanpa alasan. Presiden merespons dinamika penegakan hukum yang terjadi di tengah-tengah masyarakat, khususnya dalam kasus Hasto Kristiyanto dan Tom Lembong,” kata Herdin di tempat yang sama.
Ia menilai keputusan ini merupakan penerapan hak prerogatif Presiden sebagaimana diatur dalam konstitusi.
“Jika ditinjau dari sisi prosedural, Presiden mengeluarkan keputusan tersebut atas dasar perintah UUD 1945 Pasal 14. Artinya, Presiden memiliki hak istimewa untuk meniadakan jerat pidana terhadap seseorang,” jelasnya.
Ketua HMI Cabang Manokwari juga menilai bahwa pemberian Amnesti dan Abolisi membawa dampak positif, baik secara hukum maupun politik.
Ia menyebut keputusan tersebut sebagai “kabar gembira” bagi masyarakat Indonesia. “Pak Presiden tampil secara responsif dalam menyikapi persoalan-persoalan yang dapat merusak marwah institusi pemerintahan, terutama lembaga penegak hukum. Ini menunjukkan bahwa kepala negara tidak tinggal diam atas polemik yang berpotensi mengganggu stabilitas hukum nasional,” tambahnya.
Meski masih terdapat perdebatan di ruang publik, namun menurut Herdin, sebagian besar masyarakat menerima kebijakan ini secara terbuka.
“Amnesti dan abolisi diterima secara terbuka oleh masyarakat. Ini menandakan bahwa langkah Presiden dianggap baik dan sesuai dengan kebutuhan bangsa saat ini,” pungkasnya.
Dengan langkah ini, Presiden Prabowo menunjukkan komitmennya untuk menjaga stabilitas nasional, termasuk dalam ranah hukum dan politik.
“Waktu akan menjadi penentu, apakah keputusan ini akan memperkuat kepercayaan publik atau menimbulkan kontroversi lebih lanjut,” imbuhnya. [SDR-R4]