Manokwari, TP – Akhirnya, Plt. Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Manokwari, Marthen L. Rantetampang membeberkan penyebab sejumlah murid SD Inpres 45 Arowi, Kabupaten Manokwari yang sempat menjalani perawatan medis di puskesmas dan RSUD Manokwari, beberapa waktu lalu.
Mereka dilarikan ke puskesmas dan RSUD Manokwari untuk mendapatkan penanganan medis usai menyantap makanan dari program Makan Bergizi Gratis (MBG).
Berdasarkan hasil pemeriksaan atau pengujian dari BPOM Manokwari, terdapat menu makanan yang mengandung bakteri.
Rantetampang merincikan, sampel MBG yang diuji, yaitu: nasi sayur, ayam, dan pisang, dimana ada 2 makanan yang tidak memenuhi syarat.
“Hasilnya sudah keluar, ada dua menu yang tidak memenuhi syarat, yaitu nasi dan ayam. Ada mengandung bakteri yang menghasilkan racun,” beber Rantetampang kepada para wartawan di Universitas Muhammadiyah Papua Barat, Manokwari, Sabtu (23/8/2025).
Ia mengutarakan, hasil dari pengujian sampel langsung dirapatkan tim dari Dinkes Manokwari dan Dinkes Provinsi Papua Barat. Tim, kata dia, menyimpulkan bahwa penyebab nasi dan ayam mengandung bakteri Bacillus Cereus karena jeda waktu saat memasak sampai dikonsumsi sudah melewati batas aman.
“Besar kemungkinan makanan itu dimakan sudah lebih dari enam jam, sehingga ketika dimakan, bakteri sudah berkembang dan menimbulkan mual, pusing pada siswa,” terang Plt. Kadinkes.
Dijelaskan Rantetampang, sedianya bakteri Bacillus Cereus ada pada makanan (nasi dan daging) dengan kadar normal, tetapi karena lebih dari 6 jam, maka bakteri berkembang dengan cepat.
Ditambahkannya, dari hasil pengujian tersebut, pihaknya langsung melakukan evaluasi secara menyeluruh terhadap tata kelola, manajemen pihak ketiga (IB) selaku dapur MBG.
Menurutnya, keterlambatan dalam rantai produksi hingga dikonsumsi dinilai sebagai faktor utama munculnya kasus tersebut.
“Mungkin karena masaknya dari tengah malam dan didistribusikan lebih dari enam jam atau mungkin makanannya cepat sampai, tetapi saat dimakan lebih dari enam jam, sehingga bakteri itu berkembang dan menjadi toksin,” rincinya.
Dirinya mengimbau pihak sekolah tidak terlalu lama memberikan MBG ke para siswa dan meminta pihak IB selaku dapur yang menyajikan MBG memperhatikan syarat-syarat kelaikan kesehatan makanan.
Disinggung soal kewenangan Dinkes terhadap dapur MBG, kata Rantetampang, pihaknya tidak memiliki kewenangan, dimana nasib dapur MBG tergantung Badan Gizi Nasional (BGN).
Dikatakannya, seharusnya setiap dapur MBG mendapatkan rekomendasi dari Dinkes, tetapi yang berjalan sekarang, Dinkes tidak terlibat, karena pendirian dapur MBG langsung dari BGN. “Sebelum beroperasi, seharusnya dapur MBG melengkapi sejumlah persyaratan dan diketahui Dinkes, tapi ternyata, Dinkes tidak terlibat dan mereka belum lengkapi itu,” sebut Rantetampang.
Dengan kejadian tersebut, tambah Rantetampang, pihaknya sudah mengundang semua pihak yang terlibat dalam pengelola dapur MBG di Kabupaten Manokwari untuk menyiapkan syarat-syarat yang diperlukan supaya dapur MBG bisa beroperasional.
“Semua dapur MBG wajib dapat izin atau rekomendasi dari Dinas Kesehatan. Untuk sementara, dapur MBG lagi membenahi dan mengurus syarat-syarat yang ditentukan,” katanya.
Ditanya apakah ada ahli gizi di setiap dapur MBG yang ditempatkan Dinkes, Plt. Kadinkes mengatakan, sejauh ini Dinkes Manokwari tidak dilibatkan dalam penempatan ahli gizi di setiap dapur MBG, karena murni direkrut BGN. “Tidak ada intervensi dari Dinkes, bahkan pemda,” ujar Rantetampang.
Dirinya berharap agar kejadian serupa tidak terjadi lagi, maka seluruh dapur penyedia MBG wajib mendapatkan rekomendasi dari Dinkes sebelum beroperasi.
“Dengan begitu, pengawasan standar keamanan pangan bisa dilakukan lebih ketat. Dapur MBG harus dibina dan diketahui keberadaannya oleh Dinas Kesehatan agar kasus serupa tidak terjadi kembali,” pungkas Rantetampang. [SDR-R1]


















