Manokwari, TP – Pemerintah Provinsi (Pemprov) Papua Barat gelar evaluasi pemanfaatan dan peredaran hasil hutan kayu bersama Pemegang Perizinan Berusahan Pemanfaatan Hutan (PBPH) di wilayah Papua Barat, Senin (25/8/2025).
Pertemuan tersebut diawali dengan pemaparan misi Asta Cita Presiden RI, visi Kementerian Kehutanan dan visi misi Gubernur dan Wakil Gubernur Papua Barat.
Kepala Dinas Kehutanan (Dishut) Papua Barat, Jimmy Susanto mengatakan, maksud pertemuan kali ini dalam rangka penyampaikan perkembangan dan araha kebijakan pengelolaan hasil hutan di Papua Barat.
Dengan tujuan, kata Susanto, mengoptimalisasi kegiatan pemanfaatan peredaran dan pengolahan hasil hutan, penyerapan tenaga kerja khususnya orang asli Papua (OAP) dalam rangka mengurangi tingkat pengangguran dan penghentian kayu bulat keluar provinsi Papua Barat.
“Penghentian peredaran kayu bulat keluar dari Provinsi Papua Barat. Inilah yang akan menjadi fokus utama kita pada pertemuan kali ini,” terang Susanto dalam pertemuan yang berlangsung di lantai III Kantor Gubernur Papua Barat, kemarin.
Ia menjelaskan, penghentian kayu bulat keluar Papua Barat dilakukan berdasarkan Peraturan Gubernur Papua Barat Nomor 51 Tahun 2018 tentang Peredaran hasil Huta Kayu Bulat.
Kemudian, Surat Edaran Gubernur Papua Barat No. 522.21/1303/GPB/2020 tentang Peredaran Hasil Hutan Kayu Bulan di Papua Barat.
“Saat ini kami bersama Biro Hukum, Setda Papua Barat tengah menyusun draf Rancangan Peraturan Gubernur (Rapergub) tentang Peredaran hasil Hutan Kayu Bulat di Papua Barat untuk Kayu Zero di 2026,” ujarnya.
Menurutnya, berdasarkan regulasi-regulasi tersebut dan araha kebijakan pemanfaatan hasil hutan kayu di Papua Barat, maka hasil hutan dari Papua wajib diolah di tanah Papua.
Sedangkan, untuk peredaran hasil hutan kayu hanya untuk kebutuhan di dalam wilayah Papua.
“Nah, sambil menunggu pembangunan industri, kayu bulat dapat keluar dari Papua Barat, tetapi diberikan batas waktu hingga 31 Desember 2026 para pemengan PBPH harus membangun Industri pengolah kayu bulat di Papua Barat,” singkat Susanto.
Sementara itu, Gubernur Papua Barat, Dominggus Mandacan mengatakan, Papua Barat memiliki Undang-undang Nomor 2 Tahun 2021 tentang Otonomi Khusus yang mengatur juga tentang pengolahan hasil hutan kayu di wilayah Papua Barat.
Dikatakan Mandacan, selain para pemegang PBPH di Papua Barat juga terdapat perusahan Pabrik Sementen, BP LNJ Tangguh di Teluk Bintuni dan akan dibangun Pabrik Pupuk di Fakfak.
“Berkaitan dengan semua ini, kita akan pada Indonesia Emas Tahun 2045 dan Papua Emas Tahun 2041. Ini menjadi tanggungjawab yang sedang kita gagas terutama untuk tahun 2025-2030 untuk pasangan DoaMu,” kata Mandacan dalam pertemuan tersebut, kemarin.
Dikatakan Mandacan, secara teori telah disampaikan Kepala Dinas Kehutanan, bagi Pemprov Papua Barat kehadiran Pemegang PBPH di Papua Barat dapat memberikan kontribusi dan manfaat bagi masyarakat di Papua Barat.
Ia berharap, kehadiran PBPH dapat memberikan peluang dan kesempatan kerja bagi masyarakat yang memiliki KTP Papua Barat terutama bagi warga yang berada di wilayah operasi dari pemegang PBPH.
Lebih lanjut, kata Mandacan, kehadiran Pemegang PBPH ini juga berkaitan dengan pemanfaatan CSR yang bersentuan langsung dengan sektor pendidikan, kesehatan dan juga tenaga kerja dan lainnya.
“Ini menjadi tanggung jawab kita semua, sekali lagi dengan hadirnya para pemegang PBPH di Papua Barat dapat memberikan peluang dan kesempatan kepada masyarakat Papua Barat,” tandas Mandacan. [FSM-R5]


















