Manokwari, TP – Bupati Manokwari, Hermus Indou, mendorong pemerintah pusat mengambil langkah tegas untuk menertibkan aktivitas pertambangan ilegal di Distrik Wasirawi, Kabupaten Manokwari.
Hal itu disampaikan Hermus didampingi Wakil Bupati Mugiyono pada rapat bersama Panja Pengawasan Penegakan Hukum Bidang Sumber Daya Alam bersama Komisi III DPR RI, di Jakarta, Rabu (17/9/2025).
Diikuti Tabura Pos via channel YouTube Komisi III DPR RI, Hermus mengungkapkan Pemkab Manokwari tidak memiliki kewenangan penuh terkait izin pertambangan, dan solusinya harus datang dari Pemerintah Pusat.
Hermus juga merekomendasikan agar pertambangan ilegal di Wasirawi, Distrik Masni, segera dimoratorium, sambil diatur ulang perizinan dan regulasinya.
“Kami tidak punya kemampuan untuk menertibkan ini. Kewenangan izin pertambangan mutlak ada di pemerintah pusat, dan kami berharap ada solusi konkret untuk menata kembali pertambangan di Manokwari,” ujar Hermus dalam rapat yang dipimpin Ketua Komisi III DPR RI, Habiburokhman.
Hermus menerangkan, kawasan tambang emas ilegal masuk dalam kawasan konservasi. Pemkab Manokwari sudah mereview RTRW dan berkoordinasi dengan pemerintah provinsi untuk mengusulkan perubahan status kawasan konservasi agar bisa dikelola secara legal.
“Namun langkah ini harus mendapat persetujuan pemerintah pusat. Kami berharap ada regulasi untuk mengayomi usaha pertambangan rakyat. Jangan hanya segelintir orang yang menikmati, tapi masyarakat adat dan daerah juga harus mendapat manfaat,” jelasnya.
Pemkab Manokwari, ungkap Hermus, mendorong agar pengelolaan tambang tersebut dapat melibatkan koperasi, termasuk Koperasi Merah Putih di kampung setempat, dengan begitu hasilnya lebih bisa dirasakan masyarakat.
Lebih lanjut, Hermus menerangkan, aktivitas penambangan emas ilegal di Wasirawi, Distrik Masni sudah berlangsung sejak 2014. Aktivitas ilegal meningkat pada 2018 sampai 2022.
“Awalnya dilakukan masyarakat, namun kemudian berkembang melibatkan pendatang dan pemodal besar,” terangnya.
Menurutnya, kerugian yang ditimbulkan akibat aktivitas tambang emas ilegal diperkirakan mencapai Rp375 miliar per tahun. Hasilnya itu dibawa keluar daerah dengan sistem yang rapi, dan pemerintah daerah hanya menjadi penonton serta menanggung dampak kerusakan lingkungan dan banjir.
“Dampak yang ditimbulkan sangat luas, mulai dari rusaknya aliran Sungai Warriori akibat sedimentasi, kematian biota sungai, hingga tidak berfungsinya irigasi yang berdampak pada sawah di Kampung Warior dan Sumber Boga. Padahal, kawasan Masni-Wasirawi merupakan lumbung pangan padi untuk Papua Barat,” beber Hermus.
Dampak lain, kata Hermus, Jembatan Kali Warriori yang menjadi jalur penghubung Manokwari-Sorong juga nyaris ambruk akibat aktivitas tambang.
Bupati Manokwari mengutarakan, keberadaan pemodal besar dan keterlibatan oknum elite maupun oknum aparat menjadi faktor sulitnya penertiban.
“Kita sudah bersuara, bahkan sempat berhenti dua minggu, tapi aktivitas kembali berlangsung. Ada backup luar biasa di balik ini,” bebernya.
Menurutnya, faktor ekonomi juga menjadi pendorong kuat. Harga emas yang tinggi mendorong masyarakat, termasuk pemilik hak ulayat, untuk bekerja sama langsung dengan pemodal tanpa melibatkan pemerintah daerah.
“Akibatnya, potensi pertanian kita yang semestinya menopang program ketahanan pangan nasional tidak bisa dioptimalkan. Sawah tidak bisa ditanami, sungai tidak bisa digunakan, dan masyarakat adat kehilangan sumber kehidupannya,” tukasnya.
Dalam kesempatan itu, Hermus juga meminta perhatian khusus terhadap Sungai Warriori yang sudah tercemar berat. Perlu pembangunan bendungan baru dari sumber air lain agar kawasan pertanian di Masni–Wasirawi bisa kembali produktif.
“Kami mendukung sepenuhnya kebijakan Presiden Prabowo terkait penertiban tambang ilegal di Indonesia. Kami berharap aspirasi kami didengar agar sumber daya alam dikelola sebaik mungkin demi kesejahteraan masyarakat,” tutup Hermus. [SDR-R4]



















