Manokwari, TP – Kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di wilayah Kabupaten Manokwari yang dilaporkan untuk mendapatkan pendampingan jumlahnya dikategorikan cukup banyak.
Kepala Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) Kabupaten Manokwari, Orpa Marisan menyebutkan rentan waktu 8 bulan, Januari sampai Agustus 2025, pihaknya menerima sebanyak 77 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak.
Dari 77 laporan tersebut, 28 laporan kekerasan terhadap perempuan, 34 kasus anak, 4 kasus laki-laki sebagai korban, dan 11 kasus anak berhadapan dengan hukum (ABH).
“Dari 77 kasus yang kami terima dan berikan pendampingan sampai penyelesaian ada sebanyak 49 kasus. Sedangkan yang sisanya itu masih dalam tahap proses penyelesaian,” kata Orpa kepada wartawan di salah satu hotel di Manokwari, Kamis (25/9/2025).
Ia mengungkapkan, mayoritas masalah kasus yang dilaporkan adalah perempuan sebagai korban pemukulan dalam rumah tangga (KDRT) yang dilakukan suami, keluarga maupun mertua.
Namun, sambung Orpa, masih ada kasus yang lebih tinggi dibandingkan perempuan sebagai korban kekerasan, yaitu kasus anak dengan sebanyak 34 laporan.
“Kasus anak tinggi sekali ada 34 laporan, yaitu penelantaran anak dan bullying juga ada. Untuk kasus penelentaran Itu terjadi karena adanya kasus KDRT, suami meninggal istri otomatis dengan penelantaran anak,” terangnya.
Orpa menambahkan, dari 77 laporan yang diterima, sejauh ini belum sampai ada korban sampai meninggal dunia. Hanya sebatas kerugian materi.
“Kalau sampai meninggal dunia itu tidak ada. Tapi kalau sampai rumah dibakar ada. Itu karena ketidakpuasan pelaku. Sementara ini kita masih melakukan pendampingan terhadap korban,” terangnya.
Ditanya perihal model pendampingan, Orpa menjelaskan, pendampingan yang diberikan kepada setiap korban berupa pendampingan psikologi, kerohanian, dan pendampingan hukum.
Pihaknya, kata Orpa, bekerjasama dengan LP3BH dalam memberikan pendampingan proses hukum mulai dari tingkat Polres, Kejaksaan, sampai proses sidang di Pengadilan.
“80 persen korban yang melapor adalah kategori masyarakat menengah ke bawah. Oleh sebab itu, kami memberikan pendampingan hukum secara gratis. Kami punya kuasa hukum dari LP3BH,” ungkapnya.
Kepala UPTD mengatakan, bagi korban yang tidak ingin kembali ke rumah pasca mendapatkan kekerasan, akan dilindungi dan ditempatkan di rumah perlindungan atau rumah aman.
“Kami ada punya rumah perlindungan di UPTD. Seperti kemarin ada kasus anak di bawa pergi. Kita ditelepon unit PPA, kita berikan pendampingan setelah itu di bawa ke rumah aman,” ungkapnya.
Orpa Marisan memastikan pihaknya terbuka dan siap 24 jam menerima laporan dari masyarakat baik perempuan, anak, dan laki-laki yang menjadi korban kekerasan bisa melapor dengan datang ke kantor maupun nomor kontak layanan yang sudah disediakan.
“Dari 77 kasus yang kami terima, ada yang melapor ke UPTD. Ada juga yang ke Polresta maupun Polda dan korbannya diarahkan ke UPTD untuk diberikan pendampingan. Kami siap 24 jam menerima laporan,” tukasnya. [SDR-R4]