Manokwari, TP – Direktur PT Jaya Molek Perkasa (JMP), Stefina Disma Arlinda dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi (tipikor) secara bersama-sama sebagaimana dakwaan subsider jaksa penuntut umum (JPU).
Untuk itu, majelis hakim Pengadilan Tipikor Papua Barat pada Pengadilan Negeri (PN) Manokwari yang diketuai, Helmin Somalay, SH, MH didampingi hakim anggota, Pitayartanto, SH dan Hermawanto, SH menjatuhkan vonis pidana selama 12 tahun penjara dan denda Rp500 juta, dengan ketentuan apabila denda tidak dibayar, diganti dengan pidana kurungan selama 4 bulan.
“Menghukum terdakwa untuk membayar uang pengganti (UP) sejumlah Rp54.496.520.851, paling lama dalam waktu 1 bulan sesudah putusan ini berkekuatan hukum tetap,” ungkap majelis hakim, Selasa, 28 Oktober 2025, seperti dilansir SIPP PN Manokwari.
Jika tidak membayar, maka harta bendanya disita dan dilelang oleh jaksa untuk menutupi UP tersebut dengan ketentuan apabila terpidana tidak mempunyai harta benda yang mencukupi, maka dipidana dengan pidana penjara selama 6 tahun.
Putusan terhadap Stefina Arlinda ini lebih ringan dibandingkan tuntutan JPU, Zulfikar, SH yang sebelumnya menuntutnya dengan pidana penjara selama 16 tahun dan 6 bulan (16,5 tahun).
Menurut JPU, terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tipikor secara bersama-sama sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam dakwaan subsider Pasal 3 jo Pasal 18 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor jo Pasal 55 Ayat 1 Ke-1 KUHP sebagaimana dalam dakwaan subsider.
Majelis hakim maupun JPU sependapat bahwa terdakwa, Stefina Arlinda tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tipikor secara bersama-sama sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam dakwaan primer, Pasal 2 Ayat 1 jo Pasal 18 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor jo Pasal 55 Ayat 1 KUHP sebagaimana dakwaan primer, sehingga terdakwa dibebaskan dari dakwaa primer JPU.
Sementara untuk terdakwa, Harynto Pamiludy Laksana selaku kepala kantor atau komite kredit atau pemutus kredit pada PT BPD Papua KCP Kumurkek, Kabupaten Maybrat, dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tipikor secara bersama-sama sebagaimana dalam dakwaan subsider JPU.
“Menjatuhkan pidana kepada terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara selama 11 tahun dan denda Rp500 juta, dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar, diganti dengan pidana kurungan selama 4 bulan,” sebut majelis hakim dalam putusannya.
Putusan tersebut juga lebih ringan dibandingkan tuntutan JPU yang sebelumnya menuntut terdakwa, Harynto Laksana dengan pidana penjara selama 16 tahun dan 6 bulan (16,5 tahun).
Pasalnya, JPU menyatakan terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tipikor secara bersama-sama sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam dakwaan subsider, Pasal 3 jo Pasal 18 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor jo Pasal 55 Ayat 1 Ke-1 KUHP sebagaimana dalam dakwaan subsider.
Di dalam dakwaan JPU, terungkap bahwa terdakwa, Stefina Arlinda selaku Direktur PT Jaya Molek Perkasa, sekaligus developer dan Harynto Laksana selaku kepala kantor atau komite kredit atau pemutus kredit pada PT BPD Papua KCP Kumurkek, dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan.
Terdakwa, Stefina Arlinda selaku developer meminta Harynto Laksana mempermudah proses pemberian kredit terhadap para calon debitur yang akan membeli rumah pada PT Jaya Molek Perkasa.
Kemudian, Harynto Laksana memerintahkan bawahannya, kepala unit kredit, analis, staf administrasi kredit, dan kepala unit layanan PT BPD Papua KCP Kumurkek untuk tidak melaksanakan proses pemberian kredit yang benar sesuai ketentuan, dimulai dari proses analisa sampai persetujuan kredit.
Sebelum menerbitkan KPR Sejahtera, bank wajib melakukan verifikasi atas permohonan KPR Sejahtera untuk memastikan kelayakan kelompok sasaran KPR Sejahtera melalui pengecekan kelengkapan dokumen persyaratan secara formal, wawancara calon debitur, serta pengecekan fisik bangunan rumah kelompok sasaran dalam rangka memastikan ketepatan sasaran program KPR Sejahtera.
Namun pada kenyataannya, hal tersebut tidak dilakukan PT BPD Papua KCP Kumurkek. Sesuai fakta penyidikan, ini terjadi atas permintaan terdakwa, Stefina Arlinda melalui Veggie Nanlohy (sekretaris pribadi dari Stefina Arlinda) yang menyampaikan kepada Harynto Laksana agar dokumen permohonan KPRS FLPP (Kredit Pemilikan Rumah Sejahtera Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan) segera dilakukan akad.
Atas permintaan tersebut, sebagian besar permohonan langsung dilakukan akad kredit di bawah tangan tanpa melibatkan notaris bertempat di Kantor PT Jaya Molek Perkasa, dalam selang waktu satu hari sejak penyerahan dokumen permohonan kredit, dimana analis kredit tidak melakukan tahapan proses verifikasi dan analisa kredit yang benar.
Selain itu, ditemukan fakta jika analis kredit telah melakukan pemalsuan dalam dokumen analisa nilai wajar agunan, karena semua permohonan kredit telah dilengkapi dengan perhitungan analisa nilai wajar agunan, padahal kondisi rumah belum ada atau belum selesai 100 persen, belum layak huni, tetapi dengan sengaja tetap menyetujui permohonan kredit yang diajukan para debitur.
Terdakwa, Stefina Arlinda dan Harynto Laksana dalam proses pemberian kredit secara sadar dan sengaja tidak melaksanakan prinsip kehati-hatian, tidak menerapkan manajemen resiko yang ketat dan tidak melakukan verifikasi kelayakan calon debitur, sehingga PT BPD Papua mencairkan kredit terhadap 394 debitur.
Di samping itu, dalam proses ini tidak dilaksanakan tahapan pemberian kredit (tidak melakukan rapat komite kredit, melakukan penandatanganan perjanjian kredit setelah dilakukannya pencairan) serta terdakwa, Stefina Arlinda memberi sejumlah uang, barang, dan fasilitas terhadap terdakwa, Harynto Laksana. [TIM1-R1]


















