Manokwari, TP – Komite III DPD-RI meninjau pelayanan kesehatan di Rumah Sakit Umum Provinsi (RSUP) Papua Barat, Kamis (6/11/2025).
Peninjauan dan kunjungan kerja (kunker) dipimpin Komite III DPD-RI, Filep Wamafma didampingi anggota Komite III, H. Jelita Donal, dr. Hj. Erni Daryanti, Herman, Hasby Yusuf, Arianto Kogoya, dan H. Hartono.
Kedatangan rombongan Komite III disambut Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Papua Barat, Alwan Rimosan dan Direktur RSUP Papua Barat, dr. Arnold Tiniap dan jajarannya.
Menurut Wamafma, kunker ini sebagai upaya Komite III mengadvokasi atau menjemput beberapa persoalan kesehatan di daerah dan disuarakan dengan mitra kerja di pusat.
“Kami datang untuk jemput persoalan di daerah dan memastikan amanat Undang-undang Nomor 2 Tahun 2021 terkait Otonomi Khusus dapat berjalan maksimal, khususnya afirmasi di bidang Kesehatan,” ujar Wamafma kepada para wartawan di RSUP Papua Barat, kemarin.
Dikatakannya, ada beberapa hal yang perlu diperbaiki dari RSUP yang bisa disesuaikan dengan kewenangan dari provinsi sesuai atensi.
Dirinya mengaku akan memfasilitasi pertemuan antara Direktur, Kepala Dinas Kesehatan, dan para dokter bersama Gubernur Papua Barat, Dominggus Mandacan untuk menyampaikan secara langsung aspirasi dari RSUP, sehingga dalam perencanaan kebijakan, RSUP harus sesuai kebutuhan perencanaan dan kebijakan dari RSUP.
“Harus tanya Direktur, jangan merencanakan sesuatu yang tidak sesuai kebutuhan,” ujar Wamafma seraya berharap dalam 5 tahun ke depan, Papua Barat mempunyai rumah sakit yang masuk dari tipe C ke tipe B agar menjadi rumah sakit rujukan wilayah di Papua Barat.
Ditanya tentang aspirasi insentif para dokter, ia menjelaskan, insentif yang diberikan memang tidak rasional.
“Profesi dihitung juga dengan penghasilan. Kalau jauh-jauh dari Jakarta, Makassar atau Jawa dengan insentif kurang lebih Rp30 juta, mereka rugi. Jadi, insentif harus kita naikkan agar menjadi nilai tawar untuk para dokter minimal 2 atau 3 tahun ke depan sembari menyiapkan dokter dari daerah kita,” jelas Wamafma.
Ditegaskan Wamafma, tidak mungkin provinsi atau kabupaten tidak ada anggaran kesehatan, karena sumber dana kesehatan sebesar 15 persen dari dana Otsus dan 30 persen Dana Bagi Hasil (DBH) Migas.
“Jadi, tidak boleh ada kekurangan atau persoalan di bidang kesehatan, maka alokasi anggaran yang benar untuk kesehatan harus sesuai dengan persentasenya. Kalau dikurangi dari persentasenya, jangan mimpi kalau kita akan baik di bidang kesehatan,” tukasnya.
Sementara Direktur RSUP Papua Barat, dr. Arnold Tiniap mengatakan, RSUP membutuhkan dukungan berbagai pihak, terutama kementerian terkait untuk melengkapi semua sarana dan prasarana.
Di samping menyiapkan sumber daya manusia (SDM) dan peningkatan kompetensi tenaga kesehatan maupun tenaga layanan administrasi, sehingga bisa menjadi rumah sakit rujukan wilayah Provinsi Papua Barat.
“Tiga tahun berjalan, kita memang mengalami banyak kekurangan, tetapi secara bertahap kita sudah mulai bergerak melengkapi sarana dan prasarana yang ada, terutama tenaga-tenaga khusus,” jelas Tiniap kepada para wartawan.
Diungkapkan Tiniap, ada peralatan medis pada RSUP, tetapi jika SDM-nya atau dokter spesialis tidak ada untuk mengoperasikannya, itu berarti rujukan tidak akan maksimal.
“Kami apresiasi dan terima kasih atas kehadiran DPD-RI. Semoga kekurangan yang ada dapat disuarakan ke pusat. Sejak awal RSUP Papua Barat ditetapkan sebagai rumah sakit rujukan wilayah, meski kita baru,” katanya.
Dari pantauan Tabura Pos, sebelumnya rombongan Komite III sudah meninjau IGD (Instalasi Gawat Darurat), ruang rawat inap, dan laboratorium. [FSM-R1]



















