Manokwari, TP – Fajar Sutanto, pegawai negeri sipil (PNS) pada Dinas Kearsipan dan Perpustakaan Provinsi Papua Barat direkomendasikan untuk dilakukan Pemberhentian dengan Tidak Hormat (PTDH) dalam sidang kode etik yang berlangsung di Kantor Inspektorat Provinsi Papua Barat, Rabu (12/11/2025).
Sidang ini dipimpin ketua majelis kode etik, Erwin P.H. Saragih didampingi sekretaris merangkap anggota, Herman Sayori dan anggota majelis Eduard Toansiba dengan agenda pembacaan tuntutan dan putusan terhadap tertuntut, Fajar Sutanto.
Dari pantauan Tabura Pos, pada sidang ketiga dengan agenda pembacaan tuntutan, Fajar Sutanto lagi-lagi tidak memenuhi panggilan sidang, sehingga majelis kode etik ASN Pemerintah Provinsi (Pemprov) Papua Barat memutuskan untuk tetap melanjutkan sidang dengan pembacaan tuntutan dan putusan terhadap tertuntut.
Setelah membacakan tuntutan, ketua majelis memanggil kurang lebih 6 saksi dalam proses persidangan kode etik untuk meminta keterangan lebih lanjut.
Saksi pertama, Kasubbang Umum dan Kepegawaian pada Dinas Kearsipan dan Perpustakaan Provinsi Papua Barat, Aksamina membenarkan bahwa tertuntut tidak pernah menjalankan tugas pokok dan fungsi (tupoksi) sebagai PNS pada Dinas Kearsipan dan Perpustakaan Provinsi Papua Barat selama 1 tahun dan 6 bulan (1,5 tahun).
“Setahu saya, tertuntut Fajar Sutanto tidak masuk kantor karena terlilit utang, sehingga tertuntut takut untuk masuk kantor, karena ada dua petinggi dari Kodam Kasuari yang datang ke kantor untuk menagih utang,” kata Aksamina.
Dia menerangkan, sebagai pimpinan sudah mengirim surat teguran sebanyak 3 kali kepada tertuntut. “Secara administrasi dan sesuai prosedur, kami sudah mengirimkan surat kepada tertuntut,” kata Aksamina.
Saksi kedua, Sekretaris Dinas Kearsiapan dan Perpustakan Provinsi Papua Barat, Soleman Jitmau mengatakan, tertuntut memang benar tidak masuk selama 1 tahun dan 6 bulan secara berturut-turut sampai sekarang.
Hal senada diungkapkan saksi pemeriksa dari Inspektorat Provinsi Papua Barat yang membenarkan bahwa dirinya pernah memeriksa ibu kandung dari tertuntut Fajar Sutanto.
Saat pemeriksaan, kata saksi, ibu kandung dari tertuntut menangis dan memberikan keterangan bahwa dirinya sampai saat ini tidak tahu keberadaan anaknya, Fajar Sutanto.
“Kami tidak bisa menghubungi Fajar Sutanto dan Fajar pun tidak pernah menghubungi kami,” kata saksi menirukan keterangan dari ibu kandung tertuntut.
Ibu kandung tertuntut, kata saksi, sejak Mei 2024, tertuntut izin kepada ibunya untuk melakukan dinas luar, tetapi sampai sekarang tidak ada kabar dari tertuntut dan ibu maupun adik dari tertuntut baru mengetahui dari pihak dinas bahwa anaknya tidak pernah masuk kantor.
Setelah mendengarkan keterangan dari para saksi, ketua majelis menskorsing sidang selama 15 menit untuk bermusyawarah sebelum masuk pada agenda pembacaan putusan terhadap tertuntut, Fajar Sutanto.
Selanjutnya, Erwin Saragih membuka sidang dengan agenda pembacaan tuntutan terhadap tertuntut. Dalam sidang tersebut, majelis kode etik memutuskan memberhentikan Fajar Sutanto atas permintaan sendiri sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Putusan ini diambil setelah majelis memeriksa dokumen, mendengar tuntutan penuntut, mempertimbangkan penuntut, serta mempertimbangkan keterangan para saksi dari Dinas Kearsipan dan Perpustakaan.
Dalam surat keputusan majelis kode etik dengan Nomor: 01/MKE-PB/XI/2025, tertuntut sudah dipanggil secara patut pada 7, 10, dan 12 November 2025, baik pada sidang pertama, kedua, dan ketiga, tetapi tertuntut tetap tidak hadir.’
Dengan memperhatikan ketentuan UU No. 20 Tahun 2023 tentang Aparatur Sipil Negara, Pasal 52 Ayat 3 huruf f, tidak berkinerja dan huruf g melakukan pelanggaran disiplin tingkat berat, sehingga majelis kode etik merekomendasikan kepada Gubernur selaku pejabat pembina kepegawaian untuk memberhentikan atas permintaan sendiri Fajar Sutanto sebagai PNS pada Pemprov Papua Barat, sembari menutup persidangan. [FSM-R1]



















