Manokwari, TP – Majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Makassar menjatuhkan hukuman pidana selama 7 bulan penjara terhadap terdakwa, Abraham Goram Gaman (Staf Khusus Pemerintah Bidang Publikasi dan Komunikasi), Piter Robaha (Brigjen Pol/Wakapol Domberai), Nikson Mai (Tentara Nasional Papua Barat) dan Maksi Sangkek (Kompol/Kasat Reskrim Poldis Sorong Kota), Rabu (19/11/2025).
Keempat terdakwa dinyatakan majelis hakim terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah berdasarkan dakwaan kedua, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Sorong, melanggar Pasal 106 KUHP jo Pasal 55 Ayat 1 Ke-1 KUHP.
“Klien kami dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana turut serta melakukan makar sesuai dakwaan kedua JPU. Penahanan sementara terhadap terdakwa dipotong seluruhnya,” sebut tim penasehat hukum keempat terdakwa, Yan C. Warinussy, SH kepada Tabura Pos via WhatsApp, kemarin.
Sidang terhadap terdakwa, Abraham Gaman dan Piter Robaha dipimpin majelis hakim yang diketuai, Herbert Harefa, SH, MH didampingi hakim anggota, Hendry Manuhua, SH, M.Hum dan Samsidar, SH, MH.
Sedangkan persidangan terhadap terdakwa Nikson May dan Maksi Sangkek dipimpin ketua majelis hakim, Hendry Manuhua, SH, M.Hum didampingi hakim anggota, Herbert Harefa, SH, MH, dan Samsidar, SH, MH.
Dengan putusan majelis hakim tersebut, ungkap Warinussy, keempat kliennya dan JPU Kejari Sorong menyatakan menerima putusan, sehingga putusan terhadap keempat terdakwa sudah berkekuatan hukum tetap atau inkrah.
Dijelaskannya, keempat terdakwa secara resmi menjadi terpidana dan pihaknya menghormati putusan majelis hakim PN Makassar, meskipun selaku penasehat hukum tidak sependapat, karena meminta keempat kliennya dibebaskan.
“Sebab, fakta persidangan tidak menunjukkan bukti sebagaimana dimaksud JPU dalam surat tuntutan hukumnya terhadap para terdakwa,” jelas Warinussy seraya menambahkan dengan pembacaan putusan tersebut, maka berakhir sudah proses persidangan perkara terhadap keempat kliennya dan kliennya akan menjalani sisa pidana sekitar seminggu menjelang akhir November 2025.
Hukuman terhadap keempat terdakwa ini lebih ringan 1 bulan dibandingkan tuntutan JPU Kejari Sorong yang menuntut keempat terdakwa dengan tuntutan pidana masing-masing 8 bulan penjara sesuai dakwaan kedua JPU.
Sementara itu, berdasarkan dakwaan kedua JPU disebutkan pada 25 Maret 2025, terdakwa, Abraham Gaman menerima perintah dari Forkorus Yoboisembut selaku Presiden Negara Federal Republik Papua Barat (NFRPPB).
Dalam perintah tersebut, Presiden NFRPB memintanya untuk mendistribusikan surat-surat resmi NFRPB kepada seluruh unsur Forkopimda di wilayah Sorong Raya, baik fisik maupun digital.
Menurut JPU, surat tersebut memuat pernyataan dan klaim politik NFRPB, termasuk surat perundingan damai kepada Presiden Republik Indonesia dan sejuimlah dokumen lampiran yang mengisyaratkan struktur kenegaraan tandingan.
Menindaklanjuti perintah tersebut, maka pada 9 April 2025, Abraham Gaman menghubungi Piter Robaha dan Nikson Mai untuk menghadiri rapat koordinasi yang direncanakan di rumah terdakwa pada 10 April 2025.
Pada hari yang sudah ditentukan tersebut sekitar pukul 10.00 WIT, berlangsung rapat yang dihadiri sejumlah anggota NFRPB lainnya, termasuk Maksi Sangkek dan Yuliana Suruwe. Dalam rapat, Abraham Gaman menjelaskan maksud dan tujuan kegiatan serta menetapkan tugas masing-masing peserta.
Diutarakannya, pengantaran surat-surat akan dilakukan serentak ke sejumlah kantor pemerintah di Kota Sorong pada Senin, 14 April 2025, dengan titik kumpul di kediaman terdakwa, Abraham Gaman.
Selanjutnya, terdakwa mencetak dan mengumpulkan dokumen yang akan dikirimkan. Dirinya juga menyusun surat Nomor 071/SP-MDN/NFRPB/IV/2025 perihal Pemberitahuan Persuratan Presiden NFRPB tanggal 14 April 2025 yang ditandatangani terdakwa, Abraham Goram Gaman. Dalam dokumen tersebut antara lain tercantum surat NFRPB Nomor: 220325/Pres./NFRPB tertanggal 25 Maret 2025 yang pada pokoknya berisi ‘sambil menunggu jawaban dari Mr. Probowo Subianto, Presiden RI atau dari pihak pemerintah RI dalam pengertian umum. Untuk proses perundingan secara damai membicarakan hal-hal menyangkut pengakuan dan peralihan kedaulatan kemerdekaan atas wilayah mantan kolonial Nederlands Nieuw Guinea (Papua Belanda) dari NKRI kepada NFRPB, kami akan melanjutkan penataan sejumlah program NFRPB
Surat tersebut dilampirkan instruksi Presiden NFRPB dan press release resmi yang secara substansial memuat narasi pemisahan Papua dari Republik Indonesia dan menyimpannya dalam map coklat batik. Dirinya juga menunjuk para terdakwa lain sebagai pengawal dan pendamping dalam kegiatan tersebut. Setiap orang disiapkan dengan mengenakan atribut resmi NFRPB, seperti seragam PDL, baret, dan kartu identitas palsu yang menyerupai simbol-simbol kenegaraan.
Pada 14 14 April 2025, terdakwa meminta anaknya untuk mengambil video berdurasi 2:29 menit menggunakan handphone terdakwa di depan rumahnya sebagaimana transkrip video rekaman. Sesudah mengambil video pada pukul 10.00 WIT, terdakwa dan rekan-rekannya mendatangi Kantor Gubernur Papua Barat, Kantor Wali Kota Sorong, Kantor DPR Papua Barat Daya, Kantor Polresta Sorong Kota, Kantor Sekretariat Majelis Rakyat Papua, dan terakhir ke Kantor Polda Papua Barat Daya untuk menyerahkan surat sekitar pukul 11.30 WIT.
Seluruh proses berlangsung dalam waktu kurang lebih 1,5 jam dan dilakukan secara terbuka dengan atribut yang mencolok serta ditujukan kepada instansi resmi negara. Setiap instansi yang menerima surat memberi keterangan bahwa surat tersebut dibawa oleh para terdakwa, sebagian menggunakan seragam biru dan menyebut diri sebagai bagian dari Negara Federal Republik Papua Barat. Isi surat menunjukkan niatan politik untuk memisahkan wilayah Papua Barat dari Negara Kesatuan Republik Indonesia dan mengajak pemerintah pusat untuk melakukan perundingan damai atas nama entitas negara baru.
Sesudah mengantarkan surat, hal tersebut didokumentasikan dan diposting melalui akun media sosial Facebook milik anak terdakwa, Abraham Gaman sekitar pukul 15.59 WIT tertanggal 14 April 2025.
Kegiatan ini kemudian dilaporkan Polresta Sorong Kota. Berdasarkan laporan tersebut, penyelidikan dilakukan dan pada 28 April 2025, penyidik menetapkan terdakwa, Abraham Gaman, Piter Robaha, saksi Maksi Sangkek, dan Nikson Mai sebagai tersangka dan langsung dilakukan penangkapan serta penahanan terhadap keempatnya beserta sejumlah barang bukti. [*TIM2-R1]



















