JAKARTA – Industri logistik Indonesia sedang berada dalam fase penting yang menentukan arah perkembangannya di masa depan.
Mobilitas barang yang semakin tinggi, dinamika pasar yang cepat berubah, serta tuntutan konsumen terhadap kecepatan layanan memaksa pelaku industri beradaptasi lebih cepat dari sebelumnya.
Namun, berbagai persoalan struktural tetap menghadang. Data Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat tingkat kemacetan Jakarta mencapai 53 persen pada 2023; Lebih dari 60 persen armada truk nasional berusia di atas sepuluh tahun, kondisi yang tidak hanya meningkatkan potensi kerusakan, tetapi juga membuat konsumsi bahan bakar menjadi tidak efisien.
Realitas ini menunjukkan bahwa sektor logistik tidak hanya berhadapan dengan tantangan permukaan seperti kemacetan, tetapi juga persoalan mendalam mengenai kualitas armada, keterampilan operator, dan integrasi sistem.
Dalam konteks demikian, perhatian terhadap pemanfaatan data menjadi semakin relevan. Penggunaan data bukan sekadar mengikuti tren digitalisasi, tetapi sebagai upaya mencari pendekatan baru dalam pengelolaan armada yang selama ini bertumpu pada pola lama.
Di tengah kebutuhan tersebut, berbagai pihak mulai mengeksplorasi penerapan telematika, sebuah teknologi yang memungkinkan kendaraan dan sistem operasi saling terhubung untuk menghasilkan informasi yang dapat ditindaklanjuti.
Direktur Solusi Monitoring Indonesia (SMI), Sudaryono Widodo, menggambarkan bahwa pemantauan data telah menjadi bagian penting dalam pengelolaan operasional sektor-sektor yang membutuhkan akurasi dan respons cepat.
Bagi industri logistik yang menghadapi tekanan tinggi, pendekatan ini menjanjikan peluang untuk memahami kondisi armada secara lebih menyeluruh, tidak berdasarkan perkiraan, tetapi berdasarkan bukti lapangan.
Dari pengalamannya sejak perusahaan berdiri pada 2019, amat penting untuk ditekankan pemantauan berbasis data dalam berbagai industri, mulai dari pertambangan hingga transportasi.
Merespons hal itu, Sudaryono mengatakan, pihaknya kemudian menjalin kemitraan dengan Geotab yang bergerak di bidang telematika untuk menyediakan pendekatan pengelolaan armada berbasis data di Indonesia.
Penunjukan sebagai authorized partner kemudian dimaksudkan sebagai upaya menggabungkan pemahaman lokal dengan metode telematika yang telah digunakan secara luas di berbagai negara.
Fokus utamanya adalah menyediakan sistem yang mampu memberikan gambaran kondisi armada secara real-time, mulai dari pola rute, konsumsi bahan bakar, hingga kecenderungan perilaku pengemudi.
Dengan pendekatan ini, data yang dikumpulkan tidak hanya menjadi arsip, tetapi bisa dipakai untuk memperbaiki keputusan operasional sehari-hari.
Fondasi Penting
Senior Regional Manager Geotab APAC, Ezanne Soh, menjelaskan bahwa pemanfaatan data kini menjadi fondasi penting dalam mendorong perubahan cara kerja di sektor logistik.
Pernyataan tersebut menggambarkan perubahan orientasi global dalam mengelola transportasi yang bukan lagi sekadar mengangkut barang dari titik A ke titik B, tetapi mengelola informasi perjalanan itu sendiri sebagai aset strategis.
Dalam konteks Indonesia yang geografisnya kompleks, dengan rute yang panjang, kondisi infrastruktur bervariasi, dan ritme permintaan yang tidak seragam, pendekatan berbasis data memiliki potensi untuk membantu perusahaan memahami pola dan keterbatasan yang selama ini sulit diurai.
Dalam acara perkenalan sistem manajemen armada yang diselenggarakan bersama oleh Geotab dan SMI pada 19 November 2025, para pelaku logistik mendapat kesempatan melihat bagaimana teknologi tersebut dapat berperan dalam merumuskan efisiensi, keselamatan, dan keberlanjutan.
Adam Ahmad, Regional Partner Account Manager Geotab untuk Asia Tenggara, menegaskan bahwa telematika telah menjadi standar baru dalam mengubah data mentah menjadi wawasan strategis.
Penekanannya bukan pada alat itu sendiri, tetapi pada kemampuan membaca data agar produktivitas dan kualitas operasional dapat ditingkatkan.
Isu besar logistik nasional memang tidak hanya terletak pada teknologi. Persoalan mendasar seperti kurangnya pengemudi terlatih, armada menua, keterbatasan jaringan transportasi, hingga variasi kualitas infrastruktur juga memengaruhi efektivitas sistem.
Namun teknologi dapat memberikan gambaran yang lebih jelas mengenai aspek-aspek mana yang paling membutuhkan perhatian.
Misalnya, data yang menunjukkan frekuensi pengereman mendadak atau konsumsi bahan bakar yang tidak wajar dapat membantu perusahaan menentukan pelatihan apa yang dibutuhkan pengemudi.
Cegah Kerusakan
Informasi mengenai pola perawatan mesin dapat membantu mencegah kerusakan mendadak yang sering mengganggu jadwal distribusi.
Pendekatan telematika juga membuka ruang bagi upaya mencapai keberlanjutan operasional. Pemantauan konsumsi bahan bakar secara presisi dan pengurangan perjalanan yang tidak efisien berkontribusi pada penurunan emisi.
Indonesia yang tengah berkomitmen pada pengurangan emisi sektor transportasi dapat memanfaatkan teknologi ini sebagai salah satu instrumen pendukung. Meskipun bukan solusi tunggal, ia dapat menjadi bagian dari strategi transisi menuju sistem logistik yang lebih ramah lingkungan.
Pada akhirnya, masa depan industri logistik Indonesia sangat ditentukan oleh kemampuan para pelaku untuk beradaptasi dengan cara bekerja yang lebih berbasis data.
Kemitraan industri transportasi dengan teknologi nyatanya membuka ruang dialog baru mengenai bagaimana teknologi armada dapat diterapkan secara lebih luas, tetapi tanggung jawab terbesar tetap berada pada setiap perusahaan untuk mengambil langkah konkret dalam mengubah kebiasaan operasional mereka.
Indonesia berada dalam masa transformasi. Tantangan geografis dan infrastruktur tidak akan hilang dalam waktu dekat, tetapi kemampuan memanfaatkan data memberi peluang untuk mengurangi sebagian besar hambatan tersebut.
Pertanyaannya bukan lagi apakah telematika akan menjadi bagian dari industri logistik, tetapi bagaimana pelaku usaha dapat menempatkannya sebagai alat untuk meningkatkan efisiensi, keselamatan, dan keberlanjutan.
Dalam persimpangan itu, pilihan untuk bergerak atau tetap bertahan dengan cara lama akan menentukan daya saing industri logistik Indonesia di masa depan. [ANTARA]




















