Manokwari, TABURAPOS.CO – Nenek Wabou mempunyai kisah inspiratif yang patut dicontohi siapa saja, terutama bagi kaum perempuan dalam mengaruhi kehidupan yang semakin hari semakin keras.
Meski sudah berusia 90 tahun lebih, nenek Wabou masih terlihat kuat, bahkan tetap bersemangat dalam mengais rejeki.
Untuk itu, tidak mengherankan apabila kesuksesan anak-anaknya pun tak terlepas dari perjuangan nenek Wabou memenuhi kebutuhan hidup keluarganya.
Nenek Wabou mengisahkan, dirinya datang ke Manokwari mengikuti orangtuanya merantau dari Ambon sejak masih berusia 8 tahun.
Setelah tumbuh besar dan berumah tangga, nenek Wabou dan suaminya, dikaruniai 8 anak. Dari ke-8 anaknya itu, sekarang hanya tersisa anak bungsu yang masih menempuh pendidikan, sedangkan yang lain sudah berkeluarga.
Namun, nenek Wabou tetap pantang menyerah dalam menjalani kehidupannya, sepeninggal sang suami tercinta pada 1999 silam. Meski sudah berusia lanjut, nenek Wabou tetap berjual buras setiap hari.
Nenek dari 40 cucu dan cicit tersebut pun tidak memiliki tempat khusus atau mewah untuk menjajakan buras, hanya meja yang dijadikannya sebagai lapak, beratapkan payung.
Berjualan buras, ungkap nenek Wabou, merupakan pekerjaan warisan dari sang ibu, yang tetap dipertahankan, bahkan dilakoninya sejak berusia remaja sampai sekarang.
Diakuinya, berjualan buras memang tidak membuat dirinya menjadi kaya raya, tetapi dari berjualan buras-lah, nenek Wabou bisa bertahan hidup dan menyekolahkan kedelapan anak-anaknya.
Meski usianya hampir seabad, tetapi nenek Wabou mengaku masih sehat dan kuat dalam bekerja. Dia mengaku selalu senang dan merasa lebih baik jika bekerja daripada hanya tinggal di rumah saja.
“Kalau di rumah, nanti malah sakit. Saya jarang sakit. Kalau sakit, paling biasanya hanya kolestrol dan asam urat saja. Memang kakek saya itu juga dulu usianya 100 tahun lebih baru meninggal,” kenang nenek Wabou yang ditemui Tabura Pos di sela-sela berjualan buras, di Pasar Sanggeng, pekan lalu.
Ditegaskan nenek Wabou, dirinya harus tetap bekerja sampai saat ini, karena merasa masih memiliki tanggungan yang harus dibayar setiap bulan, di samping memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Nenek Wabou mengatakan, salah satu kebutuhan setiap bulan yang harus dibayar adalah biaya rumah kontrakan. Sebab, sambung nenek Wabou, dia harus merogoh kocek sebesar Rp. 1 juta per bulan untuk membayar biaya rumah kontrak.
Sesungguhnya, ungkapnya, dia dulu mempunyai rumah di Kampung Borobudur, Kelurahan Padarni, Manokwari, tetapi semuanya hilang dalam sekejap setelah dilalap si jago merah, beberapa tahun silam.
Dia mengakui, sebenarnya pemerintah daerah sudah menyiapkan rumah relokasi di Anday, tetapi dirinya merasa lokasinya sangat jauh, sedangkan dirinya harus tetap bekerja di sini.
“Memang sempat saya tinggal di posko sementara memakai tenda beberapa bulan, tetapi sekarang saya sudah sewa rumah kontrakan, satu bulan bayar Rp. 1 juta,” rinci nenek Wabou.
Nenek Wabou mengaku masih terus berjualan buras sampai sekarang, karena kekonsistenannya, dan tidak ingin mengubah kebiasaan, berjualan buras.
Untuk itulah, sambung nenek Wabou, sejak dulu, dia sudah terbiasa bangun pada pagi hari dan mengurus pekerjaan rumah terlebih dahulu.
Pada 06.00 WIT, kata nenek Wabou, dia sudah harus berada di pasar untuk menyiapkan dagangan dan mulai berjualan pukul 07.00 WIT dan pulang ke rumah pukul 17.00 WIT.
“Ibu ini sudah puluhan tahun berjualan ini, begini-begini saja, yang penting itu kita sehat, anak-anak sehat, bisa sekolah. Setiap hari ibu cuma dapat Rp. 100.000 atau tidak Rp. 150.000. Intinya itu kita bersyukur saja,” tegas nenek Wabou.
Dikatakan nenek Wabou, pencapaian terbesarnya dari berjualan buras ketika mampu menyekolahkan ke-8 anaknya, bahkan bisa menghidupi anak-anaknya sampai berkeluarga.
“Ibu ini tidak punya apa-apa, tapi anak ibu semua, delapan orang itu sekolah. Tujuh orang sudah menikah, tinggal yang bungsu saja ini yang masih sekolah. Ibu bersyukur karena masih diberi kesehatan untuk bekerja dan kasih sekolah mereka,” tuturnya.
Nenek Wabou menekankan, hal terpenting dalam hidup ini adalah bagaimana bersyukur, menjalani pekerjaan dengan ikhlas dan tidak mudah menyerah, maka akan ada hikmah di balik semua itu.
“Intinya itu kita bersyukur, ikhlas, dan jangan cepat menyerah. Ibu ini sudah 90 tahun lebih, tapi masih kuat,” tutup nenek Wabou mengakhiri ceritanya. [AND-R1]