Manokwari, TABURAPOS.CO – Kuasa hukum para Penggugat, Pieter Welikin, SH didampingi Simaron Auparai, SH menghadirkan 3 saksi dalam sidang sengketa tanah, lokasi Taman Wisata Rohani Santo Antonius, di Jl. Drs. Esau Sesa, Manokwari, Senin (20/3).
Ketiga saksi yang dihadirkan, yaitu: Ishak Mandacan, Ny. Yenni Laimon, dan Johanes Don Bosco Ngamelubun untuk didengar keterangannya di dalam sidang yang dipimpin ketua majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Manokwari, Carolina D.Y. Awi, SH, MH.
Seperti diketahui, perkara perbuatan melawan hukum dengan Nomor: 44/Pdt.G.2022/PN Mnk, dilayangkan para Penggugat, Lega Datus Hilarius selaku Uskup Manokwari-Sorong, Philipus Sedik selaku Pastor Paroki Imanuel Sanggeng, dan James Rahakbauw selaku Ketua Dewan Paroki Imanuel Sanggeng terhadap para Tergugat, Eddy Toeante, Elvin Toeante, Ny. Veronica Toeante, Feri Indou selaku ahli waris dari Marthen Indouw, Daud Indouw, Hengky Mandacan selaku ahli waris dari Melkianus Mandacan, serta Turut Tergugat, Kepala BPN dan Tata Ruang Kabupaten Manokwari.
Di awal persidangan, pihak BPN Manokwari menyatakan sudah menyerahkan hasil pengukuran atau pemeriksaan setempat (PS) yang dilakukan Selasa (28/2) lalu, tetapi menurut majelis hakim, hasil PS tersebut belum diterima.
Saksi, Ny. Yenni Laimon mengungkapkan, dirinya tidak mengetahui permasalahan antara Penggugat dan Tergugat, tidak mengetahui soal masalah tanah atau lokasi tanah yang dipermasalahkan di antara Penggugat dan Tergugat. “Saya kaget karena nama saya terseret dalam kasus ini,” ujar Ny. Yenni Laimon.
Di samping itu, Ny. Yenni Laimon menegaskan, dia tidak pernah menandatangani surat pelepasan hak atas tanah, seperti bukti pelepasan hak atas tanah yang diajukan dalam perkara ini.
“Saya tidak pernah tanda tangan dan ini bukan tanda tangan saya,” tegas Ny. Yenni Laimon setelah melihat bukti surat yang ditunjukkan di hadapan majelis hakim.
Hal serupa ditegaskan Ishak Mandacan bahwa dia tidak mengetahui perihal tanda tangan yang tertera di dalam surat pelepasan hak atas tanah. Ia menilai ada keanehan, apalagi lokasi itu bukan menjadi hak ulayatnya atau orangtuanya, Yakob Mandacan.
“Kami juga punya hak ulayat masing-masing. Kami tidak bisa tanda tangan orang lain punya hak ulayat,” tandas Ishak Mandacan.
Ditanya apakah orangtuanya mempunyai kebiasaan menandatangani surat dengan cap jempol atau tanda tangan? Ishak Mandacan menegaskan, orangtuanya mempunyai tanda tangan dan dirinya mengenali tanda tangan dari orangtuanya.
“Bapak saya, Yakob Mandacan bisa tanda tangan, karena tahun 1980, bapak saya adalah kepala desa,” ungkap Ishak Mandacan.
Sementara ditanya perihal hubungan di antara suaminya, Benny Toeante (suami dari Ny. Yenni Laimon) dan Eddy Toeante (Tergugat) oleh kuasa hukum para Tergugat, Metuzalak Awom, SH, Ny. Yenni Laimon menegaskan, dirinya tidak tahu soal urusan suaminya.
“Kalau dengan Pak Eddy, kami sudah tidak ada hubungan selama 20 tahun. Apa pun soal jual beli tanah, kami tidak tahu,” ujar Ny. Yenni Laimon yang juga mengaku tidak tahu perihal pembukaan Jalan Baru (Jl. Drs. Esau Sesa) kala itu.
Sedangkan saksi ketiga yang dihadirkan para Penggugat, yakni Johanes Don Bosco Ngamelubun, Pastor Paroki di Gereja Imanuel, Sanggeng periode 1997-2001. Menurut dia, selama menjadi Pastor Paroki di Gereja Imanuel Sanggeng, tidak ada masalah tanah.
“Saya dengar ada masalah tanah yang over lapping antara tanah itu dengan tanah milik PT Fulica,” kata Don Bosco.
Diceritakan Don Bosco, tanah yang saat ini telah dibangun Taman Wisata Rohani, Santo Antonius itu dilepaskan pemilik hak ulayat, Melkias Mandacan ke Keuskupan Manokwari-Sorong. “Saya sendiri atas nama Keuskupan Manokwari-Sorong,” tambahnya.
Ia membeberkan, waktu pengukuran lokasi tanah yang dilepaskan dari pemilik hak ulayat ke Keuskupan Manokwari-Sorong, dihadiri keluarga besar dari Melkias Mandacan, Daud Indou, dan lain-lain. Dalam pengukuran tersebut, kata Don Bosco, pemilik hak ulayat, Melkias Mandacan-lah yang menunjuk batas-batas tanah.
Menanggapi pertanyaan, apakah saat pengukuran itu, pihaknya mengundang pemilik di sekitar lokasi, seperti para Tergugat, saksi mengatakan, tidak melihat Tergugat waktu pengukuran tanah dan sertifikat tanah diurus mantan Ketua Dewan Paroki Imanuel Sanggeng, almarhum Marthen Sempa.
Ia membenarkan bahwa Tergugat, Ny. Veronica Toeante adalah umat dan pernah menghubunginya untuk memediasi permasalahan ini. “Saya pernah ditelpon Ibu Veronica dan datang bertemu di Kantor BPN. Saya hanya mediasi,” kata Ngamelubun.
Namun, ia mengutarakan, dalam pertemuan di Kantor BPN tersebut, tidak ada titik temu di antara Tergugat dan Penggugat. Disinggung soal jalan menuju Taman Wisata Rohani Santo Antonius, tegas Ngamelubun, sejak dulu tidak ada masalah.
Apalagi, sambung dia, jalan sudah ada sejak dulu, karena di bagian atas ada bak air yang dibangun pada zaman Belanda. Di samping itu, ada tiga rumah yang dibangunkan pihak gereja untuk masyarakat di bagian atas lokasi tersebut.
Sebelum mengakhiri keterangannya, majelis hakim menanyakan apakah ada yang mau disampaikan saksi sebelum meninggalkan ruang persidangan?
Don Bosco mengatakan, dirinya hanya mau menyampaikan pesan moral bahwa sesuatu yang sakral, janganlah dipermasalahkan seperti permasalahan ini.
Sedangkan kuasa hukum para Penggugat, Pieter Welikin mengaku pihaknya masih akan menghadirkan sekitar 4 saksi lagi ke persidangan.
Untuk itulah, ketua majelis hakim berharap para saksi nantinya bisa dihadirkan sekalian, sehingga menyingkat waktu persidangan.
Dalam persidangan kali ini, ada keunikan tersendiri. Sebab, sebelum para saksi meninggalkan ruang sidang dan menutup persidangan, ketua majelis hakim, Carolina Awi menyampaikan permohonan karena proses persidangan agak telat. [HEN-R1]