Manokwari, TABURAPOS.CO – Jaksa penuntut umum (JPU) Kejari Manokwari menghadirkan sejumlah saksi lagi untuk didengar keterangannya di Pengadilan Negeri (PN) Manokwari, Kamis (6/4) sore.
Keterangan para saksi dibutuhkan dalam perkara dugaan tindak pidana persetubuhan seorang siswi SMA berusia 16 tahun atas 4 anak berhadapan dengan hukum (ABH) berinisial GW (15 tahun), M (15 tahun), Y (15 tahun), dan C (16 tahun).
Dalam perkara dugaan pemerkosaan atau persetubuhan siswi SMA tersebut, diduga melibatkan 8 orang, dimana 4 orang masih berstatus anak, sedangkan 4 orang lagi berstatus orang dewasa.
“Hari ini masih mendengarkan keterangan saksi dari penuntut umum. Tadi itu, ada 2 orang saksi yang dihadirkan ke persidangan,” ungkap Humas PN Manokwari, Markham Faried, SH, MH yang dikonfirmasi Tabura Pos di PN Manokwari, Kamis (6/4) malam.
Ia mengakui bahwa saksi yang dihadirkan penuntut umum merupakan pihak sekolah, dimana korban dan salah satu terduga pelaku anak bersekolah, sehingga pihak sekolah pun dimintai keterangannya.
“Kebetulan saksi tersebut merupakan guru yang didengar keterangannya mewakili dari pihak sekolah, begitu. Saksi yang dimintai keterangan, mengetahui kebiasaan anak, baik pelaku maupun korban selama bersekolah,” terang Humas PN.
Di samping itu, kata Markham Faried, dalam persidangan juga ditanyakan perihal proses bagaimana diketahuinya perbuatan yang dilakukan terduga pelaku anak terhadap korban anak.
“Untuk hari ini, ada dua orang saksi, dimana kedua saksi itu berasal dari sekolah. Jadi, yang satu orang itu kepala sekolah dan satu orang lagi adalah guru, guru wali kelas X,” rinci Humas PN.
Disinggung tentang agenda persidangan, Selasa (11/4), Markham Faried mengatakan, sesuai agenda, sidang masih beragenda mendengarkan keterangan saksi yang akan dihadirkan JPU.
“Jadi, saksi yang dihadirkan adalah saksi dari penuntut umum. Nanti baru diberikan kesempatan yang sama bagi penasehat hukum maupun anak untuk menghadirkan saksi yang meringankan jika nanti ada,” tandas Humas PN.
Dicecar apakah nanti penasehat hukum korban, orangtua maupun keluarga korban bisa mengajukan saksi untuk menguatkan adanya dugaan peristiwa tindak pidana persetubuhan itu?
“Apabila korban mau mengajukan saksi, tentu itu melalui mekanisme yang diberikan melalui jaksa ya,” jawab Markham Faried.
Apakah pihak korban bisa meminta agar JPU bisa menghadirkan saksi (saksi yang mengetahui apabila korban dijemput salah satu terduga pelaku anak)?

Humas PN menerangkan, andaikata jaksa berkenan dan mempunyai saksi tersebut, bisa saja saksi (saksi kunci, red) tersebut dihadirkan oleh pihak korban untuk memperkuat peristiwa itu.
“Silakan saja, tetapi itu menjadi ranah dan bagian dari jaksa, apakah berkenan menghadirkan saksi atau tidak,” tandas Markham Faried.
Ditanya apakah, salah satu ancaman pidana untuk para ABH soal persetubuhan, yakni Pasal 76 D tentang Undang-undang Perlindungan Anak?
“Kalau Pasal 76 D ini ancaman pidananya di atas 7 tahun, sama juga dengan pasal 76 E, ancaman hukumannya di atas 7 tahun. Kalau Pasal 76 E itu terkait pencabulan,” jelas Markham Faried.
Namun, Humas PN menerangkan, yang menjadi kekhususan terhadap pelaku tindak pidana anak dan pelakunya anak, ancaman maksimalnya tidak berlaku bagi ancaman maksimal berupa hukuman mati, termasuk ancaman minimal pidana khusus anak.
“Jadi anak tidak dapat dikenakan pidana hukuman mati dan anak bisa dijatuhi ancaman di bawah pidana minimum. Yang kita ketahui bahwa Undang-undang Perlindungan Anak ini ancaman pidana minimalnya itu 5 tahun,” papar Markham Faried.
Ditegaskannya, baik itu tindak pidana persetubuhan maupun pencambulan, memang ancaman minimalnya 5 tahun pidana penjara, tetapi bagi pelaku anak, ancaman pidana minimum tidak berlaku dan bagi pelaku anak itu maksimalnya adalah setengah dari pidana maksimal pelaku dewasa.
“Kalau maksimal untuk pelaku dewasa adalah 15 tahun, maka bagi anak maksimal bagi anak itu 7,5 tahun,” Humas PN.
Belum Terima Berkas Perkara
Secara terpisah, penasehat hukum salah satu ABH, Yan C. Warinussy, SH mengatakan, JPU direncanakan akan menghadirkan 1 saksi dalam persidangan yang dijadwalkan, hari ini, Selasa (11/4).
Namun, ia mengaku belum mengetahui siapa sesungguhnya saksi yang akan dihadirkan JPU, karena selaku penasehat hukum salah satu ABH, dirinya belum menerima berkas perkara.
“Padahal, berdasarkan perintah KUHAP itu kan seharusnya jaksa berikan kepada kita, para penasehat hukum dari keempat ABH saat dia melimpahkan berkas perkara ke pengadilan. Di sidang awal, saya sudah minta, tetapi sampai hari ini, kita belum diberikan. Nah, kita tidak tahu alasannya apa,” kata Warinussy kepada Tabura Pos via ponselnya, Senin (10/4).
Diakuinya, ketika penuntut umum tidak memberikan berkas perkara, maka majelis hakim bisa menegur penuntut umum agar memberikan berkas perkara sesuai perintah KUHAP.
“Jadi, selaku penasehat hukum, saya belum tahu siapa saksi yang akan dihadirkan JPU dalam persidangan besok (hari ini, red),” tambahnya.
Kedua, lanjut Warinussy, dalam perkembangan sidang perkara ini, kelihatan para saksi, baik saksi anak yang menjemput korban maupun saksi ABH yang melihat terakhir korban keluar dari kamar, maupun kepala sekolah serta guru kelas maupun keempat saksi yang juga menjadi tersangka orang dewasa, berdiri sendiri-sendiri.
“Keterangan mereka berbeda sekali dengan keterangan yang diberikan pihak korban. Itu salah satunya. Perbedaannya, ABH korban menyebut dia dipaksa untuk minum, ternyata dia ikut minum. Beberapa hari sebelumnya, salah satu ABH pelaku sempat mengajak dia untuk minum, tapi dia tidak sempat, karena waktu itu dia punya kegiatan lain,” ungkapnya.
Seharusnya, kata dia, para saksi yang dihadirkan penuntut umum ke persidangan, dimaksudkan untuk membuktikan salah atau tidak salah, terlibat atau tidak terlibatnya para ABH tersebut. “Tapi, itu tidak terjadi selama persidangan ini,” pungkas Warinussy. [HEN-R1]