Bintuni, TP – Kabupaten Teluk Bintuni merupakan daerah penghasil dan dikenal memiliki pendapatan PAD besar sebagai penghasil gas nomor dua di Indonesia, tetapi permasalahan gagal tumbuh pada anak atau stunting dan kemiskinan ekstrem masig sangat tinggi.
Perihal itu, Pj Gubernur Papua Barat Paulus Waterpauw, meminta para pimpinan di Kabupaten Teluk Bintuni, agar berupaya semaksimal untuk menurunkan kemiskinan ekstrem dan stunting yang masih tinggi tersebut.
Waterpauw meminta komitmen Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Teluk Bintuni, untuk menangani persoalan stunting dan kemiskinan ekstrem yang masih tinggi, sebab provinsi Papua Barat masuk dalam zona merah.

Penegasan itu ditekankan dalam rapat yang dipimpin Penjabat Gubernur Papua Barat Drs. Paulus Waterpauw,M.Si didampingi Wakil Bupati Matret Kokop, SH, Ketua DPRD Simon Dowansiba, SE serta Plt. Sekda Kabupaten Yeluk Bintuni Drs. Frans Awak.
Yang diikuti para pimpinan OPD Pemerintah Provinsi Papua Barat dan Kabupaten Teluk Bintuni di Aula Hotel Steenkool Bintuni, Jumat (14/4/2023) malam.
Waterpauw menyebutkan, prevalensi stunting dan angka kemiskinan ekstrem di sejumlah daerah di Papua Barat, masih tinggi dan menjadi atensi khususnya.
“Penanganan masalah stunting dan kemiskinan ekstrem itu langsung dari pemerintah pusat, yaitu dari presiden sehingga bersama OPD terkait, kita segera ambil langkah cepat,” terang Paulus Waterpauw saat memimpin rapat percepatan penanganan stunting dan kemiskinan ekstrem, di Aula Hotel Steenkol Bintunu, Jumat (14/4/2023).
Angka prevalensi stunting di Papua Barat, kata Waterpauw, masih dan masuk dalam urutan kelompok rendah. Sehingga dua hal ini adalah kebijakan presiden, dan Pemprov Papua Barat siap menjalankan kedua hal tersebut.
“Komitmen pemerintah daerah untuk menangani urgensi stunting dan kemiskinan ekstrem. Dimana zona merah stunting dan kemiskinan ekstrem, seperti kabupaten Pegaf, Fakfak, Kaimana, Teluk Wondama, Manokwari Selatan, Manokwari dan Teluk Bintuni,” jelas Waterpauw.
Sementara, Kepala Bappelitbangda Kabupaten Bintuni, Dr. Alimudin mengungkapkan, masalah-masalah stunting di Bintuni adalah kurang gizi, dan pola asuh orang tua, serta faktor ekonomi.
Menurutnya, dengan kendala yang terjadi, memerlukan adanya kerja sama stakeholder, termasuk LNG Tangguh yang mengelola Migas di Bintuni.
“Itu perlu adanya intervensi dari pemerintah provinsi Papua Barat dan yang perlu LNG Tangguh lakukan yaitu melalui pendekatan CSR yang bisa kita dorong, sehingga Perlu ada intervensi dari provinsi untuk CSR di BP Tangguh,” pungkasnya. [ABI-R4]