Manokwari, TABURAPOS.CO – Sidang gugatan praperadilan yang diajukan Pemohon, DI terhadap Termohon, Kapolda Papua Barat cq Direskrimsus Polda Papua Barat, terpaksa ditunda sampai Selasa (4/7).
Selain ketidakhadiran Termohon, penundaan juga lantaran ada surat pencabutan praperadilan dan kuasa terhadap kuasa hukumnya, Habel Rumbiak, SH, S.pN.
Sidang perdana yang dipimpin majelis hakim, Rakhmat Fandika Timur, SH, hanya dihadiri kedua kuasa hukum Pemohon, Habel Rumbiak, SH, S.pN dan Waode Yuliana, SH, termasuk sejumlah pengacara.
Setelah membuka sidang, hakim memberitahukan adanya surat dari Pemohon Prinsipal terhadap hakim yang memeriksa perkara Nomor: 5.Pid.Pra/2023/PN. Mnk tentang pencabutan permohonan praperadilan.
Surat tertanggal, Jumat, 23 Juni 2023 tersebut, pada intinya berisi pencabutan permohonan praperadilan terhadap Kapolda cq Direskrimsus. Menurut Pemohon dalam suratnya, pencabutan ini berlaku pula untuk surat kuasa yang telah diberikan.
Oleh karena itu, masih dalam surat tersebut, Habel Rumbiak tidak lagi bertindak mewakili kepentingan hukum Pemohon dalam perkara yang sedang dihadapinya.
Menurut DI dalam surat tanpa materai dan tanda tangan yang berbeda jauh dengan surat yang dikantongi para kuasa hukum, alasan pencabutan karena materi praperadilan tidak dikomunikasikan dengan baik bersama Pemohon sebagai pemberi kuasa atau Pemohon praperadilan.
Namun alasan yang disampaikan Pemohon dalam suratnya, ditepis Habel Rumbiak. Di persidangan, ia mengatakan, sesuai komunikasi terakhir dengan prinsipal, semua sudah disampaikan dan tidak ada keberatan atas gugatan tersebut. “Komunikasi terakhir hari itu, tidak ada masalah,” ujarnya.
Untuk membuktikan kebenaran surat, maka Habel Rumbiak memohon majelis hakim menghadirkan Pemohon atau prinsipal melalui Termohon ke persidangan untuk didengar keterangannya secara langsung.
Menanggapi hal itu, hakim menyatakan surat itu telah ditembuskan ke kuasa hukum dan juga diterima PN Manokwari, Jumat (23/7).
“Dengan demikian melalui surat ini, maka saudara selaku kuasa dicabut oleh yang bersangkutan,” kata hakim.
Dia berharap persoalan ini diselesaikan terlebih dahulu antara prinsipal dengan kuasanya. “Kami di sini, di Pengadilan, terutama karena sifatnya ada surat ini ya, kami di sini tidak berkewajiban melakukan yang namanya pemanggilan. Apalagi di sini, kuasa ya, masa kami disuruh komunikasi sama prinsipal,” ujar Fandika Timur.
Oleh sebab itu, ia berharap persoalan ini diperjelas terlebih dahulu oleh kuasa Pemohon dengan prinsipal atau dengan siapa pun kuasa hukumnya nanti.
“Diselesaikan terlebih dahulu mengenai apakah dilanjutkan kuasa yang diberikan prinsipal atau tidak. Dengan berpatokan pada surat ini, kami menyatakan pemohon atau prinsipal melakukan pencabutan praperadilan ini,” tukasnya.

Sementara Waode Yuliana mengungkapkan, setelah membaca surat pencabutan praperadilan dan kuasa, ternyata tanda tangan yang dibubuhkan prinsipal berbeda dengan surat kuasa yang diterimanya bersama Habel Rumbiak.
“Iya, itu kan berkaitan dengan versi. Nah, misalkan kayak begini kan nggak mungkin dilakukan pembuktian tanda tangan walaupun orangnya tidak ada. Di sini kan sudah dilakukan pemanggilan dan yang bersangkutan menanggapi dengan surat ini,” jelas hakim.
Menurut dia, siapa yang membuat surat pencabutan gugatan praperadilan itu, pengadilan tidak bisa melakukan pembuktian. Dengan demikian, hakim tidak mengabulkan permohonan dari kuasa Pemohon.
Selanjutnya, Habel Rumbiak membeberkan, dalam surat kuasa yang dikantonginya, tertulis ada 2 orang, tetapi yang dicabut hanya atas nama Habel Rumbiak, sedangkan kuasa terhadap Waode Yuliana tidak disebut prinsipal untuk dicabut.
Setelah mencermati surat itu, hakim mengakui bahwa di dalam surat itu hanya dilakukan pencabutan terhadap kuasa atas nama Habel Rumbiak.
“Jadi untuk hari ini, karena kuasanya ada dua, maka kita anggap Pemohon hadir ya. Namun di sini karena setelah dilakukan panggilan, karena Termohon belum hadir, maka kita lakukan panggilan lagi kepada Termohon ya,” tandas Fandika Timur.
Misalkan nanti ada perubahan, sambung hakim, maka kuasa yang sudah dicabut harus mengajukan surat kuasa lagi.
Usai persidangan, Habel Rumbiak menjelaskan, pada sidang pemeriksaan pendahuluan atau sidang pertama ini digelar untuk memeriksa berkas dari para, Termohon, dan Pemohon.
Namun, lanjut dia, ada permasalahan dengan munculnya surat pencabutan praperadilan, lalu dibarengi pencabutan kuasa, sehingga untuk sementara ini sidang belum dilanjutkan.
“Hakim minta untuk meng-clear-kan permasalahan ini dan sidang akan dilanjutkan minggu depan,” ungkap Habel Rumbiak.
Menurutnya, gugatan praperadilan ini secara formal masih berjalan dan tidak gugur, karena belum ada putusan gugur, digugurkan atau dicabut.
“Kalau pun dicabut atau digugurkan atau apapun namanya, tetap akan berproses dalam sidang di pengadilan, tidak bisa dari luar, kemudian cabut perkara ini,” tegas Habel Rumbiak.
Secara formal, jelas Habel Rumbiak, dia mendapat kuasa yang sah dari prinsipal dalam bentuk surat kuasa untuk mendampingi DI saat proses pemeriksaan di Polda Papua Barat, ada juga surat kuasa tersendiri untuk mengajukan praperadilan, dan ada juga surat kuasa tersendiri lainnya untuk melakukan tindakan-tindakan hukum lain terhadap hal-hal di luar pengadilan.
Terkait adanya dugaan perbedaan tanda tangan, Habel Rumbiak mengatakan, dugaan perbedaan tanda tangan prinsipal dalam hal ini DI, maka dirinya telah meminta hakim untuk mengonfirmasi kebenaran dari surat pencabutan itu dengan menghadirkan prinsipal ke pengadilan dengan bantuan Termohon.
“Sehingga ada kepastian hukum berkenaan dengan surat yang diajukan pada hari Jumat itu. Kalau memang benar dan terkonfirmasi, tidak ada masalah bagi kami. Kami bisa berhenti sebagai kuasa hukum dan tidak melanjutkan pengajuan gugatan praperadilan ini,” tandas Habel Rumbiak.
Namun, kata dia, permintaannya selaku kuasa ditolak hakim dan berpendapat bahwa persoalan ini kewajiban para pihak, dalam hal ini pemberi kuasa dan penerima kuasa untuk meng-clear-kan kebenaran dari surat pencabutan tertanggal 23 Juni 2023 tersebut.
Secara terpisah, salah satu advokat, Abraham Wainarisi, SH berpendapat, terkait pembuktian surat pencabutan praperadilan dari prinsipal, harus ada penegasan dan diteliti secara seksama oleh hakim yang memimpin persidangan.
“Di dalam surat tersebut ada dugaan terkait perbedaan tanda tangan dan ada indikasi dugaan pemalsuan tanda tangan,” ungkapnya.
Untuk itu, kata dia, majelis hakim harus meneliti, lalu mempunyai kewenangan dengan membuktikan surat tersebut. Apalagi, lanjut dia, sekarang prinsipalnya tidak bisa hadir ke persidangan karena ditahan Termohon, dalam hal ini Polda Papua Barat.
“Fakta persidangan, prinsipal kan tidak dihadirkan dalam proses persidangan tersebut. Untuk membuktikan itu, majelis mempunyai kewenangan menghadirkan prinsipal dari praperadilan, sehingga ada kejelasan terkait syarat formil,” tandas Wainarisi.
Seharusnya, ujar dia, hakim bisa berinisiatif mengundang atau memanggil prinsipal melalui Termohon. “Supaya proses praperadilan ini bisa berjalan sesuai prosedur. Jangan sampai ada surat-surat kaleng yang masuk ke pengadilan, lalu begitu saja diterima pihak pengadilan,” tukasnya.
Penegasannya, kata dia, majelis harus meneliti, karena itu menjadi kewenangan majelis yang memimpin sidang, jangan sampai ada orang lain dan tidak berkepentingan, lalu memasukkan surat dan dianggap sah.
“Jadi, harus ada konfirmasi dengan prinsipal, apakah benar dia yang memberikan surat itu atau ada yang bermain,” pungkas Wainarisi. [HEN-R1]