Manokwari, TABURAPOS.CO – Humas Pengadilan Negeri (PN) Manokwari, Markham Faried, SH, MH membenarkan jika majelis hakim yang diketuai, Berlinda U. Mayor, SH, LLM mengeluarkan seorang advokat di sela-sela sidang dugaan tindak pidana korupsi (tipikor) di Kabupaten Teluk Wondama, di PN Manokwari, Kamis (27/7) silam.
Hal ini diungkapkan Markham Faried menyikapi pemberitaan media terkait adanya dugaan pengusiran seorang advokat dari ruang sidang ketika pelaksanaan sidang dugaan tipikor.
Ia menjelaskan, memang benar hakim mengeluarkan seorang advokat dengan memperhatikan ketentuan Pasal 218 KUHAP, Peraturan Mahkamah Agung (MA) Nomor 5 dan 6 Tahun 2020 tentang Protokol dan Keamanan Persidangan.
“Kemudian, Surat Edaran Direktur Jenderal Badilum Nomor 2 Tahun 2020 tentang Tata Tertib Persidangan. Jadi, di sana diatur ketentuan dan itu menjadi pertimbangan majelis hakim agar proses persidangan dapat berjalan tertib sesuai peraturan yang berlaku,” kata Humas PN kepada para wartawan di PN Manokwari, semalam.
Markham Faried menerangkan, sudah tentu majelis hakim mempunyai pertimbangan tersendiri, apakah itu nanti ditindaklanjuti oleh advokat, tentu bisa ditanyakan lebih lanjut ke para advokat.

“Perkara ini sedang berjalan, tentu berdasarkan hukum acara, baik hakim yang menyidangkan maupun aparatur pengadilan lain, tidak bisa mempengaruhi proses persidangan. Independensi hakim tentu dijaga dalam proses persidangan ini,” tegas Markham Faried.
Disinggung perihal adanya keluhan para advokat terhadap waktu persidangan yang berlangsung hingga malam hari, jelas Markham, hal ini akan menjadi bahan evaluasi unsur pimpinan dan PN Manokwari untuk terus melakukan pembenahan dan perbaikan terhadap layanan di pengadilan, terutama proses persidangan.
Diakuinya, memang tidak bisa dipungkiri bahwa saat ini dari aspek sumber daya manusia (SDM) dan aparatur pengadilan lain, terutama hakim di PN Manokwari, masih terbatas.
“Tentu pimpinan mempunyai program dan juga usulan untuk penambahan hakim agar dalam proses persidangan tidak menjadi hambatan dan kendala, tapi dengan adanya masukkan dari masyarakat atau dari teman-teman advokat, akan kami tindaklanjuti dalam rapat bulanan dan evaluasi di PN Manokwari. Harapannya, dalam aspek persidangan, tentu tidak ada hambatan,” tukasnya.
Apabila ke depan masih terdapat proses persidangan yang berjalan sampai malam hari, kata Humas PN, memang tidak dipungkiri bahwa PN Manokwari terus melakukan pembenahan dari segi ruang sidang, tata kelola persidangan, dan lain-lain.
Secara terpisah, salah satu advokat senior di Manokwari, Demianus Waney, SH mengatakan, sebenarnya, dia tidak melamun ketika proses persidangan sebelumnya, tetapi tetap mengikuti sidang dengan baik.
“Pada saat saya diberikan kesempatan, saya memulai dengan pertanyaan yang sudah ditanya, tapi pertanyaan saya dengan gaya yang berbeda. Mereka mengatakan saya melamun, kalau memang melamun, anda keluar. Saya ribut dalam persidangan bahwa saya tidak melamun, tetapi mengikuti sidang,” ungkap Waney kepada Tabura Pos di PN Manokwari, kemarin.
Terkait adanya pengulangan pertanyaan, jelas Waney, sebenarnya tidak ada pengulangan pertanyaan. Sebab, katanya, seorang pengacara harus mencari kebenaran materil, yang belum ditanya, dan belum ada keterangan dari saksi, maka perlu ditanya lagi untuk memperjelas fakta.
Dikatakannya, dalam sistem peradilan pidana Indonesia, ada sejumlah hal penting, yaitu: pertama, hakim dan advokat harus menjunjung tinggi kebebasan masing-masing berdasarkan azas kebebasan peradilan dan kebebasan advokat.
Kedua, advokat dan hakim wajib mempertimbangkan secara wajar dan realistis demi kebenaran materil, hak terdakwa untuk menarik kembali keterangan-keterangan dalam BAP, tidak menganggap BAP secara formalistik sebagai bukti terhadap terdakwa.
“Hakim dalam memeriksa terdakwa juga tidak boleh bersikap menekan dan memojokkan seakan-akan terdakwa sudah dianggap bersalah, tetapi harus berpegang pada azas praduga tak bersalah,” tambahnya.
Keempat, hubungan hakim dan advokat harus bersifat profesional dan objektif, tidak boleh bersifat pribadi dan subjektif.
Kelima, advokat dan hakim harus bersikap sebagai bagian dari komplementer dalam sistem peradilan yang saling melengkapi, dengan tujuan menegakkan hukum dan keadilan.
Keenam, advokat dan hakim harus bersama-sama mempertahankan dan melindungi hak asasi manusia atau terdakwa, sedangkan ketujuh, hakim harus mempertahankan imunitas advokat untuk kepentingan pembelaan.
Di samping itu, jelas Waney, advokat juga harus menghormati hak-hak dan wewenang hakim dan di lain pihak, hakim harus menghormati hak-hak dan wewenang advokat dalam membela perkara untuk mengajukan pertanyaan kepada saksi atau ahli, mengajukan bukti-bukti dan saksi yang oleh hakim tidak boleh ditolak dengan alasan tidak relevan.
Sebelumnya, para pengacara di Manokwari, yang tergabung dalam Advokat Manokwari Bersatu (AMB) menyoroti sikap dan tindakan Ketua Pengadilan Negeri (PN) Manokwari, Berlinda U. Mayor, SH, LLM, sekaligus akan melaporkannya ke Badan Pengawas (Bawas) Mahkamah Agung (MA).
Juru Bicara Advokat Manokwari Bersatu, Yan C. Warinussy, SH membeberkan, laporan itu sekaitan dengan tindakan yang diduga dilakukan Ketua PN Manokwari terhadap 2 pengacara, Demianus Waney, SH dan Handri P. Poae, SH dalam sidang perkara korupsi pengadaan buku di Kabupaten Teluk Wondama, di PN Manokwari, Kamis (27/7).
“Intinya kita mempersoalkan tindakan dan perilaku hakim yang kelihatannya melanggar kode etik hakim dan merendahkan harkat dan martabat dari profesi advokat, khususnya di Manokwari,” kata Warinussy dalam jumpa pers usai pertemuan bersama para pengacara di STIH Manokwari, Sabtu (29/7).
Kronologisnya, jelas Warinussy, terjadi silang pendapat antara ketua majelis hakim, Berlinda Mayor dan Demianus Waney, diperingati hakim, akan dikeluarkan dari ruang sidang jika tetap ngotot bertanya, yang menurut penilaian hakim bersifat mengulang dari pertanyaan hakim maupun jaksa serta menyimpang dari BAP (berita acara pemeriksaan).
“Ibu ini berpatokan pada BAP dari penyidik yang dianggap sesuatu yang paten. Padahal, dalam hukum acara pidana, tidak menyatakan begitu, karena dimungkinkan menggali keterangan dalam persidangan, karena itulah yang akan dipakai majelis hakim untuk memutuskan suatu perkara pidana,” terang Warinussy yang didampingi para pengacara lain.
Akibat dari pertanyaan yang dianggap mengulang itulah, sambung dia, Handri mengalami hal serupa. Sebab, lanjutnya, ketika dia mengajukan pertanyaan, lalu ditegur ketua majelis hakim, karena dianggap menyimpang dari BAP, sampai diperintahkan keluar dari ruang sidang.
“Diusir-lah. Padahal, beliau ini sedang menjalankan tugas profesi. Kalau sedang menjalankan tugas profesi, dia dilindungi aturan, ada Kode Etik Advokat, UU No. 18 Tahun 2003, dan KUHAP sebagai hukum yang melindungi kita semua penegak hukum, baik polisi, jaksa, hakim, dan advokat dalam menjalankan tugas,” tukas Warinussy. [FSM-R1]