Manokwari, TABURAPOS.CO – Belakang ini suhu panas di Manokwari terasa sangat menyengat. Fenomena itu terjadi lantaran pembentukan awan cumulonimbus di langit Manokwari yang semakin berkurang.
Di samping itu, minimnya pembentukan awan cumulonimbus panas menyengat yang dirasakan juga disebabkan karena faktor El Nino atau fenomena cuaca yang terjadi akibat peningkatan suhu permukaan air yang saat ini sedang melanda wilayah Indonesia, termasuk Manokwari.
“Saat ini wilayah Manokwari sedang mengalami musim kemarau yang diikuti suhu panas, karena sirkulasi udaranya turun,” kata Kepala Badan Metereologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Stasiun Rendani Manokwari, Daniel Tandi kepada wartawan di kantornya, Rabu (9/8).
Diprediksi, musim kemarau di wilayah Manokwari akan berlangsung hingga bulan September atau Oktober 2023 mendatang.
“Cuaca tinggi (panas red) di setiap musim kemarau ada dan tanpa El Nino suhu panasnya di Manokwari seperti ini,” kata Daniel Tandi
Daniel menyebutkan, suhu panas di Manokwari saat ini rata-rata dikisaran 32-33 derajat celcius dan belum masuk kategori ekstrim.
“Secara tertinggi suhu panas di Manokwari saya belum lihat secara pasti, tapi saat ini 32-33 derajat celcius belum masuk kategori ekstrim, kalau ekstrim hitungannya harus plus 5 derajat. Contoh Manokwari tertinggi 34 derajat celcius plus 5 jadi 39 derajat,” jelasnya.
Diungkapkan Daniel, suhu panas menyengat yang dirasakan di Manokwari terjadi karena minimnya awan cumulonimbus yang disebabkan menurunnya atau rendahnya tekanan angin.
“Sekarang di musim kemarau awannya sudah sedikit, diperparah ada El Nino maka susah terbentuk awannya, makanya kalau kita lihat langit hampir tidak ada awan, itu yang menambah suhu panas di Manokwari,” terang Daniel.
Daniel Tandi menambahkan, dampak El Nino tidak terlalu besar dirasakan di Manokwari, karena wilayah Manokwari Papua Barat secara umum masih diuntungkan dengan faktor lokal.
Akan tetapi, sambung Daniel, El Nino bisa mempengaruhi waktu musim kemarau semakin lama karena mengurangi curah hujan di suatu wilayah termasuk di Manokwari.
“Nah itu bisa, tergantung lamanya fenomena cuaca di daerah Pasifik Barat atau utaranya Papua dan Pasifik Timur terjadi suhu tinggi permukaan laut, jadi terbalik sirkulasi udara di wilayah Indonesia jadi turun. Prediksi BMGK kemarau sampai September tahun ini bisa plus minus sampai Oktober, kalau kemarau faktor El Nino bisa berlangsung sampai 2 tahun,” pungkasnya. [SDR-R3]


















