Manokwari, TABURAPOS.CO – Majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Manokwari yang diketuai Haries S. Lubis, SH, MH, melanjutkan sidang beragenda pemeriksaan saksi atas lima terdakwa, anggota Satnarkoba Polresta Manokwari berinisial IAS, ER, MSS, RWWM, dan HDS, Selasa (22/8).
Humas PN Manokwari, Dr. Markham Faried, SH, MH membenarkan pemeriksaan saksi, Kasat Narkoba Polresta Manokwari, Iptu Lukas Rosihol, yang dihadirkan jaksa penuntut umum (JPU) Kejari Manokwari, Gerei Sambine, SH.
Dikatakannya, saksi memberi keterangan tentang peristiwa yang terkait tindakan yang dilakukan kelima terdakwa.
Ditanya apakah persidangan ini tidak dihadiri saksi korban, kata Markham Faried, saksi korban tidak menghadiri persidangan, sehingga majelis hakim masih memberikan kesempatan JPU untuk menghadirkan saksi korban.
“Agenda hari ini berkaitan dengan pemeriksaan saksi lain, bukan saksi korban,” katanya kepada Tabura Pos di PN Manokwari, Selasa (22/8).
Dikatakannya, sidang berikut beragenda masih mendengar keterangan saksi korban yang dijadwalkan, Selasa (29/8). Namun, kata dia, majelis hakim akan melihat lagi, apakah saksi korban akan hadir atau tidak.
Disinggung soal ketidakhadiran saksi korban sejak awal persidangan, Humas PN mengatakan, majelis hakim akan menelaah, apakah panggilan yang dilakukan JPU sudah sah dan patut ke tempat kediaman saksi korban berdomisili.
“Ketika itu sudah sesuai, maka majelis hakim akan mengambil sikap untuk kelanjutan proses pemeriksaan perkaranya,” kata Markham Faried.
Ditanya apakah proses pemeriksaan terhadap saksi korban bisa dilakukan secara online, jelas Humas PN, itu bisa dilakukan dengan memperhatikan mekanisme pemeriksaan sesuai amanat Peraturan Mahkamah Agung tentang proses persidangan secara elektronik atas perkara pidana.
Menurut dia, pemeriksaan saksi dalam perkara pidana, baik saksi, ahli atau pemeriksaan keterangan lain, bisa dilakukan melalui zoom atau media elektronik, tetapi harus memperhatikan lokasi atau tempat pemeriksaan.
“Berdasarkan Peraturan Mahkamah Agung, saksi harus berada di kejaksaan, kantor polisi atau pengadilan di mana saksi berada, sehingga ketika pengambilan sumpah dan mengambil keterangan saksi sesuai hukum acara pidana yang berlaku,” katanya.
Secara terpisah, penasehat hukum para terdakwa, Simon Banundi, SH menerangkan, dalam catatannya pada sidang kali ini, kelima terdakwa yang merupakan anggota Polri, bergerak sesuai surat perintah resmi dan berlaku selama sebulan.
Ia menjelaskan, ketika kelima terdakwa menangkap orang yang diduga pengedar narkotika jenis Ganja, lalu diperiksa, sebenarnya kasus ini adalah tindak pidana extra ordinary crime yang membutuhkan teknik pemeriksaan yang sedikit berbeda.

“Dalam sidang, pak Kasat Narkoba hadir sebagai saksi dan membenarkan bahwa pemeriksaan sering kali membutuhkan penekanan yang sedikit keras terhadap target guna melakukan pengembangan kasus,” ungkap Banundi yang dihubungi Tabura Pos via ponselnya, semalam.
Namun, tegas Banundi, pemakaian kekerasan yang melanggar HAM, tidak dibenarkan Kasat Narkoba. Di samping itu, lanjut dia, di antara korban dan para terdakwa sudah ada penyelesaian sampai pemberian santunan terhadap korban sebesar Rp. 150 juta.
Disinggung soal batasan interogasi disertai kekerasan, terang Banundi, batasan interogasi disertai kekerasan ini sebenarnya belum jelas sehingga terjadinya kasus ini.
“Kalau dibaca dalam KUHP, Pasal 170, melakukan kekerasan secara bersama-sama atau pengeroyokan atau dibaca dalam tindak-tindak petugas narkotika, itu bukan kekerasan, tetapi strategi menggali informasi dari orang yang dilakukan pengembangan. Inilah yang berbeda,” ujar Banundi.
Lanjut dia, dalam pemeriksaan poin berikut menjadi hilang, dengan artian, ada barang bukti, pelaku tidak tahu ke mana, dan barang bukti masih tertinggal di Polresta.
“Apakah ada orang yang menggantikan lima orang ini untuk mengembangkan kasus ini lebih lanjut atau tidak. Nah, ini sempat kami pertanyakan dalam sidang tersebut, kalau seperti ini, hanya sepihak. Ini yang saya lihat sebagai penasehat hukum,” tandas
Ditanya apakah ada fakta baru di persidangan, ia mengaku, begitu kasus ini terjadi, seperti diambil alih oleh Polda.
“Terlihat dari keterangan saksi tadi, belum ada mekanisme internal, misalnya ada pelanggaran kode etik dan lainnya. Kenapa proses internal ini menjadi penting, karena kelima terdakwa ini menjalankan tugas dalam perintah dan pasti tindakan mereka diketahui atasannya, maka yang sesungguhnya terjadi adalah interogasi yang memakai kekerasan, maka ada mekanisme internal yang dilewatkan,” jelas Banundi.
Ia menilai, kasus ini berjalan secara subjektif, sehingga menghilangkan nilai objektif untuk menemukan keadilan dalam perkara ini, apa yang sebenarnya.
Ditanya terkait kehadiran saksi korban, kata dia, dalam persidangan ini, JPU menunjukkan 2 lembar surat panggilan terhadap saksi korban melalui kepala kampung ke majelis hakim dan penasehat hukum.
“Hakim masih memberi satu kali kesempatan kepada penuntut umum untuk memanggil saksi korban melalui kepala kampung,” pungkas Banundi. [FSM-R1]