Manokwari, TABURAPOS.CO – Ketapang Diving Community di Manokwari menyikapi serius kecelakaan laut yang menyebabkan kerusakan terumbu karang yang diduga ditabrak KM Mitra Mulia di Reef 2 Imuni, Teluk Doreri, Kabupaten Manokwari.
Untuk itu, Ketapang Diving Community telah membentuk koalisi advokasi terumbu karang Teluk Doreri, melibatkan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Papua, Kantor Hukum Meos Su Law Office, Yayasan Pusak Bentala Rakyat, Pemuda Adat Papua, dan Dewan Adat Papua (DAP).
Ketua Ketapang Diving Community, Alexander R. Sitanala mengatakan, kecelakaan laut yang menyebabkan kerusakan terumbu karang di Teluk Doreri sudah terjadi 2 kali.
Diungkapkannya, kejadian pertama terjadi beberapa tahun lalu dan penyelesaiannya hanya dilakukan secara adat.
Rupanya, kata dia, tidak memberi efek jera, sehingga Ketapang Diving Community mengambil langkah tegas terhadap kejadian kedua ini dengan tetap mengajukan memproses hukum terhadap KM Mitra Mulia sampai ke persidangan agar ke depan ada efek jera dan kejadian serupa tidak terjadi lagi.
Diungkapkan Sitanala, pihaknya sudah melakukan penyelaman untuk mengambil data atas kerusakan terumbu karang dari kejadian tersebut.
Hasil dari penyelaman ini, ungkap Sitanala, diperoleh bahwa posisi kecelakaan terjadi di Reef 2 Imuni dengan kedalaman jika air surut dari depan kapal sekitar satu setengah meter dan jika air pasang full kedalamannya sekitar tiga meter, dimana kerusakan terumbu karang yang ditimbulkan sepanjang 80 meter.
“Kerusakan ini lebih parah dari sebelumnya di tahun 2021,” ujar Sitanala kepada Tabura Pos di Kwawi, Manokwari, Rabu (20/9).
Ia mengaku menyesalkan kejadian ini, karena jenis terumbu karang yang terdampak akibat kejadian ini merupakan terumbu karang keras atau karang api, dimana posisinya adalah perhentian setelah dilakukan penyelaman.
Apabila dilihat dari posisi kapal kandas, sambung dia, ada sekitar 10 meter dari belakang kapal itu merupkan salah satu spot penyelaman yang mana beberapa kali dikunjungi wisatawan internasional.

“Itu posisinya tepat di mana kami berhenti setelah menyelam dan dari situ kemudian penyelam naik boat. Sangat disesalkan karena kehancurannya sangat parah. Kita tidak bisa melihat lagi ikan hias saat kita selesai menyelam,” sesal Sitanala.
Menurutnya, kejadian ini terjadi pada 17 September 2023 sekitar pukul 21.30 WIT. Pasca-kejadian tersebut, pihaknya langsung menuju kapal dan bertemu dengan nahkodanya. Dari pengakuan nahkoda, kecelakaan akibat error system pada kapal.
Ditambahkannya, nahkoda juga mengaku berada pada jalur lalu lintas laut dan rambu lalu lintas laut juga menyala. Meski begitu, tegas Sitanala, pihaknya tidak percaya begitu saja, lantaran ada perbedaan pernyataan dari anak buah kapal yang mengaku jika rambu pada mercusuar tidak menyala saat itu.
“Jadi, ada dua indikasi, apakah ini human error atau masalah teknis kapal tadi, sehingga kejadian ini saya laporkan dan Polairud sudah merespon dengan melakukan penyelidikan,” tandas Sitanala.
Untuk menghindari kejadian serupa, ia berharap ada penambahan rambu di Reef dan instansi terkait harus mengatur jalur kapal di lokasi lain, mengingat posisi Reef cukup dangkal dan tidak layak dijadikan jalur kapal.
“Jalur lalu lintas kapal ini tidak rapi dan harus diatur baik. Intinya, saya tidak akan mencabut laporan dan tetap memproses hukum meski ada pernyataan dari Kepala Suku Doreri untuk melakukan mediasi dan penyelesaian secara hukum adat, itu silahkan saja. Tapi saya akan tetap proses hukum sampai ke persidangan,” tegas Sitanala.
Berdasarkan catatan Tabura Pos, kecelakaan laut yang menyebabkan kerusakan terumbu karang di Reef 2 Imuni, Teluk Doreri, akibat ditabrak KM Mitra Mulia, Minggu (17/9).
Peristiwa tersebut terjadi saat KM Mitra Mulia yang mengangkut semen sekitar 1.000 ton bertolak dari Manokwari menuju Raja Ampat. [AND-R1]