Manokwari, TABURAPOS.CO – Ketua Perwakilan Ombudsman Republik Indonesia (ORI) Papua Barat, Musa Y. Sombuk mengucapkan Dirgahayu ke-24 tahun kepada Provinsi Papua Barat sekaligus memberikan apresiasi terhadap keberhasilan yang ditandai dengan sejumlah penghargaan dari berbagai lembaga di level nasional maupun internasional.
“Saya pikir ini menjadi kewajiban pemerintah untuk bekerja dan pihak lainlah yang menilai. Mudah-mudahan penilaian itu tidak sekedar penilaian tapi berdampak bagi kepentingan dan kesejahteraan masyarakat terutama orang asli Papua sesuai tujuan kehadiran Provinsi Papua Barat,” kata Sombuk kepada Tabura Pos di ruang kerjanya, Jumat (13/10).
Sombuk mengakui, perjalanan 24 tahun Pemprov Papua Barat banyak keberhasilan yang dicapai. Tetapi, sambung dia, terdapat persoalan mendesak yang sejak provinsi ini berdiri belum dapat terpecahkan.
Sombuk menyebutkan, persoalan yang belum terpecahkan adalah soal kemiskinan dimana Papua Barat masih disebut sebagai provinsi termiskin. Berikutnya, persoalan tenaga honorer daerah.
Berikutnya, persoalan Indeks Keterbukaan Informasi, Indeks Demokrasi dan kebebasan berekspresi. “Dimana Papua Barat masih masuk dalam indeks-indeks tersebut, dan masih masuk dalam indeks yang dipakai oleh lembaga survey,” sebutnya.
Selain itu, persoalan pelayanan dasar seperti air bersih, namun pemerintah masih focus pada infrastruktur jalan, jembatan. Persoalan yang berkaitan dengan pelayanan dasar seperti bidang pendidikan, dimana di Papua Barat masih banyak angka putus sekolah.
Persoalan berikutnya adalah, masih jauhnya perhatian kepada daerah 3 T di bidang kesehatan dan pendidikan. Persoalan perizinan yang didesain secara nasional melalui sistem OSS, namun daerah belum siap. Akibatnya, untuk menuju ketitik tersebut masih cukup sulit tercapai.
“Banyak masyarakat kita di daerah tertinggal, terdepan dan terluar (3T) yang belum memiliki KTP, ini kewajiban dan tupoksi pemerintah kalau masyarakat tidak bisa ke tempat pelayanan, tempat pelayanan yang datang ke mereka,” tegas Sombuk.
Ada juga dibidang ekonomi, kata Sombuk, di Papua Barat adalah ekonomi konsumsi tapi minim investasi. Dimana, ada uang beli barang dan ketika pengiriman terganggu akan begitu terasa.
“Kebijakan affirmasi pengadaan barang dan jasa, kami sudah dorong dibuat Pergub sebagai turunan Inpres agar dapat mengatur pengusaha asli Papua. Ini belum kemana-mana dalam 20 tahun otsus pertama, karena kelangkahan regulasi. Termasuk munculnya konflik-konflik di daerah yang kaya sumber daya alam (SDM) yang dibungkus dengan label KKB,” jelas Sombuk.
Menurutnya, kepala daerah yang ditunjuk harus dapat menyelesaikan sejumlah persoalan tersebut. “Kita berharap dirubah tapi ternyata tidak. Kalau kemarin bicara keberhasilan, betul kita akui ada walau pun durasinya pendek. Tapi kalau tidak kontinyu akan menimbulkan masalah lagi, ada banyak agenda yang belum diselesaikan dan ini menjadi atensi bagi gubernur yang ditunjuk maupun yang dipilih melalui pilkada nantinya,” tandas Sombuk. [FSM-R3]