Manokwari, TABURAPOS.CO – Sindikat pembuat senjata api (senpi) rakitan di wilayah Kabupaten Manokwari dan sekitarnya yang berjumlah 6 orang, berhasil ditangkap tim khusus (timsus) Polresta Manokwari.
Dari para tersangka, pihak kepolisian mengamankan 12 pucuk senpi rakitan dengan beragam jenis, amunisi, dan peralatan yang dipakai untuk merakit senpi.
Menurut Kapolresta Manokwari, Kombes Pol. R.B. Simangungsong, keenam tersangka ini terdiri dari 2 kelompok, tetapi masih ada 1 orang berinisial W yang berstatus daftar pencarian orang (DPO).
“Tersangka W diduga merupakan bos dari enam tersangka yang sudah ditangkap. Tersangka W berstatus DPO, karena saat mau ditangkap, yang bersangkutan tidak di tempat,” kata Kapolresta dalam konferensi pers di Polresta Manokwari, Senin (23/10/2023).
Simangungsong merincikan, untuk 12 senpi rakitan sebagai barang bukti yang diamankan, dimana beberapa senpi merupakan pesanan dan sejumlah senpi lagi akan diperjualbelikan.
Diungkapkannya, dari pengakuan para tersangka, jumlah senpi yang diproduksi sebanyak 25 senpi, tetapi apabila dihitung dengan apa yang disampaikan, baik laporan perorangan oleh para tersangka, jumlahnya diperkirakan lebih dari 37 senpi.
Namun, tegas dia, jika menurut informasi anggota di lapangan dan sumber-sumber di lapangan, para tersangka sudah menjual lebih dari apa yang disampaikannya.
“Perintah Kapolda, siapa-siapa yang sudah melakukan pembelian akan kita telusuri,” kata dia.
Sekaitan dengan maraknya peredaran senpi rakitan, sekaligus tidak mengurangi rasa hormat akan kearifan lokal, menjadikan senpi sebagai mas kawin, tetapi masyarakat perlu menyikapi dengan bijaksana.
Meski senpi itu hanya rakitan, ujar Kapolresta, tetapi sangat berbahaya, karena memakai peluru organik. Sedangkan perihal peluru, jelas dia, sesuai keterangan para tersangka, mereka tidak menyediakan peluru.

Ditambahkannya, para tersangka hanya membuat dan memperbaiki senpi rakitan dengan jaminan jika ada senpi yang dibeli mengalami kerusakan, bisa dikembalikan untuk diperbaiki lagi.
Sementara untuk amunisi atau peluru, ungkap dia, akan dikembangkan lagi, karena berdasarkan pengakuan mereka, amunisi yang dipakai untuk mengukur atau menyesuaikan dengan senpi rakitan yang diproduksi.
Menurut Simangungsong, senpi rakitan itu diproduksi di wilayah Manokwari dan diproduksi sekitar setahun lamanya. “Satu pucuk senpi dijual ke pelanggan seharga Rp. 10 juta sampai Rp. 15 juta,” sebut Kapolresta.
Ditambahkan Simangungsong, para tersangka ini sehari-hari sebagai tukang las dan sebagainya, dimana mereka memproduksi senpi sesuai permintaan dan diproduksi tanpa henti.
Pada kesempatan itu, ia berharap dukungan seluruh lapisan masyarakat untuk menyikapi peredaran senpi rakitan ini, karena selain membahayakan diri sendiri, juga keluarga, dan orang lain.
“Peredarannya sudah sampai ke Ransiki, Pegaf, dan tidak tertutup kemungkinan lebih jauh lagi. Kalau kita lihat, dia praktis, tapi kalau jarak pendek, mematikan. Kekurangannya, dia tidak ada alur, kalau ada alur, jangkauannya panjang,” jelas Kapolresta.
Kronologis Penangkapan
Sementara itu, Kanit Tipidter, Satreskrim, Polresta Manokwari, Ipda Abeg Guna Utama menjelaskan, sebanyak 6 tersangka yang ditangkap berinisial K (36 tahun), RT (38 tahun), AP (34 tahun), MS (42 tahun), MT (40 tahun), dan NM (39 tahun).
“Mereka memang sudah lama dilakukan penyelidikan. Kita lakukan penyelidikan, lalu kita lakukan penggeledahan dan penangkapan yang bermula dari kelompok satu,” jelas Utama.
Diutarakan Kanit Tipidter, keenam tersangka yang ditangkap ini terdiri dari dua kelompok, dimana setiap kelompok terdiri dari tiga orang dengan peran sebagai pembuat, perakit, dan pengantar atau pencari pembeli, lalu ditransaksikan.
Dirincikannya, kelompok satu terdiri dari tersangka K (36 tahun), RT (38 tahun), dan AP (34 tahun), sedangkan kelompok dua terdiri dari MS (42 tahun), NM (39 tahun), dan MT (40 tahun) selaku mekanik di bengkel atau orang pertama yang mendapat ilmu merakit senpi dari DPO berinisial W.

“Para tersangka awalnya satu grup, mendapat ilmu yang sama dari DPO berinisial W, tetapi pecah, lalu membuka cabang ketika sudah mendapatkan modal. Tersangka W sudah kita lakukan pencarian dan hari ini kita terbitkan DPO,” tandas Utama.
Kanit Tipidter menyebut, barang bukti yang disita dari kelompok satu, yaitu: 2 senpi rakitan yang hampir menyerupai AK 47, 1 senpi laras panjang model luger, 1 senpi laras panjang model Mouser, dan 1 senpi model pistol.
Kemudian, 5 balok kayu yang sudah dibentuk alur untuk popor senjata laras panjang, 1 bor, 1 mesin las, beberapa besi las, 1 handphone, beberapa amunisi, dan 2 mobil Toyota Avanza.
Sedangkan untuk barang bukti dari kelompok dua, yakni 1 senpi rakitan model AK 47, 1 senpi laras panjang rakitan warna hitam yang siap dijual, 1 senpi rakitan laras panjang warna silver, 3 senpi laras panjang model senapan, 1 senpi laras model senapan mesin, 1 mesin pembuat model kayu untuk senpi laras panjang, mesin las, selongsong, dan alat perbengkelan lainnya.
Teknik Pembuatan
Kapolda Papua Barat, Irjen Pol. Daniel T.M. Silitonga mengakui apabila dilihat dari barang bukti, maka pembuatan ini tidak biasa, melainkan dengan teknik dan kemampuan yang cukup bagus, sehingga peluru yang dikeluarkan atau diledakkan dari senpi rakitanm itu bisa standar milik TNI dan Polri.
Diakui Silitonga, berdasarkan data yang diperoleh dari anggota di lapangan, ada beberapa senpi rakitan yang sudah diperjualbelikan.
“Itu akan menjadi PR dan sudah diperintahkan kepada anggota untuk mencari sampai ketemu,” kata Silitonga kepada para wartawan di Polresta Manokwari, kemarin.
Dirinya membeberkan, sesuai data yang diperoleh, jumlah senpi rakitan yang sempat diproduksi dan diperjualbelikan sebanyak 44 unit senpi rakitan.
“Saya sudah perintahkan Kapolresta dan seluruh anak buahnya bisa mencari ke mana ini yang 44 senpi rakitan diperjualbelikan,” tegas Kapolda.
Ditambahkannya, apabila melihat amunisi, semestinya pernah ditembakkan, sehingga mungkin dikumpulkan dan dipakai kembali untuk mengukur laras, karena saat dilakukan reka ulang, memang kaliber 5,56 mm sesuai laras yang dibuat tersebut.
“Pemeriksaan sementara, mereka belajar otodidak, pernah mendapat senpi, kemudian meniru senpi ini pelan-pelan, satu per satu secara otodidak. Kita akan terus dalami, karena mereka mengerti betul tentang ukuran dan segala macam,” tandas Silitonga.
Dicecar tentang peredaran senpi tersebut, kata dia, tidak tertutup kemungkinan sudah sampai keluar Manokwari, sehingga perlu diawasi terus ke mana sebaran senpi berdasarkan hasil pemeriksaan.
“Awalnya mereka sambi-sambi saja, tetapi karena harga jualnya Rp. 10 juta sampai Rp. 15 juta, kalau mereka bisa kerjakan satu dalam seminggu, satu senjata atau lebih, dia sudah bisa dapat uang. Bayangkan saja, kalau 40 senjata dijual, dikalikan Rp. 15 juta, sudah berapa juta,” tukas Silitonga. [AND-R1]




















