Manokwari, TABURAPOS.CO – Majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Manokwari yang diketuai, Dr. Markham Faried, SH, MH melanjutkan sidang kasus penipuan dengan agenda pemeriksaan saksi atas terdakwa berinisial FH alias Nando, Selasa (24/10).
Kali ini, jaksa penuntut umum (JPU), I Dewa Gede S. Putra, SH menghadirkan langsung saksi korban berinisial DL untuk memberikan keterangan di hadapan majelis hakim dan penuntut umum.
Diungkapkan korban, sekitar 22 Maret 2023, dia menerima pesan messenger dari akun Facebook, Muh Faizal milik terdakwa yang mengajaknya untuk berkenalan.
Dari komunikasi awal itu, korban mengaku berkenalan dan saling menanyakan tentang tempat tinggal, pekerjaan, dan saling bertukar nomor telpon.
Dalam perkenalan tersebut, Nando mengaku berasal dari Bali dan bekerja di salah satu stand kayu dan berdomisili di Kabupaten Teluk Bintuni, Papua Barat.
Setelah perkenalan, keduanya saling bertukar nomor telpon, sehingga komunikasi di antara keduanya semakin intens, berhubungan melalui telpon, pesan singkat, lalu berpacaran.
Di awal April 2023, lanjut saksi korban, terdakwa meminta untuk menjemput terdakwa di kosannya, di Reremi. Sesampainya di kosan terdakwa, saksi korban melihat terdakwa sudah mengenakan kemeja berwarna putih dan celana hitam, memakai dasi merah dengan logo pin Reserse.
“Jadi, saya tanya, dari mana? Terdakwa sampaikan dirinya dari Maripi. Terus saya bilang, polisi? Terdakwa sampaikan, jangan terlalu menonjol kalau kita ini polisi,” jelas saksi korban dalam sidang perkara Nomor: 195/Pid.B/2023/PN Mnk.
Lanjut DL, terdakwa lalu mengantarnya ke tempat kerja, pada salah satu dinas di lingkungan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Manokwari, kemudian terdakwa pun pergi entah ke mana.
Ketika saksi pulang bekerja dari kantor, terdakwa pun menjemput saksi korban, lalu mengantarnya ke apotek lagi untuk bekerja.
Ditambahkannya, terdakwa juga sempat datang ke apotek tempat saksi korban bekerja, mengenakan pakaian taktikal hitam perekat tanpa atribut. DL mengungkapkan, terdakwa ini setiap malam keluar entah ke mana, dengan alasan sedang mengejar orang.
“Pernah saya minta tolong terdakwa ambil uang senilai Rp. 300.000 di kartu ATM BRI saya. Selesai mengambil uang, kartu ATM saya dikembalikan, karena BRIMO sudah rusak, tidak sempat mengganti pin ATM BRI-nya,” jelas DL.
Sejak April-Mei 2023, lanjut saksi korban, terdakwa mengambil ATM BRI-nya untuk menarik uang sebanyak 34 kali dengan jumlah Rp. 83 juta lebih, dimana terdakwa sempat meminjam uang saksi korban sebesar Rp. 900.000 dengan alasan mau membeli atribut Polri.
Seiring berjalannya waktu, lanjut DL, pada awal Mei, terdakwa membawa satu set pakaian dinas lapangan (PDL) Polri lengkap dengan atribut, logo, sepatu dinas lapangan, pakaian putih dan celana hitam, logo Bareskrim, dasi berwarna merah, dan pakaian taktikal dengan satu gantungan kewenangan penyidik, dibawa ke rumah saksi korban, lalu disimpan di depan kamarnya.
Sejak itulah, kata DL, dia meyakini bahwa Nando adalah polisi. Cerita pun berlanjut, dimana setiap pagi, terdakwa datang ke rumah saksi korban untuk ganti pakaian biasa dengan PDL dan berangkat kerja bersama saksi korban, mengantar saksi korban ke kantor dan terdakwa berangkat ke kantornya.
Dikatakan DL, pada Mei 2023, dia memperbaiki BRIMO-nya sendiri, tetapi ketika saksi korban melihat ada transaksi di luar sepengetahuannya atas nama Hendra Hutapea sebesar Rp. 10,5 juta.
Lalu, saksi korban pun bertanya kepada terdakwa, kenapa ada uang keluar dari ATM-nya atas nama orang lain, tetapi dijawab terdakwa, kasus seperti tiu sudah biasa terjadi, sehingga saksi meminta terdakwa untuk memprosesnya.
“Saya sempat minta tolong kepada teman kakak saya di BRI untuk mencetak rekening koran di Mei dan hasilnya benar, ada transaksi di luar sepengetahuan saya. Karena uang itu milik orangtua saya, saya cerita kepada terdakwa dan terdakwa sarankan untuk kita buka usaha kayu agar bisa ganti uang milik orangtua saya,” jelas saksi korban.
Terdakwa, kata DL, kemudian meminta modal usaha kayu sebesar Rp. 18 juta, lalu beberapa hari kemudian, saksi membuka rekening di BCA dan rekening Bank Mandiri. Menurut saksi korban, terdakwa juga sempat mengambil uangnya sebesar Rp. 3 juta di ATM BCA.
Pada Juni 2023, lanjut DL, dia sempat bertanya kepada terdakwa tentang hasil usaha kayu, tetapi terdakwa mengatakan kayu masih di hutan dan belum bisa diturunkan.
Lantaran menunggu cukup lama, sampai Agustus 2023, saksi menyampaikan kepada terdakwa, jika memang kayu tidak bisa diturunkan, lebih baik uang atau modal usaha dikembalikan saja.
Namun, kata dia, terdakwa tak bisa mengembalikan uang modal usaha, karena sudah dipakai habis oleh terdakwa untuk makan dan minum bersama teman-temannya.
“Saya sempat curiga status terdakwa sebagai anggota polisi atau bukan. Seiring berjalannya waktu, keluarga saya memanggil terdakwa untuk bertanya, apakah benar terdakwa polisi,” ungkap DL.
Setelah ditanya keluarga, kata dia, terdakwa akhirnya jujur dan mengaku bukan seorang polisi alias polisi gadungan.
Merasa ditipu dan kehilangan uang sekitar Rp. 104 juta lebih, maka saksi korban memutuskan untuk melaporkan perbuatan terdakwa ke Polresta Manokwari untuk diproses hukum.
Usai memberikan keterangan, majelis hakim bertanya kepada terdakwa tentang keterangan saksi korban dan terdakwa mengaku bahwa dia hanya seorang diri.
Dengan perbuatannya, terdakwa Nando didakwa JPU dengan dakwaan pertama sebagaimana diatur dan diancam pidana Pasal 378 KUHPidana dan dakwaan kedua, Pasal 372 KUHPidana. [FSM-R1]