Manokwari, TABURAPOS.CO – Hakim tunggal Pengadilan Negeri (PN) Manokwari, Rakhamt Fandika Timur, SH melanjutkan sidang gugatan praperadilan dengan agenda penyerahan kesimpulan dari Pemohon dan Termohon, di PN Manokwari, Senin (13/11).
Gugatan praperadilan ini diajukan para Pemohon, EO alias Eka, NE alias Dika, M, K, dan AP alias Nisa melalui kuasa hukumnya, Rustam, SH terhadap Termohon, Kapolda Papua Barat cq Kapolresta Manokwari, dengan perkara Nomor: 7/Pid.Pra/2023/PN.Mnk.
Kuasa hukum para Pemohon, Rustam menjelaskan dalam kesimpulannya bahwa Termohon telah melakukan proses penyidikan dugaan tindak pidana melakukan prostitusi online melalui aplikasi MiChat sebagaimana dimaksud Pasal 45 Ayat 1 jo Pasal 27 Ayat 1 UU No. 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan atau Pasal 296 KUHP.
Dikatakannya, dimana yang dilanjutkan dengan tindakan penangkapan, penahanan, dan perpanjangan penahanan terhadap para Pemohon.
Menurutnya, dalam melaksanakan penyidikan terhadap para Pemohon, Termohon telah melakukan tindakan penangkapan, dalam hal tertangkap tangan pada 24 September 2023 pada dua tempat yang berbeda di Manokwari, yang semua administrasi penyidikan baru terbit setelah tanggal 25 September 2023.
Diutarakannya, tindakan Termohon sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 Ayat 2 KUHAP, yang seharusnya terhadap tindakannya tidak perlu lagi dilengkapi dengan surat perintah tugas (sprintgas) maupun surat perintah penangkapan (sprintkap).
Faktanya, lanjut dia, malah sebaliknya, Termohon dalam melakukan tindakan penangkapan dalam hal tertangkap tangan, malah melengkapi administrasi penyidikan (mindik) seperti yang disyaratkan dalam Pasal 18 Ayat 1 KUHAP yang terlebih dahulu menyiapkan laporan polisi, Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP), gelar perkara, penetapan tersangka, sprintgas, dan sprintkap.
“Padahal senyatanya klasifikasi dan pengertiannya telah jelas diuraikan dalam Pasal 1 angka 19 KUHAP tentang Tertangkap Tangan dan Pasal 1 angka 20 KUHAP tentang penangkapan,” kata Rustam kepada Tabura Pos di PN Manokwari, kemarin.
Menurutnya, Termohon sangat tidak memahami tentang tindakan penyidikan berupa penangkapan, baik yang diatur dalam Pasal 18 Ayat 1 dan Ayat 2 KUHAP maupun yang diatur dalam Pasal 1 angka 18 tentang Tertangkap Tangan maupun Pasal 16 huruf b tentang Penangkapan.
Selanjutnya, kata dia, Pasal 18 angka 3, dalam hal tertangkap tangan, tindakan penangkapan dapat dilakukan oleh petugas dengan tanpa dilengkapi surat perintah penangkapan atau surat perintah tugas sesuai Peraturan Kapolri Nomor 6 Tahun 2019 tentang Penyidikan Tindak Pidana.
Dirinya menerangkan, dalam proses persidangan dengan agenda eksepsi dan jawaban serta duplik Termohon, tidak dapat menguraikan dengan jelas dan terkesan menabrak aturan hukum, baik terhadap administrasi tindakan penangkapan maupun terhadap penerapan pasal-pasal terhadap para Pemohon.
“Apa benar para Pemohon, perbuatannya sesuai dengan pasal yang disangkakan yang untuk selanjutnya dilakukan penahanan dan perpanjangan penahanan oleh Termohon,” katanya dengan nada tanya.
Ia menjelaskan, dengan adanya kesalahan dalam administrasi penyidikan maupun penerapan pasal yang merupakan syarat formil mengakibatkan penahanan dan perpanjangan penahanan menjadi cacat hukum atau tidak sah.
Rustam menambahkan, dengan santunnya para Pemohon berharap sekiranya jaksa penuntut umum lebih teliti lagi dan sesuai aturan perundang-undangan untuk menyatakan berkas perkara a quo lengkap atau P. 21, sehingga PN Manokwari tidak dijadikan tempat pembuangan akhir.
Oleh sebab itu, mewakili para Pemohon, Rustam berharap sekiranya hakim praperadilan dapat mengabulkan seluruh permohonan Pemohon praperadilan atau memberikan keputusan yang seadil-adilnya kepada diri para Pemohon yang telah dilanggar hak asasinya sebagai ibu atau janda dari anak-anak yang selalu menunggu kehadiran ibunya, sekaligus tulang punggung dalam mencari nafkah untuk keluarga dan orangtuanya. [FSM-R1]