Manokwari, TABURAPOS.CO – Jaksa Penuntut Umum (JPU), Ibrahim Khalil, SH, MH dan Fedrika Y. Uriway, SH menghadirkan tiga saksi utama dalam perkara dugaan pelanggaran Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dan atau dokumen elektronik yang memiliki muatan pemerasan dan atau pengancaman atas terdakwa berinisial JCSC, Jumat (15/12/2023) pagi.
Ketiga saksi yang dihadirkan di hadapan majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Manokwari yang diketuai, Berlinda U. Mayor, SH, LLM, didampingi hakim anggota, Achmad, SH dan Rakhmat Fandika Timur, SH, serta panitera pengganti, Julius Victor, SH, yaitu: saksi korban seorang bupati, penasehat hukum saksi korban berinisial JE dan saksi lain berinisial MD.
Sedianya, persidangan terhadap terdakwa, JCSC, didampingi penasehat hukumnya, Stefanus Budiman, SH, MH dan Yoseph Malik, SH, digelar Kamis (14/12/2023), tetapi ditunda dan dilanjutkan Jumat (15/12/2023) pagi. Sebelumnya sidang beragenda pembacaan dakwaan digelar Kamis (7/12/2023) malam.
Di awal keterangannya, saksi korban mengaku mengenal terdakwa melalui media sosial (medsos) dan membenarkan tentang adanya pengancaman dan pemerasan yang dilakukan terdakwa.
Bahkan, sang bupati mengungkapkan, apabila ancamannya tidak dipenuhi, maka terdakwa mengancam akan diekspos. “Ancam kalau tidak dipenuhi akan diekspos ke media dan partai,” kata saksi korban.
Ditegaskan sang bupati, dirinya dan terdakwa tidak pernah bertemu langsung, apalagi berbuat hal-hal yang berbau asusila. Menurut saksi korban, tindakan yang dilakukan terdakwa ini juga telah mengancam keluarga, bahkan sang istri.
Dikatakan saksi korban, dalam ancamannya, terdakwa menyebutnya sebagai seorang pejabat yang suka main perempuan. “Dia juga bilang saya berhubungan sampai hamil, tapi kapan saya ketemu dia,” ujar saksi korban dengan nada tanya.
Sementara penasehat hukum saksi korban menyebut bahwa sebenarnya persoalan ini sudah dibuatkan laporan polisi (LP) pada 2022. Namun, lanjut JE, laporan tidak ditindaklanjuti, karena saksi korban mengatakan sudah ada pernyataan yang dibuat terdakwa, tidak akan mengulangi perbuatannya.
Diungkapkan JE, pihaknya membuat LP sekitar Juni 2022, tetapi di-take down. Lantaran terdakwa terus melakukan ancaman dan pemerasan terhadap saksi korban, maka pada September 2023, kembali dibuat LP di Polresta Manokwari.
Saksi korban melanjutkan, terdakwa mengancam secara langsung melalui Telegram dan ketika tidak dipenuhi, ancamannya langsung di-posting di Facebook dan media.
Diungkapkan sang bupati, terdakwa ini setiap kali minta uang sebesar Rp. 10 juta, Rp. 20 juta, dan pernah sampai Rp. 50 juta. “Pernah juga minta untuk beli truk, karena dia punya usaha, katanya,” sebut saksi korban.
Sedangkan saksi berinisial MD mengaku tahu persoalan yang dialami saksi korban ini. Lanjut MD, karena dirinya dan saksi korban masih keluarga, saksi korban melapor atau bercerita kepada dirinya.
“Caranya dia minta dulu secara langsung. Ketika tidak ditanggapi, maka dia pakai ancaman,” kata MD sembari mengatakan bahwa ancaman dan permintaan tersebut langsung disampaikan ke saksi korban, tidak melalui saksi.
Soal kerugian yang dialami saksi korban, sang bupati menyebutkan bahwa kerugian sekitar Rp. 300 juta lebih, bahkan hampir mencapai Rp. 400 juta.
Dikatakan saksi korban, sebenarnya dia tidak mempermasalahkan, tetapi keluarga juga menjadi korban, apalagi kerugiannya tidak sedikit, maka dia memutuskan untuk melaporkan kasus tersebut. “Saya juga jaga kredibilitas sebagai pejabat daerah,” tegas saksi korban.
Ketika dimintai tanggapan atas keterangan para saksi, terdakwa tidak membantah keterangan para saksi dan mengakui perbuatannya. Namun, ia membantah menggunakan banyak akun untuk melancarkan aksinya, tetapi hanya dua akun, sedangkan akun yang lain, tidak diketahui terdakwa.
Sebelum jatuh dan pingsan, terdakwa sempat menyampaikan permohonan maaf terhadap saksi korban atas perbuatannya.
Persidangan pun tidak bisa dilanjutkan lantaran terdakwa harus mendapat penanganan sementara di ruang tunggu PN Manokwari.
Untuk itulah, majelis hakim menutup sidang dan akan dilanjutkan pada Januari 2024, masih dengan agenda pemeriksaan saksi yang akan dihadirkan JPU.
Seperti diberitakan sebelumnya, JPU mendakwa JCSC dengan dakwaan alternatif subsideritas, yakni dakwaan kesatu, primer, diduga melanggar Pasal 45 Ayat 4 jo Pasal 27 Ayat 4 UU No. 19 Tahun 2016 Atas Perubahan UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik jo Pasal 64 Ayat 1 KUHPidana.
Subsider, diduga melanggar Pasal 45 Ayat 4 jo Pasal 27 Ayat 4 UU No. 19 Tahun 2016 Atas Perubahan UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Atau kedua, diduga melanggar Pasal 45 Ayat 3 jo Pasal 27 Ayat 3 UU No. 19 Tahun 2016 Atas Perubahan UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik jo Pasal 64 Ayat 1 KUHPidana.
Subsider, perbuatan terdakwa diduga melanggar Pasal 45 Ayat 3 jo Pasal 27 Ayat 3 UU No. 19 Tahun 2016 Atas Perubahan UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. [TIM2-R1]