Manokwari,TABURAPOS.CO – Majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Manokwari yang diketuai, Berlinda U. Mayor, SH, LLM meminta Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Manokwari, Ibrahim Khalil, SH, MH untuk menghadirkan saksi lagi.
Saksi yang akan dihadirkan JPU terkait perkara dugaan pelanggaran Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dan atau dokumen elektronik yang memiliki muatan pemerasan dan atau pengancaman atas terdakwa berinisial JCSC dengan korban seorang bupati.
JPU Kejari Manokwari, Ibrahim Khalil, SH, MH membenarkan bahwa majelis hakim meminta JPU menghadirkan saksi lagi untuk didengar keterangannya di persidangan.
“Tadi majelis hakim minta menghadirkan saksi lagi,” jawab Ibrahim Khalil yang juga Kepala Seksi Pidana Umum (Kasi Pidum) Kejari Manokwari yang dikonfirmasi Tabura Pos usai sidang, Kamis (11/1/2024) sekitar pukul 21.16 WIT.
Dicecar apakah dalam persidangan Kamis malam tersebut, saksi yang dipanggil JPU tidak hadir? Ia mengatakan, sedianya JPU akan langsung menghadirkan ahli dalam sidang Kamis malam tersebut. “Kita panggil kan ahli langsung tadi, karena majelis hakim minta menghadirkan saksi sekali lagi, maka ditunda,” urai Ibrahim Khalil.
Kasi Pidum mengakui, ahli yang sedianya akan memberikan keterangan dalam persidangan, Kamis malam, adalah ahli di bidang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

Disinggung apakah JPU akan menghadirkan saksi lain, seperti istri atau kerabat dari korban sang bupati, Ibrahim Khalil mengaku akan diusahakan. “Kami akan usahakan,” singkat Kasi Pidum.
Dari pantauan Tabura Pos, Kamis (11/1/2024) malam, sidang perkara terhadap terdakwa, JCSC baru dimulai sekitar pukul 21.00 WIT. Padahal, terdakwa sudah dibawa ke PN Manokwari sejak siang.
Namun, sidang hanya berlangsung beberapa menit saja, lantaran majelis hakim menunda sidang dan meminta dilanjutkan pada hari ini, Selasa (16/1/2024), masih beragenda pemeriksaan saksi yang akan dihadirkan JPU.
Berdasarkan catatan Tabura Pos, pada sidang Jumat (15/12/2023) pagi, JPU, Ibrahim Khalil dan Fedrika Y. Uriway, SH menghadirkan 3 saksi.
Ketiga saksi yang dihadirkan di hadapan majelis hakim, Berlinda U. Mayor, SH, LLM didampingi hakim anggota, Akhmad, SH dan Rakhmat Fandika Timur, SH serta panitera pengganti, Julius Victor, SH, yakni saksi korban seorang bupati, penasehat hukum saksi korban berinisial JE, dan saksi lain berinisial MD.
Di awal keterangannya, saksi korban sang bupati mengaku mengenal terdakwa melalui media sosial (medsos) dan membenarkan tentang adanya pengancaman dan pemerasan yang dilakukan terdakwa.
Bahkan, sang bupati mengungkapkan, apabila ancamannya tidak dipenuhi, maka terdakwa mengancam akan diekspos. Ditegaskan sang bupati, dia dan terdakwa tidak pernah bertemu langsung, apalagi berbuat hal-hal yang berbau asusila.
Menurut saksi korban, tindakan yang dilakukan terdakwa ini juga telah mengancam keluarga, bahkan sang istri.
Dikatakan saksi korban, dalam ancamannya, terdakwa menyebutnya sebagai seorang pejabat yang suka main perempuan. “Dia juga bilang saya berhubungan sampai hamil, tapi kapan saya ketemu dia,” ujar saksi korban.
Sementara penasehat hukum saksi korban menyebut bahwa sebenarnya persoalan ini sudah dibuatkan laporan polisi (LP) pada 2022. Namun, lanjut JE, laporan tidak ditindaklanjuti, karena saksi korban mengatakan sudah ada pernyataan yang dibuat terdakwa, tidak akan mengulangi perbuatannya.
Diungkapkan JE, pihaknya membuat LP sekitar Juni 2022, tetapi di-take down. Lantaran terdakwa terus melakukan ancaman dan pemerasan terhadap saksi korban, maka pada September 2023, kembali dibuat LP di Polresta Manokwari.
Saksi korban melanjutkan, terdakwa mengancam secara langsung melalui Telegram dan ketika tidak dipenuhi, ancamannya langsung di-posting di Facebook dan media.
Diungkapkan sang bupati, terdakwa ini setiap kali minta uang sebesar Rp. 10 juta, Rp. 20 juta, dan pernah sampai Rp. 50 juta. “Pernah juga minta untuk beli truk, karena dia punya usaha, katanya,” ungkap saksi korban.
Sedangkan saksi berinisial MD mengaku tahu persoalan yang dialami saksi korban ini. Lanjut MD, karena dirinya dan saksi korban masih keluarga, saksi korban melapor atau bercerita kepada dirinya.
“Caranya dia minta dulu secara langsung. Ketika tidak ditanggapi, maka dia pakai ancaman,” kata MD sembari mengatakan bahwa ancaman dan permintaan tersebut langsung disampaikan ke saksi korban, tidak melalui saksi.
Soal kerugian yang dialami saksi korban, sang bupati menyebutkan bahwa kerugian sekitar Rp. 300 juta lebih, bahkan hampir mencapai Rp. 400 juta.
Dikatakan saksi korban, sebenarnya dia tidak mempermasalahkan, tetapi keluarga juga menjadi korban, apalagi kerugiannya tidak sedikit, maka dia memutuskan untuk melaporkan kasus tersebut. “Saya juga jaga kredibilitas sebagai pejabat daerah,” tegas saksi korban.
Ketika dimintai tanggapan atas keterangan para saksi, terdakwa tidak membantah keterangan para saksi dan mengakui perbuatannya. Namun, ia membantah menggunakan banyak akun untuk melancarkan aksinya, tetapi hanya dua akun, sedangkan akun yang lain, tidak diketahui terdakwa.
Sebelum pingsan, terdakwa sempat menyampaikan permohonan maaf terhadap saksi korban atas perbuatannya. Persidangan tidak bisa dilanjutkan lantaran terdakwa harus mendapat penanganan sementara di ruang tunggu PN Manokwari.
JPU mendakwa JCSC dengan dakwaan alternatif subsideritas, yakni dakwaan kesatu, primer, diduga melanggar Pasal 45 Ayat 4 jo Pasal 27 Ayat 4 UU No. 19 Tahun 2016 Atas Perubahan UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik jo Pasal 64 Ayat 1 KUHPidana.
Subsider, diduga melanggar Pasal 45 Ayat 4 jo Pasal 27 Ayat 4 UU No. 19 Tahun 2016 Atas Perubahan UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Atau kedua, diduga melanggar Pasal 45 Ayat 3 jo Pasal 27 Ayat 3 UU No. 19 Tahun 2016 Atas Perubahan UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik jo Pasal 64 Ayat 1 KUHPidana.
Subsider, perbuatan terdakwa diduga melanggar Pasal 45 Ayat 3 jo Pasal 27 Ayat 3 UU No. 19 Tahun 2016 Atas Perubahan UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. [TIM2-R1]