Manokwari, TABURAPOS.CO – Pelayanan persampahan di Kelurahan Sanggeng, Distrik Manokwari Barat tahun 2024 dikhawatirkan akan mengalami penurunan, dan tidak seoptimal seperti tahun sebelumnya.
Kepala Kelurahan Sanggeng, Jeheskiel mengungkapkan terdapat kendala atau masalah yang dihadapi dalam mewujudkan pelayanan persampahan.
Setidaknya, Ia menyebutkan ada Sembilan (9) armada motor sampah roda tiga yang dikelola Kelurahan Sanggeng. Namun, pada pertengahan tahun 2023 empat (4) unti motor rusak, sehingga menghambat pelayanan.
“Pelayanan dari jam 4 sore sampai jam 10 malam setiap hari. Pertengahan tahun 2023 mulai terhambat karena empat motor rusak. Tapi dua sudah diperbaiki tinggal dua motor lagi,” ujar Jeheskiel kepada Tabura Pos di kantornya, Selasa (16/1/2024).
Ia mengaku, untuk memperbaiki motor sampah tiga roda yang rusak, sedikit sulit karena dealer motor sampah di Manokwari sudah tutup. Sehingga, pemesanan spare part di Jakarta melalui bengkel kembali membutuhkan waktu.
“Untuk operasional motor sampah memang sudah ada, namun untuk rutinnya seperti gaji petugas, BBM, dan ganti oli. Sedangkan biaya kerusakan belum termasuk,” terangnya.

Meski kondisi motor sampah roda tiga dalam kondisi tidak maksimal, ungkapnya, pelayanan tetap berjalan. Sebab, jika mogok dapat menyebabkan tumpukan sampah di TPS-TPS dan menimbulkan bau.
“Pelayanan sampah tetap kita layani semua, baik masyarakat yang sebagai wajib retribusi sampah dan yang tidak. Karena kalau kita biarkan maka sampah bisa menumpuk dan bau busuk,” ungkapnya.
Di samping masalah spare part motor yang sulit, akui Jeheskiel, kesadaran masyarakat untuk membayar kewajiban retribusi sampah masih sangat rendah. Akibatnya, membuat pendapatan daerah dari sektor retribusi sampah masih sangat sedikit dan berbanding terbalik dengan biaya keluar untuk operasional motor sampah.
“Seharusnya masyarakat sadar misalnya seperti kalau listrik mati harus bayar atau beli token. Untuk retribusi sampah setiap bulan Rp50 ribu saja ada yang bayar dan ada juga yang tidak. Tapi kita tetap layani karena kalau tidak sampah itu bau,” terangnya.
Ia menambahkan, kurang adanya sosialisasi tentang pelayanan persampahan bagi masyarakat, karena sebagian besar belum memahaminya, sementara dari sisi anggaran tidak ada pos anggaran untuk mengadakan sosialisasi.
Jeheskiel menyebut, jumlah masyarakat di wilayah Kelurahan Sanggeng yang terdaftar sebagai wajib retribusi sampah sekitar 800-900 rumah tangga dari sekitar 9.000 keluarga.
“Itu yang rajin membayar masih sangat kurang. Tahun 2023 di bawah 50 persen. Jumlah pendapatan yang tidak sesuai dengan pengeluaran untuk operasional motor roda tiga,” sebutnya.
Jeheskiel menambahkan, kedepan pihaknya akan memanfaatkan kegiatan maupun ivent-ivent yang diadakan di wilayah kerja Kelurahan Sanggeng untuk mensosialisasikan tentang pelayanan persampahan sekaligus meningkatkan kesadaran masyarakat.
“Untuk sosialisasi kita menunggu perda PDRD, dari dasar itu baru kita sosialisasi disetiap kegiatan-kegiatan kelurahan. Kita juga akan menyebar informasi melalui RT/RW untuk sosialisasi agar masyarakat sadar pentingnya membayar sampah seperti kebutuhan listrik,” tandas Jeheskiel. [SDR-R3]