Manokwari, TABURAPOS.CO – Kasus Demam Berdarah Denque (DBD) di Kabupaten Manokwari tahun 2023 cukup tinggi, bahkan mendekati status Kasus Luar Biasa (KLB).
Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Manokwari, Marthen L. Rantetampang mengatakan, selama tahun 2023 tercatat terjadi sebanyak 205 kasus DBD.
“Kasus kita dari waktu ke waktu dalam satu minggu bisa satu dua tiga dan bisa empat kasus. Memang bervariasi, fluktuatif. Kami memang sudah diwanti-wanti jangan-jangan sudah masuk KLB, tapi waktu berjalan belum masuk status KLB,” ujar Rantetampang kepada wartawan di kantornya, Selasa (6/2).
Ia menjelaskan, Manokwari belum masuk status KLB kasus DBD karena jajaran kesehatan langsung melakukan penanganan begitu menerima laporan. Sehingga, kasus DBD dapat ditekan.
Rantetampang menyebutkan, ada beberapa mekanisme penanganan untuk menekan angka DBD, terutama di wilayah yang tercatat terjadi kasus, yaitu dengan cara fogging dan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN).

“Di tempat yang ada kasus kita fogging dua kali siklus dalam satu bulan. Karena hidup nyamuk betina bisa sampai 1 bulan, kalau jantan 10 hari saja. Sehingga dua kali fogging. Selain itu, pemberantasan sarang nyamuk dengan mematikan jentik nyamuk,” bebernya.
Rantetampang menambahkan, pihaknya dibantu Dinkes Papua Barat telah mendorong terbentuknya juru pemantau jentik (Jumantik) di setiap rumah dengan tujuan menjadi gerakan membunuh jentik nyamuk dengue.
“Sudah hampir kami ajukan ke Pak Bupati untuk penetapan Manokwari KLB DBD, tetapi berkat penanganan kasus mulai turun,” tukasnya.
Kepala Dinkes Manokwari ini mengimbau masyarakat untuk membasmi jentik di rumahnya masing-masing dengan cara jangan membiarkan adanya genangan air.
Sementara itu, Pelaksana Program DBD Dinkes Manokwari, Ika M.S, Makbon menambahkan, 205 kasus tercatat tersebar di wilayah kerja 15 puskesmas.
Ia mengungkapkan, kasus DBD paling banyak terjadi saat musim penghujan. Itu bisa dilihat dari catatan kasus per bulannya. Di mana, Januari 4 kasus, Februari 3 kasus, Maret 5 kasus, April 1 kasus, Mei 11 kasus, Juni 1 kasus, Juli 16 kasus, Agustus 24 kasus, September 24 kasus, Oktober 57 kasus, November 29 kasus, dan Desember 19 kasus.
“Dari 205 kasus, ada tiga yang meninggal dan 202 sembuh. Tiga yang meninggal, satu anak-anak, satu dewasa, dan satu lansia (sepuh red). Yang dua meninggal di Sanggeng dan satunya di SP 4. Cuman, meninggal bukan murni karena DBD, tapi ada penyakit lain juga,” ucap Ika Makbon.
Dilihat dari wilayah kerja, kata dia, penyebaran DBD paling banyak berada di Puskesmas Sanggeng, Amban, Wosi diikuti Puskesmas Sowi, Maripi, dan Pasir Putih.
“Enam wilayah kerja itu yang paling sering DBDnya,” terang Ika.
Ia menambahkan, pencegahan kasus DBD lebih ditekankan pada pemberantasan sarang nyamuk (PSN) dengan cara membunuh saat masih jentik. [SDR-R3]