Manokwari, taburapos.co – Kelima pemeriksa dari BPK-RI Perwakilan Provinsi Papua Barat kompak mengaku ‘bingung’ setelah menerima segepok uang bernilai puluhan juta Rupiah yang diberikan ketua tim pemeriksa, David Patasaung.
Ini terungkap dalam sidang perkara tipikor atas terdakwa, Yan Piet Mosso, Efer Segidifat, dan Maniel Syatfle didampingi 9 penasehat hukum, di Pengadilan Tipikor Papua Barat pada Pengadilan Negeri (PN) Manokwari, Rabu (28/2/2024).
Kelima saksi dihadirkan Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (JPU-KPK), Tonny F. Pangaribuan, SH dan Richard Marpaung, SH, yaitu: Arlina, Ardiansyah, Nurul, Faradillah, dan Rechie Pratama.
Di hadapan majelis hakim yang diketuai, Berlinda U. Mayor, SH, LLM didampingi hakim anggota, Pitayartanto, SH dan Hermawanto, SH, kelima saksi ini menceritakan kronologis penyerahan uang pecahan Rp. 50.000 dan Rp. 100.000 oleh ketua tim pemeriksa.
Pemberian uang bernilai puluhan juta Rupiah, diawali saat ketua tim pemeriksa, David Patasaung menghubungi para saksi untuk datang ke kamarnya, di Hotel Royal Mamberamo, Sorong.
Dalam pembicaraan antara ketua tim pemeriksa dan para saksi, para saksi diminta datang ke kamarnya, dengan membawa laptop dan tas. Belakangan, tas yang dibawa masing-masing saksi ini untuk mengisi uang yang diberikan ketua tim.’
Saksi Arlina dan Ardiansyah mengaku diberi uang sebanyak Rp. 75 juta, sedangkan ketiga saksi lain mengaku tidak menghitung uang yang diberikan. “Saya kaget ada uang sebanyak itu. Saya tanya kenapa banyak sekali. Pak David bilang untuk pengganti biaya makan,” kata saksi.
Menurut kelima saksi, sebelum terjadi operasi tangkap tangan (OTT) oleh KPK pada 13 November 2023, kelima saksi sudah tiba di Manokwari sejak 12 November 2023.
“Pak David bilang bawa tas dan laptop, datang ke kamar. Uang itu tahu-tahu sudah diisi dalam tas saya. Kami bingung dengan uang sebanyak itu. Kita rencana mau kembalikan, tapi kami sudah tidak ketemu lagi dengan Pak David sampai kami kembali ke Manokwari. Pak David bilang pengganti uang hotel,” ungkap Ardiansyah.
Hal senada dikatakan Faradillah yang melihat banyak uang di meja, kamar ketua tim pemeriksa. “Saya tidak sempat tanya, karena langsung diajak, ayo makan mi. Saya tidak tahu jumlahnya,” jawab Faradillah seraya mengaku bahwa sesuai bukti dari, uang tersebut berjumlah Rp. 80 juta.
Kelima saksi pun kompak mengaku tidak mengetahui asal-usul uang dan belum sempat dikembalikan, sudah ada OTT oleh KPK.
Tidak begitu saja mempercayai keterangan saksi, hakim, Pitayartanto menanyakan, apakah ada kode etik di BPK dalam melaksanakan tugas? “Kalau menerima uang itu menyalahi atau tidak,” tanya hakim, Pitayartanto. “Iya, menyalahi kode etik,” jawab para saksi.
Sementara hakim, Hermawanto mencecar para saksi tentang pembahasan oleh tim terkait pembagian tugas dan apa yang akan dilakukan dalam pemeriksaan selama di Kabupaten Sorong tersebut.
Saksi Faradillah mengatakan, berdasarkan hasil pemeriksaan yang dilakukannya, ada sekitar 20 temuan dalam pemeriksaan pelaksanaan, kemudian dibuatkan konsep untuk di-review ketua tim. “Setelah di-review, dikompilasi, dan jadilah laporan hasil pemeriksaan,” papar Faradillah.
Diungkapkannya, ada sekitar 20-22 temuan dalam pemeriksaan yang dilakukannya dan semua masuk untuk di-review ketua tim.
Ia menjelaskan, dari 20-22 temuan tersebut, hanya 1 temuan yang bernilai seratusan juta Rupiah, sedangkan yang lain hanya di kisaran puluhan juta Rupiah. “Kalau ditotalkan, diperkirakan sekitar Rp. 500 juta,” kata Faradillah memperkirakan jumlah kerugian, menanggapi pertanyaan hakim, Hermawanto.
Hakim, Hermawanto pun mencecar para saksi, apakah ketika melakukan pemeriksaan di kabupaten lain, ada pemberian serupa? Para saksi mengatakan dalam pemeriksaan di Kabupaten Teluk Bintuni, misalnya, tidak ada pemberian apa-apa.
Namun, waktu pemeriksaan di Kabupaten Raja Ampat, memang ada pemberian sejumlah uang melalui ketua tim. “Kami tidak tahu uang dari mana dan untuk apa,” kata Nurul.
Sementara saksi, Faradillah mengakui, sewaktu pemeriksaan di Raja Ampat, dirinya menerima uang Rp. 50 juta. Namun, lanjut dia, ketika di-BAP oleh penyidik KPK, dia diminta mengembalikan uang tersebut. “Setor ke rekening penampungan KPK,” jelas Faradillah.
Kelima saksi ini membenarkan bahwa tugas Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu (PDTT) di Kabupaten Sorong, surat tugasnya ditandatangani, Pius Lustrilanang, anggota VI BPK-RI, sementara pemeriksaan di Teluk Bintuni, surat tugas ditandatangani Kepala Perwakilan BPK Papua Barat.
Dicecar penasehat hukum terdakwa, Yan P. Mosso, Ahmad Yani, apakah ada semacam penggalangan terkait pengukuhan Pius Lustrilanang di Purwokerto?
Kelima saksi mengaku tidak pernah mendengar terkait penggalangan atau pemberian sesuatu, tapi mengetahui tentang pengukuhan guru besar tersebut. Di samping itu, kelima saksi juga mengaku tidak mengetahui tentang pemberian uang dan tidak tahu peran dari terdakwa selaku Penjabat Bupati Sorong.
Para saksi mengakui tentang adanya temuan dari PDTT di Kabupaten Sorong, tetapi sampai saat itu, belum ada tindak lanjut untuk mengembalikan temuan tersebut. Sebab saat OTT, sebenarnya masih dalam masa tenggang 60 hari, untuk menyelesaikan temuan dari tim pemeriksa.
Menurut para saksi, mereka menerima uang dari ketua tim, tetapi setelah menerima uang, tidak dilaporkan para saksi ke KPK, dalam kurun waktu 30 hari. “Kami bingung, karena itu diberikan ketua tim,” kata para saksi.
Di persidangan juga terungkap bahwa tim pemeriksa BPK, ternyata disediakan 2 unit mobil, mulai dari penjemputan di bandara dan selama melaksanakan PDTT selama 53 hari. Namun, siapa dan pihak mana yang menyediakan, para saksi kurang mengetahui, hanya mendengar dari ketua tim bahwa mobil itu disediakan Pemkab Sorong.
Soal makan dari para saksi selama melaksanakan tugas pemeriksa, mereka mengaku biasa makan di hotel, membeli makan sendiri, dan terkadang disediakan makan saat melaksanakan pemeriksaan di Kantor BPKAD.
Selama menjalankan PDTT di Kabupaten Sorong, sesungguhnya semua anggaran tim pemeriksa BPK Perwakilan Papua Barat sudah ditanggung, baik tiket pesawat PP, ATK, bensin, biaya makan, dan biaya 6 kamar di Hotel Royal Mamberamo Sorong.
Dalam perkara ini, KPK menetapkan 6 tersangka, yaitu: Yan Piet Mosso (Penjabat Bupati Sorong), Efer Segidifat (Kepala BPKAD Kabupaten Sorong), Maniel Syatfle (staf BPKAD), Patrice L. Sihombing (Kepala Perwakilan BPK Provinsi Papua Barat), Abu Hanifa (Kasubaud BPK Papua Barat), dan David Patasaung selaku ketua tim pemeriksa. [HEN-R1]