Manokwari, TP – Kejaksaan Negeri (Kejari) Manokwari telah melimpahkan 2 perkara dugaan tindak pidana Pemilu 2024 di Kabupaten Teluk Wondama, Provinsi Papua Barat, ke Pengadilan Negeri (PN) Manokwari, untuk disidangkan.
Namun sayangnya, kedua terdakwa yang didakwa melakukan pelanggaran tindak pidana Pemilu 2024 tersebut, yaitu: BS berstatus pegawai negeri sipil (PNS) dan FI berstatus wiraswasta, tidak bisa dihadirkan jaksa penuntut umum (JPU) ke persidangan atau in absentia.
Pasalnya, kedua terdakwa ini berstatus daftar pencarian orang (DPO) Satreskrim Polres Teluk Wondama. Hal ini pun bisa dilihat dari pengumuman secara terbuka pada akun media sosial (medsos), Facebook, Sat Reskrim Teluk Wondama.
Kepala Seksi Pidana Umum (Kasi Pidum) Kejari Manokwari, Ibrahim Khalil, SH, MH mengakui, pihaknya telah melimpahkan dua perkara tindak pidana Pemilu 2024, dari penyidik Satreskrim Polres Teluk Wondama.
“Perkaranya, kami limpahkan Jumat, 19 April 2024, minggu lalu, disidangkan mulai Senin, 22 April 2024. Waktu pelimpahan, tersangka tidak dihadirkan, karena tersangka berdasarkan berkas perkara, masuk dalam daftar pencarian orang atau DPO,” jelas Kasi Pidum yang dikonfirmasi Tabura Pos di ruang kerjanya, Kamis (25/4/2024).
Lanjut Ibrahim Khalil, sewaktu perkara ini dilimpahkan ke PN Manokwari untuk disidangkan, kedua terdakwa tidak ada, karena dalam berkas perkaranya sudah disampaikan dalam pencarian.
“Waktu tuntutan pun, kedua terdakwa tidak hadir, dimana sesuai berkas perkara, kedua terdakwa tetap DPO. Tentunya, ini sangat merugikan kedua terdakwa sendiri, karena tidak bisa membela diri atas dakwaan di persidangan,” ujar Kasi Pidum.
Ia membenarkan bahwa terdakwa berinisial BS ini adalah seorang PNS, sedangkan FI berstatus wiraswasta berdasarkan berkas perkara yang diterima Kejari Manokwari. “Intinya, kedua terdakwa tidak hadir di persidangan,” katanya.
Ditanya alasan mengapa perkara ini bisa disidangkan tanpa kehadiran kedua terdakwa? Kasi Pidum menerangkan, berdasarkan ketentuan tindak pidana pemilu dan Perwaslu, sudah diatur bahwa dalam hal tindak pidana pemilu, boleh tanpa adanya keterangan tersangka. “Pada tahap dua, boleh juga tanpa adanya tersangka, begitu juga di persidangan,” tandas Ibrahim Khalil.
Kasi Pidum mengatakan, setelah proses persidangan, JPU menuntut kedua terdakwa dengan pidana selama 1 tahun penjara dan denda Rp. 18 juta subsider 1 bulan kurungan.
“Sekarang tinggal menunggu putusan majelis hakim. Pasal yang didakwakan, terbukti bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana dalam dakwaan Pasal 516 UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum,” sebut Ibrahim Khalil.
Ditambahkan Kasi Pidum, selain berstatus PNS, terdakwa BS ini juga adalah anggota PPS, tetapi untuk terdakwa FI, di dalam berkas perkara, tidak disebut apakah PPS atau bukan.
“Kedua perkara ini berawal dari temuan dan ada yang dilaporkan. Kalau terdakwa BS ini atas laporan saksi bahwa yang bersangkutan melakukan pemilihan lebih dari satu kali. Kalau FI ini berdasarkan temuan dari Bawaslu setempat. Temuannya sama, melakukan pemilihan lebih dari satu kali,” pungkas Kasi Pidum. [HEN-R1]